Saturday 29 March 2014

Tirai Perkawinan Yang Terkoyak



Tubuh kekarnya semakin liar mengempos dubur korbannya yang telah lunglai habis-habisan ini digilir sejak tadi, sebelah kakinya yang setengah jongkok itu kala mengentoti anus korbannya diangkat seperti anjing yang sedang kencing serta lututnya menumpu pada bongkahan pantat gadis tersebut sambil terus mengenjot tubuh perempuan belia yang telah takluk padanya. Tubuh keduanya tampak semakin licin berkilat oleh peluh mereka yang menyatu menghiasi adegan intim nan penuh paksaan semalam suntuk ini.

Karena lama bertahan lama dalam posisi itu, aku melepaskan aksi intipku dulu untuk membuat secangkir kopi hangat sebagai penahan rasa kantukku yang mulai melanda kedua pelupuk mataku ini dan meninggalkan adegan paksa yang masih berlangsung itu tanpa adanya usaha untuk mencegah peristiwa tragis yang menimpa sosok dara belia nan cantik namun bernasib sangat malang.

Selang beberapa saat aku hanyut dalam tegukkan sensasi kopi hangat yang kureguk di tenggorokkanku untuk kemudian kembali lagi melanjutkan aksi intipku. Lelaki penikmat dubur cewek ini kini berdiri diatas kasur ranjang pengantin itu dan tubuh perempuan muda yang masih menungging ini kedua kakinya ditarik melempeng kebelakang dengan kedua belah lututnya yang telah lurus itu tercengkeram oleh kedua tangan kekarnya. Lubang anusnya kembali ditembus batang kejantanan lelaki ketiga yang terakhir ini mengerjainya malam itu.

Dua bongkahan pantatnya yang padat menempel pada selangkangan lelaki yang doyan anus wanita ini dengan kaki lurus kebelakang melewati kedua pinggang pemerkosanya dengan posisi betis indahnya yang menekuk melengkung keatas serta menggantung bebas diudara. Rasanya jarang sekali ditemukan dalam film-film porno adegan yang seperti ini, tetapi kini dilakukan oleh pria itu kepada wanita korban pelampiasannya ini.

Ia memaksa kedua kaki gadis itu menjepit pinggangnya dengan kedua mata kaki korbannya bersilangan sehingga tubuhnya yang telanjang tergantung indah ini mengunci ketat pinggang lelaki bajingan itu. Dalam keadaan demikian kedua belah payudaranya nan indah melesak di kasur nan empuk itu menjadi tumpuan tubuhnya yang setengah melayang di udara ini. Dengan posisi demikian maka makin dalamlah tusukkan pelir lelaki itu menembus poros usus gadis belia cantik nan penuh derita berkepanjangan ini.

Anusnya terasa dimasukki oleh besi panas saja karena diusianya yang masih terlalu dini itu ia sudah dipaksa untuk mengenal permainan ranjang yang demikian tak lazim yang diperbuat lelaki-lekaki pemerkosanya. Tubuhnya yang semula kelihatan sangat mulus bersih serta terawat apik tanpa sedikitpun cacat dan cela tadinya itu kini berubah menjadi lusuh dan kotor bermandi keringat dengan lelehan lendir penuh nista permainan paksa mereka yang berceceran disana-sini.

Kasur putih dibawahnya telah penuh bercak darah kesuciannya di malam perkawinan yang mana keperawanannya telah direnggut oleh lelaki yang bukan kekasihnya, tetapi melainkan para pembunuh suaminya sendiri. Dengan sisa-sisa tenaganya yang terakhir gadis itu berusaha mengetatkan jepitan bongkahan pantatnya sendiri dan membiarkan lelaki itu terus menikmati kehangatan lorong dinding-dinding anusnya sambil berharap lelaki itu segera menyudahkan permainannya yang telah membuat duburnya menjadi semakin sembab dan bengkak ini. Tetapi ia salah menduga stamina lelaki ketiga ini yang demikian kuat melakukan anal sex terhadap tubuh mekarnya yang telanjang dalam dekapan.

Tanpa terasa cairan di anusnya semakin keluar melumuri daerah tempat keluar masuk batang kejantanan perkasa lelaki sang pemerkosa terakhir ini yang terus menggenjotnya dengan brutal. Suara berdecak-decak pada dinding anusnya yang tergesek-gesek oleh kontol itu semakin jelas terdengar olehku. Clop! clop! clop! Begitulah bunyi yang ditimbulkan dari dubur yang tengah diperkosa tersebut dan itu semakin dahsyat dilancarkan dengan penuh semangat oleh lelaki ketiga ini. Akupun berpikir kalau seandainya nanti mendapatkan seorang istri, maka aku akan pula ingin merasakan nikmat lubang pantatnya saat melayaniku nanti sebagai variasi bercinta, karena rasanya pasti demikian lezat sebagaimana yang telah kusaksikan sendiri saat ini dari lelaki garong itu kepada korbannya.

Dan lama-kelamaan jepitan kedua kaki dara yang bersilangan itu mulai melemah sudah, tubuh telanjangnya terhuyung-huyung jatuh kebawah seakan tulang-tulangnya telah terlolosi satu persatu. Tampaknya ia kembali kehilangan kesadarannya, namun tangan kekar itu sigap sekali menahan perut rampingnya agar pinggul telanjang korbannya tak sempat ambruk ke atas kasur, dicabutnya zakar itu dari anusnya, kemudian tubuh pingsan yang terkapar itu ditelentangkan.

Kedua tumit dara belia itu di taruh diatas pundaknya kiri kanan dan betis indahnya didekap didada bidang lelaki ketiga itu, otomatis pinggul gadis itu terangkat melayang separuh diudara nan bertumpu pada punuknya seiring tarikan lelaki tersebut pada kakinya. Kedua belah payudaranya nan indah semakin membulat mengembang dalam posisi sensual ini.

Tanpa perlu diarahkan lagi dengan tangannya, lelaki itu mendorong pinggulnya yang berada tepat pada bongkahan pantat yang terbuka itu sehingga kontolnya terbenam di lubang memek gadis yang sudah becek itu tanpa kesulitan yang berarti. Memeknya telah licin dan sudah tak sempit seperti semula akibat diperawani oleh kontol boss mereka yang paling besar diantara mereka bertiga, namun pelir anak buahnya tak bisa dianggap remeh karena tetap lebih besar dan panjang pula dari kepunyaanku.

Demikianlah ia kini berganti mengerjai vagina korbannya yang sepertinya akan diperlakukan sama seperti yang diperbuat oleh bossnya dahulu. Ia tampaknya ingin membuat gadis ini menjadi hamil, karena selain malam itu bertepatan dengan masa kesuburan rahimnya, ia ingin pula mencoba-coba dari gadis yang begitu sempurna ini nantinya pasti akan menghasilkan keturunan yang bagus pula keindahan fisik dan ketahanan tubuhnya melayani lelaki. Hanya saja ia khawatir kalau bibit bossnyalah yang jadi, sedang dirinya tidak, kalau hal itu terjadi maka ia tak dapat berbuat apa-apa, karena ia mencintai gadis ini sekarang sekaligus menyukai pantatnya nan memberinya kepuasan maksimal di atas ranjang.

Deru birahinya semakin menyala-nyala seiring dengan suara kecipakkan di vagina becek itu yang terus diembatnya sampai suatu saat pula tubuhnya kejang-kejang sambil menekuk bak seekor udang mendekap erat pinggul korbannya dan memuntahkan semua isi cairan lahar panas dari pelirnya yang telah begitu lama terbenam di rongga peranakan gadis cantik nan begitu mudanya itu.

Sesudahnya ia menyatukan kedua kaki gadis telanjang itu yang telah diluruskan kemudian mengikat kedua mata kakinya menjadi satu lalu tubuh bugil korbannya ini digantung diatas kayu pancang kelambu ranjang itu yang terbut dari kayu jati sehingga kuat menahan tubuh telanjang dara montok yang pingsan ini dengan kepala dibawah berurai rambut hitamnya yang berserakan di atas sprei putih ranjang pelaminan penuh noda ini. Tampak cairan sperma lelaki itu meleleh turun dari celah-celah bokong mudanya yang menggantung tanpa daya ini.

Satu jam lelaki itu membiarkan tubuh molek si dara tergantung sampai dirasanya sperma yang telah ia tumpahkan tadi di dalam rahimnya sudah kering terserap oleh tubuhnya yang mana diharapkan dapat membuahi rahim mudanya itu untuk menjadi ibu dari anak-anak mereka nanti. Setelah itu ia memanggul tubuh gadis yang telah ternoda itu pergi meninggalkan rumah tetanggaku tersebut dan menghilang di kegelapan malam. Akupun segera berkemas-kemas pergi meninggalkan rumahku lagi dalam keadaan kosong untuk pulang disaat hari menjelang subuh kembali ke tempat kostku dengan hati galau.

Kutatap tulisan di koran sore ini yang bertajuk kriminal dan kudapati berita mengenai peristiwa tersebut di dalamnya.

"Pembunuhan sekaligus penculikan yang menimpa sepasang pengantin baru, gadis yatim piatu itu bernama Evelyne, berusia 19 tahun, belum diketahui dimana keberadaan gadis itu sekarang.."

Kututup lembaran koran itu dengan penuh sesal dihati akan bayang-bayang wajah gadis itu yang seolah-olah masih tersenyum manis padaku saat keluar dari mobil pengantinnya waktu itu dari balik jendela rumahku. Ia memang masih terlalu belia untuk mengalami kejadian tragis seperti itu. Andai saja dia yang menjadi istriku.. mungkin ceritanya akan lain.

Hari sudah gelap berkabut malam nan pekat, namun Dina belum juga pulang. Tadi saat bicara via telepon genggam, ia bilang pada Dudung suaminya bahwa ia ikut teman-temannya dulu jalan-jalan seusai pulang sekolah. Dina memang kebagian jadwal sekolah dimulai dari siang sampai sore hari. Tapi Dudung kelihatan sangat gelisah sekali malam itu, bahkan sejak siang hari tadi.

Bukan kecemasannya pada Dina istrinya yang belum pulang itu yang menyebabkan hal tersebut. Namun nafsu birahinya hari itu begitu meledak-ledak tak tertahankan mempengaruhi libidonya serta sudah mencapai puncaknya. Kedua pembantu rumah itu telah pulang sejak sore hari. Mereka berdua memang bukan pembantu yang menetap di rumah besar dan cukup mewah tersebut, sehingga kini di rumah itu tinggal Dudung sendirian yang tengah menanti kepulangan istri termudanya.

Dina muncul di pintu kamar dengan seragam sekolah putih abu-abu yang dikenakannya sejak siang hari tadi. Dudung semakin bertarung dengan kalbunya yang sedari tadi memenuhi benak maksiatnya di kepala. Pandangan Dina masih saja acuh tak acuh padanya, tetap menunjukkan keangkuhannya pada dirinya yang telah ia rasakan sejak malam pertama mereka resmi menjadi pasangan suami istri. Namun kini ia mendapat balasan ekspresi wajah yang tak pernah ia dapatkan sebelumnya dari suaminya yang tua ini. Wajah Dudung kini begitu garang menghampiri keberadaan dirinya yang tengah melangkah menuju kamar mandi di kamar itu. Sorot matanya begitu tampak mengerikan di mata Dina. Namun tangan Dina telah tercekal oleh Dudung.

"Mas?! Mau apa kamu?!!"
"Mau apa?! Aku ingin menuntut hakku atas dirimu!"
"Apa-apaan kau Mas?! Aku sudah capek sehabis jalan-jalan dengan teman!"
"Hmm?! Capek?! Kapan kamu pernah bilang bahwa kamu tidak capek? Aku sudah jenuh mendengar segudang alasanmu!"

Dina berusaha melepaskan tangannya yang tercekal itu, namun Dudung begitu kuat mencengkram tangan mungil nan halus miliknya. Kelopak mata indah milik Dina nan biasanya begitu angkuh di mata Dudung, kini mulai berkaca-kaca menuntut belas kasihan pada suaminya itu.

"Lepaskan aku! Ahh.. Tolong!", jerit Dina akhirnya.
"Percuma saja engkau berteriak! Takkan ada yang mendengar!", balas Dudung.

Dan memang benar rumah besar itu sedemikian rapat struktur bangunannya, sehingga suara-suara dari dalamnya dapat teredam. Terlebih lagi di kamar itu daun pintu dan jendelanya terbuat dari kayu jati asli nan tebal. Dudung melemparkan tubuh Dina yang masih lengkap dengan sepatu seragam sekolahnya ke ranjang. Dina pun terjerembab di atas kasur mewah tersebut, belum lagi ia sempat bangun, Dudung telah menyusul menerkamnya bak singa lapar mendapatkan mangsanya.

Permohonan Dina tak digubrisnya sama sekali malam itu. Dudung sibuk mengikat istri ketiganya itu di atas ranjang dengan tali yang telah ia persiapkan sebelumnya. Dan ia mengikat pergelangan tangan kanan Dina dengan mata kaki kanannya, demikian pula tangan kiri diikat menjadi satu dengan kaki kirinya.

"Jangan Mas! Ampun! Ampunn!", mohon Dina begitu mengiba pada suaminya ini. Tapi Dudung malah membekap mulutnya dengan gelungan sapu tangan yang diikatkan melewati belakang kepalanya.
"Mmph.. Mmphh!", habislah daya upaya Dina untuk berteriak kini. Mulut mungil gadis itu telah dibungkam sepenuhnya oleh sang suami.

Dudung demi mendapati istrinya telah tak berdaya itu segera melolosi baju tidurnya yang seperti jubah dengan tali di pinggangnya. Seketika tubuh bugilnya yang hitam namun kekar itu dipertunjukkannya kepada Dina istrinya. Dina pun terkesiap, tak disangka sosok kurus suaminya itu begitu tegap dan ia secara refleks memandang ke arah selangkangan Dudung yang telah bugil ini serta melihat kemaluannya yang panjang mengangguk-angguk di antara jembutnya yang merona putih dan hitam di sana-sini seperti rambut di kepalanya yang bercampur dengan uban.

Dina terduduk di ranjang itu dalam keadaan terikat tangan dan kakinya. Bola mata indahnya nan bening itu tetap memancarkan belas kasihan yang mendalam. Tapi Dudung sudah tak peduli lagi akan hal itu. Kesabarannya telah habis untuk memaklumi istri mudanya yang belum berhasil ia tundukkan. Ilmunya tak akan sempurna kalau belum menggauli gadis itu. Ditatapnya wajah Dina yang cantik menawan itu. Hidung istri ketiganya begitu bangir dan mungil, semungil tubuhnya yang saat ini terikat erat. Bibirnya ranum merekah memerah di balik sumpalan sapu tangan. Rambutnya panjang terurai melewati bahu. Ah! Betapa cantiknya dara belia ini.

Dina pun meronta-ronta ketika Dudung berusaha membuka kancing seragam SMU-nya yang masih menyisakan rona keringat di sana-sini. Mereka berdua masing-masing bertahan pada kemauannya yang bertolak belakang. Terjadi pergumulan seru di antara keduanya. Meskipun dalam keadaan terikat Dina terus mengelak ke kanan dan ke kiri sehingga Dudung kesulitan untuk melepaskan kancing-kancing seragam sekolahnya. Namun tak diduganya sebuah tamparan telak menghantam pipi kirinya yang mulus putih itu. Plak!

Gadis itu membelalakkan matanya tak percaya bahwa suaminya akan berbuat kasar pada dirinya. Sesaat ia seperti tak sadar, sehingga memudahkan Dudung membuka kancingnya. Namun itu tak berlangsung lama, Dina berontak lagi menggoyang-goyangkan tubuhnya agar Dudung kesulitan dalam menjalankan aksinya. Mulut Dina menceracau tak jelas di balik bungkaman sapu tangan. Baru dua buah kancing yang terlepas di dadanya. Sampai sini Dudung sudah kehilangan akal sehatnya. Diambilnya gunting dari laci meja rias, kemudian diguntingnya seragam sekolah istrinya sampai menyisakan kutangnya saja. Namun rok abu-abunya masih menutup lengkap dari belahan pinggang rampingnya sampai ke bawah mendekati kedua lututnya.

Dina menangis sesenggukan, sementara Dudung semakin liar matanya menatap tubuh mulus istrinya itu yang telah sah dinikahi. Benar-benar putih dan bersih dari jenjang leher sampai pusarnya. Dudung pun lelah dengan ulah istrinya yang selalu mengiba lewat kelopak mata bening indahnya menatap minta dikasihani olehnya. Ia lalu membalikkan tubuh istri mudanya itu sehingga menungging di atas ranjang pelaminan mereka.

Dalam keadaan demikian posisi Dina benar-benar terjepit. Ikatan pergelangan tangan kanan dengan mata kaki kanan serta pergelangan tangan kiri dengan mata kaki kirinya benar-benar mengunci dirinya saat menungging. Pipi kanannya terpuruk di kasur ranjang dengan berurai air mata kesedihannya, namun dalam posisi itu Dudung sudah tak melihatnya. Dan memang itulah yang diinginkan Dudung, agar ia bisa puas menikmati jenjang tubuh dara belia ini tanpa harus melihat ekspresi mengiba itu.

Dudung melepas sepasang sepatu sekolah Dina yang masih melekat di kedua kakinya. Aroma pengap kaus kakinya yang putih bersih tercium oleh Dudung bagaikan undangan birahi yang datang dari surga ketujuh untuknya. Bagai kesetanan Dudung melolosi sepasang kaus kaki sekolah istri mudanya yang berpeluh tersebut untuk kemudian tanpa sepengetahuan Dina kaus kaki itu di ciuminya bergantian. Dengan tangan tuanya, dudung mengelus punggung gadis belia itu dengan lembut sebelum melepaskan tali kutang istri ketiganya tersebut.

Bra Dina kini telah jatuh ke sprei ranjang itu. Dudung kini jakunnya turun naik menikmati keindahan kedua bukit payudara istri mudanya yang menggantung membulat padat merangsang. Dielusnya puting payudara gadis itu bergantian kanan dan kiri sambil sesekali diremasnya. Tubuh Dudung kini membungkuk di atasnya seraya mencumbui tengkuk istrinya yang menungging tak berkutik dan masih tetap mengusap-usap kedua belah gunung kembarnya yang begitu kenyal di jari-jari tangannya.

Dina mulai merasakan sensasi aneh mulai menjalari tubuhnya ketika tangan-tangan tua lelaki ubanan itu merayap di belahan dadanya. Memang seumur-umur ia sama sekali belum pernah disentuh oleh lelaki sedekat dan seintim ini. Tapi ketidaksukaannya terhadap suaminya yang main paksa itu masih teramat kuat, sehingga ia berusaha menahan gairah dan rasa yang mulai mengisi sendi-sendi di tubuhnya.

Namun usaha Dudung tak hanya sampai di situ. Tak percuma ia sudah beristri lebih dari satu kalau tidak bisa membangkitkan birahi perempuan. Lewat sentuhan jari-jari tangannya ia mulai mengelusi titik-titik gairah istri ketiganya yang paling muda ini. Bahkan kini wajah Dudung menyusup ke kolong dada Dina yang menungging menggantung dan sambil telentang Dudung mulai menjilati dan mengulumi puting payudara indah milik istri mudanya tersebut.

Percuma saja Dina bertahan dengan kekukuhannya untuk menolak gairah perawannya yang tengah dibangkitkan oleh sang suami. Maklumlah seorang gadis belia seusianya belum mampu mengendalikan diri serta belum tahu cara bermain cinta. Seperti bermain layang-layang, ia tidak tahu kapan harus menarik dan kapan harus mengulur. Demikian pula saat bermain cinta, gadis itu tidak dapat mengendalikan sensasi birahi pada dirinya, sehingga langsung terhanyut ke dalam pusaran arus dahsyat yang disodorkan suaminya.

Puting payudaranya yang masih berwarna merah muda itu perlahan-lahan mulai membesar dan mengeras serta semakin kenyal memadat. Dudung pun merasakan perubahan itu dan ia pun senang karena daya upayanya membangkitkan gairah perawan istri ketiganya itu mulai menampakkan hasil. Ia semakin tekun menjelajahi lekuk liku tubuh dara belia yang telah separuh telanjang di hadapannya kini.

Setelah puas mempermainkan bukit kembar istrinya yang begitu indah menawan dipandang mata, Dudung pun bangkit berdiri dan mengambil posisi duduk di belakang pinggul Dina yang menungging. Perlahan ia menyibakkan rok abu-abu seragam sekolah istri mudanya itu sampai pinggangnya, maka kini terlihatlah sepasang paha putih Dina begitu indah terpampang baginya. Diusapnya paha putih bak lobak milik sang dara belia yang ceracaunya sudah tak diindahkan lagi oleh lelaki tua itu di balik bungkaman sapu tangan di mulutnya.

Sesekali diciuminya bongkahan paha putih istrinya yang masih beraroma keringat sehabis pulang tadi dan Dudung senang sekali dengan bau yang melekat di situ. Dudung pun tersenyum menatap bagian selangkangan Dina yang masih tertutup oleh celana dalam putih berenda miliknya, sebab ada rembesan basah nan lengket bening seperti putih telur di situ. Tahulah dia, istrinya sudah terangsang juga oleh keahliannya membangkitkan birahi wanita.

Tak sabar Dudung menantikan saat dimana ia akan dapat melihat apa yang tersembunyi di balik celana dalam putih berenda yang telah basah mencetak bening seperti sebuah kepulauan pada sebuah atlas. Diraihnya karet celana dalam itu serta diperosotkannya perlahan sampai setengah paha atas istrinya saja. Celana dalam yang tadi menutup belahan selangkangan Dina kini telah merosot setengah paha dengan bagian yang tadi menutupi keintimannya menjadi berbentuk mangkuk seakan mewadahi miliknya yang sangat pribadi itu.

Sampai di sini Dudung pun terpana menyaksikan keindahan dari selangkangan istrinya yang begitu menawan hatinya. Betapa tidak.. Baru kali ini ia dapat melihat kemaluan perempuan yang masih perawan, apalagi si Dina ini adalah seorang gadis yang masih sangat muda belia untuknya. Bulu-bulu jembut dara itu masih begitu halus dan tidaklah lebat seperti kedua orang istrinya terdahulu. Gundukan kemaluannya sangat kencang membentuk lekukan nan indah menawan hati. Dan yang lebih membuat Dudung terkesima dibuatnya, lubang keintiman Dina masih tertutup rapat menyerupai garis vertikal yang tak terlalu panjang menunjukkan bahwa lubang kegadisannya pasti sempit dan kecil.

Di atas celah kegadisannya bertengger pula lubang sempit ketat kepunyaan istri ketiganya ini berwarna merah muda yang berkeriput sedikit pucat yakni liang anus Dina. Betapa Dudung merasa sangat beruntung sekali malam itu, karena ia akan berkesempatan untuk menikmati kehangatan tubuh mungil istrinya yang sedemikian montok menggemaskan ini.

Dengan kedua belah ibu jarinya, Dudung membuka bibir belahan kemaluan Dina. Tampaklah isi dalamnya terkuak berwarna merah nan nyata bak buah pepaya mengkal yang dibelah dihiasi dengan kelentit kecilnya nan menjulang ke bawah dan bermuara pada rimbunan jembut kelaminnya yang menukik sedemikian rupa. Kira-kira sedalam satu buku jari dari celah yang terbuka itu, terlihatlah selaput dara gadis itu masih menyegel jalan masuk ke dalam lubang yang telah lama diidam-idamkan oleh suaminya ini.

Dudung pun merasa takjub, bahwa baru kali inilah dia dapat memandangi kemaluan perempuan yang masih suci lengkap dengan selaput keperawanannya yang berbentuk bulan sabit kembar nan menutupi atas dan bawah rongga keintiman dari istri mudanya ini sehingga hanya menyisakan sedikit rongga nan sedemikian kecil dan sempitnya untuk jalan masuk penisnya nanti. Aih! Sempit banget?

Dudung pun hanyut oleh fantasi pikiran yang dibuatnya sendiri bagaimana nanti ia akan merasakan kenikmatan dari jepitan selaput perawan kepunyaan Dina sang istri termudanya tersebut. Dapatkah nanti kelelakiannya menembus celah yang begitu mungil pada selangkangan gadis itu? Tak sadar bibirnya tersenyum mesum pada wajah tuanya yang penuh bopeng di sana sini.

Bagaimana Dudung tak merasa sangat beruntung mendapatkan Dina, sebab istri ketiganya ini bak bidadari nan jatuh dari langit saja dan sebenarnya sama sekali tak ada sebanding apapun dengan dirinya yang sudah di ambang kerentaan ini. Namun berkat keampuhan guna-gunanya kepada ayah dan ibu gadis itu, kini ia berhasil memperistrinya secara sah! Dan ia berhak menuntut haknya sebagai suami pada istrinya yang sah tersebut dalam ikatan benang merah perkawinan resmi di antara keduanya nan sudah terjalin.

Kini.. Dan di kamar ini ia akan membagi kebahagian ranjangnya bersama sang istri tercinta yang tengah tergolek menungging tak berdaya di hadapannya yang masih tak henti-hentinya menyaksikan celah keintiman nan memukau dalam pandangannya itu.

Liang itu masih membasah pada dinding-dinding dalamnya dengan cairan bening lengket di sana-sini. Baunya sangat sedap di penciuman Dudung kala ia mendekatkan hidungnya di belahan indah yang ia rekahkan dengan jari-jarinya. Aromanya sangat nyata terpancar dari dalamnya, begitu memancarkan keharuman nan pekat bercampur dengan bau pesing yang memikat. Namun wanginya tentu sangatlah jauh melebihi kedua istri tuanya yang sudah mendekati masa menopause. Tak heran karena kemaluan Dina masih suci serta belum pernah disetubuhi oleh lelaki, tentu saja baunya masih sangat sembab asli perawan murni!

Siapa yang tahan menyaksikan pemandangan itu begitu lama? Dan ini pun berlaku juga buat si Dudung yang langsung menyelipkan lidahnya di antara celah keintiman istri mudanya untuk kemudian melahap lendir bagian terlarang itu dengan rakus dan lahap. Sruph! Sruph! Dihirupnya air madu di selangkangan Dina untuk kemudian di telannya tanpa rasa jijik sama sekali olehnya di antara geliatan-geliatan sensasi geli yang dirasakan istrinya tersebut, padahal rasanya agak-agak asin sedikit.

Dina semakin berkelojotan diperlakukan demikian, bahkan semakin Dudung gencar menjilati belahan kegadisannya, lendir kemaluannya juga terus-terusan mengalir dari dalam selangkangannya. Bokongnya turut bergerak-gerak seirama jilatan lidah Dudung yang seakan mengorek-ngorek isi belahan kegadisannya nan intim. Selain itu kedua tangannya sibuk pula mengelusi bongkahan pantat Dina nan menyesaki rongga-rongga dada Dudung yang dipenuhi birahi hebatnya selama ini.

Ingin rasanya Dudung segera menikmati kepunyaan Dina, namun ia tak mau terburu-buru melaksanakan niatnya, apalagi langsung main hantam kromo. Dia ingin membuat Dina juga sama-sama menikmati permainan asmara ini berdua dengannya nanti, karena itulah janji yang telah ia ucapkan kepada penghulu maupun kepada ayah dan ibu Dina, bahwa ia akan membuat Dina bahagia dengan perkawinannya. Selain itu situasi rumah kini mendukung sekali niat Dudung untuk menggauli istrinya malam itu seiring dengan pekatnya malam nan mulai temaram dengan kedinginannya.

Dengan kelincahan lidahnya yang menari-nari di dalam belahan liang kegadisan milik Dina, Dudung juga mengait-ngait kelentit dara belia muda ini sehingga tampak melejit-lejit dibuatnya. Umbai itilnya turut bergoyang-goyang seirama ulasan lidah suami tuanya yang sah. Rasanya sungguh membuatnya lupa daratan, bagaikan di tengah laut lepas terombang-ambing tak bertepi hanyut dalam gerakan badai ombak ganas namun serasa lembut di awang-awang. Semakin lama kelentit dara itu mengembang memerah terisi oleh buluh-buluh darahnya nan tersirap sudah di pangkuan wajah suami tuanya.

Diam-diam Dina membatin dalam dirinya dengan hati berkecamuk antara kebenciannya pada Dudung serta gejolak pada tubuhnya nan seperti tak bisa ia bendung lagi. Tubuh dara yang menungging terikat itu bergetar hebat diperlakukan sedemikian rupa. Seluruh urat-urat di tubuhnya yang setengah telanjang itu seakan bereaksi menjadi satu menciptakan sebuah gelombang besar yang siap meletup setiap saat. Semakin ia berusaha menekan rasa itu, semakin beratlah ia menanggung derita karenanya. Celah keintimannya semakin berdenyut-denyut disertai rasa gatal nan menyerang berkepanjangan.

Perlahan-lahan kedua belah telapak kaki indahnya menekuk hingga tampak berjinjit di hamparan sprei putih mahligai cinta rumah persembahan orang tuanya untuk mereka. Getaran di tubuh mulusnya semakin kuat sampai mirip menyerupai geleparan-geleparan kecil. Otot-otot di perutnya yang ramping nan terbuka separuh telanjang itu terlihat berkedut-kedut seiring dengan bongkahan pantatnya yang semakin mengeras. Dudung pun mengetahui apa yang tengah menimpa istrinya sekarang dan ia pun menambah kuluman serta jilatannya mengulas ke segenap penjuru daerah keintiman istrinya yang terlarang bagi lelaki lain selain dirinya yang telah disahkan resmi sebagai suaminya.. Itulah keuntungan terbesarnya malam ini.

"Ouggh! Efhh.. Ouh.. Aaffrghh!!"

Itulah jeritan gadis sekolah berusia 18 tahun saat di ambang puncak kenikmatannya yang tak tertahankan lagi seiring dengan banjirnya isi lubang kemaluannya nan kini sarat dengan cairan putih seperti air santan kelapa. Lendir itulah yang kiranya dinanti-nantikan oleh Dudung sejak tadi, sebab air kemaluan orgasme seorang perawan dianggap berkhasiat sebagai obat awet muda serta dapat menguatkan kembali keperkasaan lelaki.

Serta merta disedotnya air santan yang mengalir dari lubang berbulu basah milik sang istri mudanya itu bak orang haus di padang pasir saat meneguk air oase pada sela-sela pinggul dara itu yang masih berkelojotan melepas luapan puncak birahi pertamanya di hadapan sang suami. Curahan air santan itu bersemburat lewat isi dalam liang kemaluannya yang dilihat Dudung berdenyut bahkan cenderung mengempot. Dudung pun terkesiap melihat empotan pada lubang kemaluan Dina yang masih utuh dengan selaput keperawanannya sambil berpikir.. Seperti inikah?

Dina pun terkapar dalam keadaan masih menungging di ranjang bersimbah peluh di sekujur tubuhnya merasakan sisa-sisa kenikmatan duniawi yang tak pernah dirasakan sebelumnya. Baru kali ini ia mencapai keadaan surgawi dunia perkawinan, padahal suaminya belum lagi menyebadaninya. Gadis itu terlena beberapa saat sehingga ia sama sekali tak sadar bahwa Dudung di belakangnya tengah mengambil posisi berlutut pada bokongnya nan terhidang sambil menggenggam batang pelirnya yang telah tegang mengacung.

Batang pelirnya berukuran cukup panjang di usia senjanya itu dan sudah mempunyai jam aksi yang sangat banyak bersama kedua istrinya terdahulu. Kepala kejantanannya diarahkan tepat pada celah masuk gerbang surga sang dara belia nan cantik yang sungguh mempesona dirinya, sebab saat itu dirasanya paling tepat untuk memulai penetrasinya pada Dina yang memeknya sudah sembab membasah tertimpa oleh orgasme pertamanya sendiri barusan.

Daging kepala kontolnya telah lekat pada pintu masuk belahan kemaluan sang istri dan dalam kondisi siap untuk melakukan ritual persetubuhan dengannya. Ujung penisnya yang seperti helm baja serdadu itu sudah terarah sepenuhnya ke belahan selaput bulan sabit kembar kepunyaan Dina istrinya nan masih perawan tersebut. Gadis itu terhenyak ketika Dudung menghentakkan pinggulnya berusaha menembus gerbang pintu surga miliknya yang paling berharga. Namun apalah dayanya sebagai perempuan lemah dalam kondisi terikat erat kedua tangan dan kakinya, apalagi Dudung mencengkeram kuat-kuat pinggang rampingnya dimana rok abu-abunya masih melekat tersibak di situ.

Dina hanya bisa melenguh kesakitan saat suaminya mulai menodainya. Berkali-kali pelir Dudung terpeleset-peleset ketika dihunjamkan ke dalam lubang memek berbulu basah itu. Dara itu pun hanya dapat menjerit dalam bungkaman sumbatan sapu tangan di mulutnya. Peluh keduanya telah mengucur membasahi sprei ranjang perkawinan mereka malam itu. Dudung pun baru tahu bahwa ternyata memperawani seorang gadis akan sesulit ini. Tapi kepalang tanggung sudah, ia terus berusaha sekuatnya menembus benteng pertahanan istri ketiganya itu dengan gencar. Akhirnya topi baja sang dukun pengobatan ini berhasil jua terjepit oleh bibir memek Dina yang perawan.

Kini dirasa oleh Dudung bahwa ujung kontolnya telah bersentuhan dengan selaput dara gadis bidadari impiannya itu. Sudah terasa hawa hangat mengaliri daging kepala pelirnya dan memberikan rasa nyaman yang sukar dilukiskan. Perlahan ia menekan selangkangan Dina dengan kekuatan pinggulnya nan berotot dan kontolnya mulai melesak masuk ke dalam kemaluan istri termudanya ini. Dina menggigit kuat-kuat saputangan penyumbat mulut mungilnya berusaha menahan pedih pada memeknya yang mulai dijejali pelir lelaki tua itu. Wajahnya yang terpuruk pada kasur dihentak-hentakkannya ke kiri dan kanan menghalau rasa sakit saat selaput daranya mulai ditembusi oleh kontol lelaki yang hampir sebulan setengah telah menjadi suaminya itu.

Bertolak belakang dengan yang dirasakan oleh Dina, Dudung malah merasakan nikmat nan amat sangat menjalari tonggak kejantanannya. Kontolnya serasa menembus sesuatu yang lunak basah namun sangat lembut dan begitu hangat saat daging keduanya berpadu. Tidak hanya itu, lelaki tua itu juga merasakan kontolnya seperti diurut-urut oleh daging hangat yang berdenyut-denyut menjepit kuat urat-urat kejantanannya ini. Semakin dalam kontolnya ia benamkan ke dalam celah memek yang penuh sesak itu, makin terasa hangatnya daging belia si Dina yang masih sekal dan ranum ini. Ketika masih menyisakan kira-kira satu setengah sentimeter dari pangkal selangkangannya yang berjembut ini, pelir Dudung telah berhenti sampai di situ.

Saat ia kembali menekan pinggulnya, tetap saja kontolnya sudah tidak dapat terbenam semuanya dan paling mentok sisa satu sentimeter saja. Agaknya kontol Dudung telah mentok ke dasar belahan memek gadis belia itu dan memang gadis seusia Dina lorong kemaluannya masih belum berkembang sempurna untuk menerima kehadiran kontol lelaki, namun itu bukan berarti mengurangi kenikmatan sama sekali jika bersanggama dengannya. Malahan lelaki akan merasa perkasa bila pelirnya mentok di dasar peranakannya. Itu memberi sugesti bahwa kejantanannya sungguh panjang dan kuat. Demikian pula dengan Dudung, ia pun bangga demi mendapati kontolnya mentok ke dasar belahan kemaluan gadis itu. Apalagi dasar memek Dina dirasanya begitu nikmat menahan helm bajanya kini.

Diremasnya kedua belah payudara Dina yang menggantung bebas itu sambil merasakan jepitan selaput daranya yang begitu menciptakan nikmat yang tak tertandingi dari apa yang didapat dari para istrinya terdahulu tanpa peduli lagi akan raungan yang tersumbat dari mulut istri terakhirnya ini nan sudah terpedaya di tangannya. Setelah puas barulah Dudung mencabut tonggak zakarnya dari lubang peraduan itu diiringi dengan genangan darah kesucian Dina yang membasahi kulit luar batang pelirnya. Sebagian lagi menetes-netes jatuh ke gumpalan celana dalam yang masih berkutat di paha putihnya nan mulus. Celana dalam putih berenda miliknya kini telah bernoda darah keperawanannya sendiri dan inilah yang diinginkan Dudung sebagai bukti penyerahan diri sepenuhnya dari sang istri kepadanya.

Setelah itu mulailah Dudung menggenjot tubuh Dina yang sudah mempersembahkan keperawanannya ini perlahan-lahan agar memek Dina yang masih terasa peret namun legit itu dapat menyesuaikan diri dengan ukuran pelirnya yang dikeluar-masukkan ke dalam lubang sanggama istri termudanya ini. Betapa hancur hati Dina demi mengetahui dirinya sudah berserah segala-galanya bagi lelaki tua yang pantas menjadi ayahnya itu. Tak ada lagi sikap tinggi hatinya ketika kini dalam posisi sedemikian rupa ia dipaksa melayani kemauan sang suami yang menuntut haknya. Dina pun sadar bahwa sebagai seorang perempuan yang telah menikah berkewajiban untuk melayani sang suami termasuk pelayanan ranjang seperti dirinya sekarang.

Pertanyaan di benak Dudung terjawab sudah dengan apa yang dirasannya detik ini. Rupanya lorong merah kemaluan istrinya mempunyai kekhasan yang khusus dan jarang sekali bisa ditemui dari setiap memek wanita. Dinding lubang vagina gadis itu dapat mengempot-empot dan menyedot-nyedot kelelakian Dudung yang terbenam di dalamnya. Agaknya ini merupakan tanda lahiriah nan dimaksudkan oleh gurunya. Tentunya wanita seperti Dina ini dapat memuaskan seorang suami dengan keistimewaan yang dipunyainya itu. Dan Dudung pun merasakan hal itu seraya mengusap peluhnya di dahi dengan penuh rasa puas, sudah dapat perawan, bisa ngempot lagi memeknya!

Dudung begitu terlena oleh permainan asmara paksa dan siksa ini atas istri termudanya ini. Bibirnya mendesah-desah seperti orang yang kepedasan di antara laju batang pelirnya yang keluar masuk menggesek-gesek dinding vagina sang dara belia nan terus mengurut zakar tuanya. Perlawanan Dina sudah tiada lagi, yang ada tubuhnya hanya mengikuti hempasan-hempasan yang dilakukan oleh Dudung pada memeknya dalam keadaan menungging seperti anjing. Lelaki bermuka bopeng yang beruban di rambutnya itu pun sangat senang mendapati istrinya telah bertekuk lutut dan paha padanya kini dan ia semakin gencar mengayuh biduk-biduk birahinya yang tertunda sekian lama akibat sifat ketak-acuhan gadis ini pada dirinya.

Hmm.. Somad! Lihatlah..! Kini anak semata wayangmu ini sedang kugauli di kamar rumahmu dan ia sudah berhasil kuperawani serta kutundukkan. Ternyata sungguh enak sekali memek anakmu ini Somad! Aku telah memenuhi janjiku akan membahagiakannya lagi.. Dan lagi setelah ini.. Sampai aku benar-benar puas nantinya.. Hmm.. Telah sekian lama aku bersabar dari hinaan dan cercaan darimu saat aku bermaksud baik meminang putrimu ini.. Lihatlah Somad! Aku dan putrimu telah bersatu dalam hubungan badan yang ditentang keras olehmu.. Padahal anakmu ini sebetulnya telah haus akan belaian seorang lelaki di usia belianya ini. Tak tahukah engkau bahwa putrimu begitu cantik untuk hanya dipajang di rumah mewahmu ini? Tak sadarkah engkau kemaluan anakmu ini sudah matang untuk dibuahi oleh seorang lelaki? Tetapi kau tidak mungkin menyaksikan semua ini, karena hal ini tabu bagimu, meskipun ia anakmu, tapi aku..? Dapat menyaksikan semua bagian-bagian yang tersembunyi dari anak gadismu kini, sebab akulah yang berhak melakukan ini padanya! Ha.. Ha.. Ha..

{Demikianlah umpatan hati Dudung di sela-sela ritual persetubuhannya}

Dudung menjatuhkan dirinya dari posisi berlutut ke berbaring miring sambil menarik pinggul Dina yang masih tercengkeram oleh tangan-tangan tuanya tanpa kejantanannya lepas dari kemaluan istrinya. Dalam posisi tubuh keduanya rebah miring tersebut pelir Dudung semakin dirasa menusuk-nusuk tajam ke dalam lubang surga gadis itu. Duhh.. Kebayang nggak sih? Dina di usia belianya itu cantiknya seperti gadis pom-pom girls yang selalu menyemangati pagelaran olahraga. Tubuh rampingnya meliuk-liuk seirama hentakan Dudung pada selangkangannya yang terbuka bebas itu di ranjang. Kaki sebelah kanannya terjuntai bergoyang-goyang di udara menambah gairah bagi setiap lelaki yang melihatnya saat demikian sementara kontol sang suami keluar masuk di bawahnya menyumpal memeknya yang basah berjembut lembab namun berdenyut-denyut itu.

Lelaki tua seumuran ayah gadis itu leluasa sekali tengah membuahi rahimnya malam itu mendaki jenjang demi jenjang luapan syahwat nan menggelora diburu birahi terpendamnya yang menuntut penuntasan secepat-cepatnya. Batang zakar Dudung sudah berkilat-kilat berlumur cairan kewanitaan Dina dan hentakan yang diarahkan ke liang vagina sang dara ini dirasa semakin menggelitik kembali umbai kelentitnya serta membawa rasa gatal tak berkesudahan meminta untuk digesek dan digesek lagi.. Terus dan terus..

Sampai di sini Dina pun tak tahan lagi. Sekujur tubuhnya yang miring membelakangi suaminya itu tergetar hebat oleh pancaran dahsyat arus birahi nan melanda dirinya demi melayani keliaran dan kebuasan pelir lelaki tua tersebut. Kaki kanannya yang terjuntai tadi bergerak menendang-nendang di udara dengan semua otot-otot tubuhnya menegang sudah. Kedua terlapak kakinya yang mulus putih itu tertekuk kaku sudah mewarnai puncak orgasme keduanya nan telah tiba. Dudung pun merasa kontolnya makin dipijit-pijit dahsyat dalam kenyamanannya pada vagina sang gadis belia, namun sebagai lelaki berpengalaman yang sering melakukan permainan syahwat dia masih dapat mengendalikan orgasmenya sendiri.

"Aarghh! Ouaafrghh..!!"
"Oh.. Uoohh.. Dina istriku.. Enak sekali punyamu Sayangghh.."
"Uffh.. Affghh.."
"Aku senang kau bisa merasakan surga dunia pula bersamaku.. Ayo kita ganti gaya.."

Tubuh sensual milik Dina didudukkan di atas pangkuan Dudung kini setelah rok abu-abu beserta celana dalamnya dilucuti semua hingga telanjang bulat sudah. Tangan-tangan liar Dudung tak lepas jua dari belahan dada gadis itu yang tengah mekar meranum di usia belianya dan terus meremas-remas dan memilin puting payudara indah mungil namun merangsang kepunyaan dara manis ini.

Dari bawah pantat Dudung turun naik seakan mengulek memek istri termudanya yang telah takluk itu dari bawah. Tiada sekejap pun batang pelir Dudung beristirahat di bagian paling pribadi di tubuh Dina, terus saja melaksanakan aksi ganasnya keluar masuk pada liang selangkangannya nan sudah berair santan kembali. Pada bongkahan pantat Dina, sepasang buah pelir Dudung yang bergoyang-goyang itu sudah terlumuri pula dengan cairan santan putih istri mudanya nan menandakan gadis itu kini telah menikmati pula permainan asmara paksa tersebut.

Kepala Dina terayun ke kanan dan ke kiri menyibakkan rambut hitam panjangnya nan melewati bahu ke setengah punggungnya seperti terlecut-lecut disodok-sodok oleh Dudung. Air mata telah kering dari kedua belah pipinya yang halus mulus. Mungkin ia sudah berusaha menyesuaikan perlakuan sang suaminya dan liang sanggamanya mulai terbiasa dengan ukuran pelir Dudung. Bibir memeknya mengembang dan menyusut sebentar seperti menelan batang pelir itu, tapi secepat itu pula seakan memuntahkannya terus menerus dan berulang kali tak terhitung sudah banyaknya. Tatapan mata Dina sudah sendu padanya di balik bungkaman sapu tangan di mulutnya yang mungil itu, namun Dudung bertekad sebelum ia membuahi peranakan istrinya, tak akan ia lepaskan ikatan itu terlebih dahulu.

Malahan lelaki tua ubanan yang bopeng itu semakin gencar saja mengoyak-ngoyak isi dalam lubang sanggama istrinya nan terus mengempot urat-urat kelelakiannya yang bersemayam sekian lama mengisi keheningan malam. Denyut vagina Dina memang lain daripada yang lain, namun tak percuma Dudung yang berasal dari madura nan terkenal dengan ramuannya yang telah ia minum terlebih dahulu sebelum memperkosa istrinya ini. Keperkasaan tubuh tuanya masih dapat mengimbangi pelayanan memek gadis ini nan memberi fantasi birahi terdahsyat selama hidupnya yang pernah ada. Bahkan tubuh ramping nan polos milik Dina dalam ketelanjangan di atasnya kembali dibuat meraih orgasmenya lagi.

Tubuh bugil gadis itu telah jatuh tertelungkup dalam dekapan Dudung seakan semua tulang-tulangnya telah terlolosi pada seluruh sendi-sendinya. Dudung segera membalikkan tubuh mungil istrinya hingga telentang di sebelahnya, kemudian ia bangun dan membuka kembali belahan paha Dina sampai kedua kakinya mengangkang lebar. Memeknya yang basah sudah bolong seukuran kontolnya, ia pun sudah tak melihat lagi selaput dara bulan sabit kembar yang tadinya dimiliki oleh istri termudanya ini. Banggalah Dudung menikmati pemandangan tersebut, sebab kini dialah lelaki pertama yang mengisi hidup Dina sekaligus mengenalkan gadis itu dengan permainan cinta dua insan nan terpaut umur sangatlah jauh ini.

Dudung menempatkan pinggulnya di antara celah paha yang terbuka itu lagi, kedua kaki dan tangan Dina ditempelkan pada pinggangnya sampai mengepit di situ. Dia kembali lagi melakukan haknya sebagai suami untuk mencurahkan segenap hasratnya yang akan ditumpahkan ke rahim istrinya yang seharusnya berkewajiban melayani kemauan dan kehendaknya tanpa harus dipaksa seperti pada apa yang terjadi di malam ini. Ia kembali menembusi dasar belahan surga dara belia itu lagi dan pelirnya tetap harus mentok seperti tadi, tidak bisa maksimal! Tapi ia senang sekali.. Sebab dasar vagina seorang gadis usia sekolah seperti layaknya Dina ini benar-benar sukar untuk dilukiskan dengan untaian kata-kata apapun!

Sang malam pun sudah merambah jauh dari puncak kepekatannya dan hening pun masih menyelimuti kawasan rumah besar nan mewah dimana kedua insan itu berada. Tidak seorang pun yang tahu bahwa di malam nan sepi itu telah terjadi pemaksaan kehendak sang suami kepada istrinya dalam ikatan benang merah perkawinan. Senandung balada birahi Dudung dan Dina masih mewarnai permainan ranjang pasangan suami istri ini nan belum juga berujung.

Kini di atas ranjang Dudung berdiri dengan badan tertekuk sedikit ke belakang dengan kedua tangan kekarnya menahan kedua tungkai kaki serta tubuh telanjang istrinya yang terkangkang di pelukannya. Punggung Dina menempel ketat pada dada bidang serta perut milik Dudung yang kekar berotot serta berbulu agak lebat itu. Dalam posisi sedemikian rupa inilah Dudung kini mengentoti istri ketiganya ini dengan sangat gagah perkasa.

Kedua belah kaki Dina yang tergantung tampak bergoyang-goyang pasrah dan lemas dalam pelayanan seorang istri nan telah takluk sepenuhnya pada sang suami ini. Tubuh bugil miliknya telah lunglai bersimbah peluh nafsu durjana dari sang dukun pengobatan, sebab sudah terhitung empat kali gadis itu orgasme dibuatnya. Rasanya.. Lendir memek dan cairan air santan kelapa kepunyaannya sudah tercurah habis dari tubuh mungilnya ini, namun Dudung masih tiada henti menyetubuhinya hingga larut menjelang pagi. Setelah dirasa istrinya telah benar-benar lunglai dalam gendongannya serta terkuras habis seluruh tenaganya, barulah Dudung mulai mendekati orgasmenya sendiri.

Dina kembali direbahkan di ranjang nan penuh noda perkawinan sepasang insan yang tak layak oleh perbedaan usia itu, sementara Dudung berada di atas menindih tubuh telanjang mungil istrinya yang kedua belah tungkai kakinya dikunci dengan tangan-tangan kekar tuanya. Sodokan pada vagina gadis itu semakin kuat dan gencar mengayuh biduk-biduk birahi yang menyala sedemikian membaranya. Kelentit dara itu pun semakin mengembang kembali dalam kebasahannya nan sensual di mata suaminya yang sibuk mempersiapkan moment terakhir ritual persebadanan itu. Sepasang testis suaminya tampak menampar-nampar dengan keras lubang anus dara itu yang berada di bawahnya dalam persetubuhan liar nan penuh nafsu badani tersebut.

Dudung pun tahu bahwa istri mudanya ini sedang menuju pula ke orgasmenya yang terakhir dan ini ditunjukkan oleh jepitan kedua belah kaki dara belia itu pada kedua belah pinggangnya kiri dan kanan yang semakin bertambah kuat menekan panggul dan pantatnya dengan kedua jari-jari kakinya bersilangan mengunci dirinya. Tangan Dina pun mencengkram lengan Dudung menahan rasa geli dan gatal yang menyerang kembali vaginanya nan berdenyut-denyut hangat menelan keberadaan penis suaminya. Dan.. Tubuh lelaki tua itu pun menegang sudah, tertekuk seperti udang di atas sang dara cantik yang diangkat pinggulnya sampai tidak lagi menempel di kasur ranjang. Tubuh sang dukun ini langsung berkelojotan mencurahkan segenap hajatnya ke dalam rongga peranakan istrinya. Seluruh air mani Dudung muncrat-muncrat tanpa bisa dikendalikan lagi olehnya mengisi setiap kisi dan celah lorong hangat sejuta kenikmatan surgawi kepunyaan Dina.

Gadis inipun menggelepar-gelepar laksana ikan dari kolam yang dilemparkan ke tanah nan kering bersamaan dengan semburat pertama mani lelaki itu di rahimnya. Dina pun meraih orgasme terakhirnya bersama-sama dengan sang suami yang telah memberikan kepuasan padanya berkali-kali dalam semalam ini. Kedua tubuh telanjang nan larut dalam persetubuhan panjang itu ambruk seketika pada luapan puncak persanggamaan penuh paksa ini bersimbah dengan tetesan peluh kenikmatan mereka masing-masing.

Kontol Dudung masih menancap di lubang memek Dina dan ia tak rela kalau air maninya sampai tersia-sia, jadi sampai tetesan terakhir ia rembesi untuk mengisi rongga peranakan gadis itu. Akan tetapi tubuh mungil Dina mana mampu menampung sperma suaminya yang tercurah sekian banyak dalam lubang kemaluannya. Belahan bibir memeknya yang masih merekah menelan pelir Dudung telah kebanjiran oleh cairan mani lelaki tua itu. Maka tak heran jika cairan sperma dukun tua itu sampai meleleh ke bawah membasahi lubang anus dan bokong putihnya serta menetes-netes di sprei ranjang perkawinannya.

"Mas Dudung! Jangan!"

Dina terbangun dari tidurnya, tetapi ia mendapati tubuh bugilnya kembali menungging dengan kedua tangannya kini terikat ke belakang punggungnya. Padahal baru jam tiga pagi sekarang, berarti ia cuma tertidur beberapa jam saja. Dirasanya jari-jari suaminya sedang membuka belahan pantatnya dan tengah melumuri lubang anusnya dengan lelehan madu, setelah itu dijilatinya sambil menikmati aroma manisnya.

"Jangan Mas! Khan jijik.. Jangan di situ ahh..", rengek Dina lagi.
"Diam kamu! Mana kewajibanmu sebagai istri hah?! Sekarang layani aku lagi.."
"Ampun Mas Dudung.. Aku masih capai sekali Mas.. Auh!"

Percuma saja Dina memohon untuk kedua kalinya, Dudung malah semakin menguakkan lubang pantatnya yang sempit dan kecil mirip kelip bintang di angkasa itu serta lidahnya menyusup gencar di dalam celah duburnya. Kalau lelehan madunya sudah habis dijilatnya, Dudung melumuri kembali dengan tetesan yang baru lalu dijilatinya lagi berulang-ulang. Betapa nikmat cara lelaki tua ini mempermainkan istri termudanya ini.

Dina menggelinjang mulai keenakan menerima sensasi baru lagi yang diberikan Dudung padanya. Lubang pantatnya serasa diceboki oleh lidah lelaki tua itu yang nafsu dan keliarannya tak jua berhenti di malam menjelang pagi hari ini. Dudung tertawa dalam hatinya, Hmm.. Kapan lagi aku dapat mencobai pantat perempuan muda seperti Dina ini, sebab kalau dari istrinya yang menjanda itu, tidak pernah sekalipun ia mau merelakan pantatnya dicucup seperti ini. Istri yang satunya lagi juga begitu, jijik katanya, cuih! Payah banget..

Lambat laun lubang vagina di bawahnya kembali dipenuhi oleh air kemaluannya di luar kesadaran Dina sendiri tubuhnya bereaksi atas perlakuan suami tuanya itu. Wajah keriput Dudung membenam di memek Dina untuk kembali menyedot cairan getah bening yang berasal dari rongga peranakannya, sayang untuk dilewatkan begitu saja lendir vagina ini. Somad! Aku akan memperawani juga anus putrimu ini.. Lihat saja sekarang.. Umpat Dudung lagi dalam hati. Setelah itu kontolnya diarahkan ke jalan masuk celah anus yang telah ia buka dengan kedua ibu jarinya, kemudian mendorong dengan tenaga penuh pada pinggangnya.

"Ahh! Ampun Mas Dudung! Sakit.. Sakitt! Auhh! Perih Mas.. Jangan di situ! Ampun..!!"

Dudung tak menanggapi rengekan istrinya, ia malah mengambil sebotol minyak miliknya untuk kemudian mengolesi lubang pantat gadis itu sebanyak-banyaknya. Ditusukkan lagi batang pelirnya yang sudah tegak berdiri mengacung ke dalam sempitnya anus Dina.

"Akhh! Jangan keras-keras Mas! Pedih! Akhh! Nyeri sekali.. Aduh!!"

Sudah sepertiga batang kejantanannya menyelusup masuk ke dalam dubur istrinya yang penuh sesak namun legit dan hangat sekali. Dudung mengeluarkan sedikit pelirnya, lalu digenjotnya lagi sampai separuh penisnya melesak ke lubang pelepasan dara belia yang tengah diperawani anusnya itu. Sesudahnya suara Dina sudah tak terdengar lagi, sebab ia telah tak sadarkan diri menahan rasa sakit pada anusnya yang diperkosa oleh sang suami.

Dudung tak peduli akan hal itu, ia bahkan tersenyum menyeringai puas dapat merasakan mengentot Dina melalui lobang pantatnya yang sangat lezat. Dara itu masih berusia delapan belas tahun, tentu saja lubang pantatnya masih terasa ketat menjepit pelir Dudung. Kontol Dudung yang keluar masuk masih terasa kesat dan peret sekali di dalam poros usus perempuan muda ini. Otot bibir anus gadis itu membentuk lingkaran cincin sungguh mengunci kuat-kuat batang penisnya yang keluar masuk di dalamnya.

Kini sudah dua pertiga kontol itu menembusi lubang pantatnya nan mungil menawan ini. Minyak yang tadinya melumasi dubur gadis itu sudah mengering, tapi sudah mulai terganti dengan lendir lengket yang berasal dari lubang hajat Dina kini. Dudung seakan tertunaikan keinginannya untuk menyetubuhi anus wanita dan ia semakin menjejalkan seluruh batang pelirnya sampai semua tonggak kejantanannya benar-benar amblas terbenam ke dalam lorong pelepasan sang dara cantik ini. Sangat enak nian anus si Dina ini mencengkeram erat batang kontolnya dari ujung hingga pangkal selangkangan Dudung. Lelaki tua itu bagaikan anak kecil yang mendapat mainan baru, terus dimainkannya tubuh istrinya ini laksana seorang budak pemuas nafsu saja.

Tangan kekarnya mencengkeram erat-erat pinggul istrinya yang pingsan ini sambil terus mengaduk-aduk isi belahan dalam anal nan disenggamainya dengan sangat liar tak terkendali lagi melampaui akal sehatnya. Dalam keadaan tak sadarkan diri, Dudung tak melihat tetesan air mata istrinya mengalir membasahi kedua pipinya kembali yang merembes saat detik-detik terakhir sebelum ia jatuh pingsan. Dukun tua itu malahan berterima kasih pada wangsit dari gurunya yang begitu sangat menguntungkan dirinya dapat mempersunting Dina sebagai istri ketiganya yang sah. Dudung semakin larut dalam kemaksiatan nafsu birahi rendah nan menjurus ke arah kebrutalan. Kontolnya terus mengayun-ayun mengulek-ulek keberadaan anus Dina nan sudah tiada daya sama sekali dalam rengkuhannya.

Bibir anus gadis belia ini mengembang dan menguncup semakin memerah disodok-sodok oleh kelelakian sang dukun. lubang pantatnya memonyong dan mengempot berkesinambungan seakan tengah mengunyah keluar masuk kontol sang lelaki tua itu yang sudah keriput dimakan usia. Batang zakar Dudung telah basah berlumur lendir lengket anus istri mudanya nan lezat tak tertandingi dibandingkan dengan istri-istrinya yang lain.

Akhirnya setelah lama menyodomi anus Dina, Dudung pun memuntahkan segenap sisa-sisa air maninya yang telah diproduksi oleh sepasang testisnya hari itu ke dalam celah lorong lembab nan lengket pada pantat sang gadis belia ini, kemudian tubuh lelaki tua itu terhempas lemas pada hamparan kasur empuk ranjang mewah di rumah besar mahligai perkawinan mereka.

Tangan halus yang menyisakan garis-garis merah tak beraturan di pergelangannya itu tampak bergetar memegang sebatang pena, sementara di sebelahnya masih mendengkur lelaki tua keriput kurus dengan wajah bopeng serta rambut ubannya yang telah resmi menjadi suami sahnya. Lembaran buku itu sesekali ditetesi oleh air yang jatuh dari kedua pelupuk matanya yang sembab sembari terus menulis kata demi kata di diary-nya. Hanya itulah satu-satunya tempat mengadu dari gadis yang bernama Dina itu kini tentang pernikahannya yang sama sekali tak lumrah di mata umum serta dirasanya bahwa tirai perkawinannya telah terkoyak sebelum waktunya.. Sebelum kesiapannya menerima kehadiran lelaki itu dalam hari-hari dan kehidupannya.. Apalagi membalas tulus dengan sesuatu hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap pasangan insan di belahan dunia ini.. Yaitu, C I N T A.

1 comment:

  1. Situs bokep terbesar di Indonesia komplekbokep.blogspot.com/ menghadirkan beragam macam kategori bokep yang terupdate untuk anda, seperti : 1. Film Bokep , 2. Foto Bokep , dan 3. Informasi Bokep , so, langsung saja kunjungi situs Komplek Bokep

    ReplyDelete