Friday 5 June 2015

Pembantu jadi Pejantan

 

Agustus 12, 2007
TERSINGGUNG KATA
Rumah yang mewah, uang yang berlebihan dan fasilitas hidup yang lebih dari cukup ternyata bukan kunci kebahagiaan untuk seorang wanita. Apalagi untuk seorang wanita yang muda, cantik dan penuh vitalitas hidup seperti Sari. Sudah satu bulan ini ia ditinggal suaminya bertugas ke luar kota. Padahal mereka belum lagi enam bulan menikah. Pasti semakin mengesalkan juga, untuk Sari, kalau tugas dinas luar kota diperpanjang di luar rencana. Seperti malam itu, ketika Baskoro, suami Sari, menelepon untuk menjelaskan bahwa ia tidak jadi pulang besok karena tugasnya diperpanjang 2 – 3 minggu lagi. Sari keras mem-protes, tapi menurut suaminya mau tidak mau ia harus menjalankan tugas. Waktu Sari merayunya, supaya bisa datang untuk ‘week-end’ saja, Baskoro menolak. Katanya terlalu repot jauh-jauh datang hanya untuk sekedar ‘indehoy.’ Dengan hati panas Sari bertanya: “Lho mas, apa kamu nggak punya kebutuhan sebagai laki-laki?” Mungkin karena suasana pembicaraan dari tadi sudah agak tegang seenaknya Baskoro menjawab, … “Yah namanya laki-laki, di mana aja kan bisa dapet.”
Dalam keadaan marah, tersinggung, bercampur gemas karena birahi, Sari membanting gagang telepon. Ia merasa sesuatu yang ‘nakal’ harus ia lakukan sebagai balas dendam kepada pasangan hidup yang sudah demikian melecehkannya. Kembali ia teringat kepada pembicaraannya dengan Minah beberapa hari yang lalu, kala ia tanyakan bagaimana pembantu wanitanya itu menyalurkan hasrat sex-nya.
Waktu itu ia bercanda mengganggu janda muda yang sedang mencuci piring di dapur itu. “Minah, kamu rayu aja si Iman. Kan lumayan dapet daun muda.” Minah tersenyum malu-malu. Katanya, “Ah ibu bisa aja … Tapi mana dia mau lagi.” Lalu sambil menengok ke kanan ke kiri, seolah-lah takut kalau ada yang mendengar Minah mengatakan sesuatu yang membuat darah sari agak berdesir. “Bu, si Iman itu orangnya lumayan lho. Apalagi kalau ngeliat dia telanjang nggak pakai baju.” Pura-pura kaget Sari bertanya dengan nada heran: “Kok kamu tau sih?” Tersipu-sipu Minah menjelaskan. “Waktu itu malam-malam Minah pernah ke kamarnya mau pinjem balsem. Diketuk-ketuk kok pintunya nggak dibuka. Pas Minah buka dia udah nyenyak tidur. Baru Minah tau kalau tidur itu dia nggak pakai apa-apa.” Tersenyum Sari menanyakan lebih lanjut. “Jadi kamu liat punyaannya segala dong?” Kata Minah bersemangat, “Iya bu, aduh duh besarnya. Jadi kangen mantan suami. Biarpun punyanya nggak sebesar itu.” Setengah kurang percaya Sari bertanya, “Iman? Si Iman anak kecil itu?” “Iya bu!” Minah menegaskan. “Iya Iman si Pariman itu. Kan nggak ada yang lainnya tho bu.” Lalu dengan nada bercanda Sari bertanya mengganggu,”Terus si Iman kamu tomplok ya?” Sambil melengos pergi Minah menjawab, “Ya nggak dong bu, “” kata Minah sambil buru-buru pergi.
PIKIRAN NAKAL
Dalam keadaan hati yang panas dan tersinggung jalan pikiran Sari menjadi lain. Ia yang biasanya tidak terlalu memperdulikan Iman, sekarang sering memperhatikan pemuda itu dengan lebih cermat. Beberapa kali sampai anak muda itu merasa agak rikuh. Dari apa yang dilihatnya, ditambah cerita Minah beberapa hari yang lalu, Sari mulai merasa tertarik. Membayangkan ‘barang kepunyaan’ Iman, yang kata Minah “aduh duh” itu membuat Sari merasa sesuatu yang aneh. Mungkin sebagai kompensasi atau karena gengsi sikapnya menjadi agak dingin dan kaku terhadap Iman. Iman sendiri sampai merasa kurang enak dan bertanya-tanya apa gerangan salahnya.
Pada suatu hari, setelah sekian minggu tidak menerima ‘nafkah batin’nya, perasaan Sari menjadi semakin tak tertahankan. Malam yang semakin larut tidak berhasil membuatnya tertidur. Ia merasa membutuhkan sesuatu. Akhirnya Sari berdiri, diambilnya sebuah majalah bergambar dari dalam lemari dan pergilah ia ke kamar Iman di loteng bagian belakang rumah. Pelan-pelan diketuknya pintu kamar Iman. Setelah diulangnya berkali-kali baru terdengar ada yang bangun dari tempat tidur dan membuka pintu. Wajah Iman tampak kaget melihat Sari telah berdiri di depannya. Apalagi ketika wanita berkulit putih yang cantik itu langsung memasuki ruangannya. Agak kebingungan Iman melilitkan selimut tipisnya untuk menutupi tubuh bagian bawahnya. Melihat tubuh Iman yang tidak berbaju itu Sari menelan air liurnya. Lalu dengan nada agak ketus ia berkata, “Sana kamu mandi, jangan lupa gosok gigi.” Iman menatap kebingungan, “Sekarang bu?” Dengan nada kesal Sari menegaskan, ‘Ia sekarang ,,, udah gitu aja nggak usah pake baju segala.” Tergopoh-gopoh Iman menuju ke kamar mandi, memenuhi permintaan Sari. Sementara Iman di kamar mandi Sari duduk di kursi, sambil me!ihat-lihat sekitar kamar Iman. Pikirnya dalam hati, “Bersih, rapih juga ini anak.”
MENCOBA JANTAN
Kira-kira sepuluh atau lima belas menit berselang Iman telah selesai. “Maaf bu …,” katanya sambil memasuki ruangan. Ia hanya mengenakan handuk yang melilit di pinggangnya.”Saya pake baju dulu bu,” katanya sambil melangkah menuju lemari pakaiannya. Dengan nada ketus Sari berkata,”Nggak usah. Kamu duduk aja di tempat tidur … Bukan, bukan duduk gitu, berbaring aja.” Lalu sambil melempar majalah yang dibawanya ia menyuruh Iman membacanya. Sambil melangkah keluar Sari sempat berkata “Sebentar lagi saya kembali.” Dengan kikuk dan kuatir Iman mulai membalik halaman demi halaman majalah porno di tangannya. Tapi ia tidak berani bertanya kepada Sari, apa sebenarnya yang wanita itu inginkan.
Setelah saat-saat yang menegangkan itu berlangsung beberapa lama, Iman mulai terangsang juga melihat berbagai adegan senggama di majalah yang berada di tangannya itu. Ia merasa ‘alat kejantanannya mengeras. Tiba-tiba pintu kamar terbuka dan Sari melangkah masuk. Iman berusaha bangkit, tapi sambil duduk di tepi pembaringan Sari mendorong tubuhnya sampai tergeletak kembali. Tatapan matanya dingin, sama sekali tidak ada senyuman di bibirnya. Tapi tetap saja ia terlihat cantik. “Iman dengar kata-kata saya ya. Kamu saya minta melakukan sesuatu, tapi jangan sampai kamu cerita ke siapa-siapa. Mengerti?” Iman hanya dapat mengangguk, walaupun ia masih merasa bingung. Hampir ia menjerit ketika Sari menyingkap handuknya terbuka. Apalagi ketika tangannya yang halus itu memegang ‘barang kepunyaan’nya yang tadi sudah tegang keras. “Hm ….. Besar juga ya punya kamu,” demikian Sari menggumam. Diteruskannya mengocok-ngocok ‘daging kemaluan’ Iman, dengan mata terpejam. Pelan-pelan ketegangan Iman mulai sirna, dinikmatinya sensasi pengalamannya ini dengan rasa pasrah.
Tiba-tiba Sari berdiri dan langsung meloloskan daster yang dikenakannya ke atas. Bagai patung pualam putih tubuhnya terlihat di mata Iman. Walaupun lampu di kamar itu tidak begitu terang, Iman dapat menyaksikan keindahan tubuh Sari dengan jelas. Tertegun ia memandangi Sari, sampai beberapa kali meneguk air liurnya. Tidak lama kemudian Sari naik ke tempat tidur, diambilnya posisi mengangkangi Iman. Masih dengan nada ‘judes’ ia berkata … “Yang akan saya lakukan ini bukan karena kamu, tapi karena saya mau balas dendam. Jadi jangan kamu berpikiran macam-macam ya.” Lalu digenggamnya lagi ‘tonggak kejantanan” Iman dan diusap-usapkannya ‘bonggol kepala’nya ke bibir ke’maluan’nya sendiri. Terus menerus dilakukannya hal ini sampai ‘vagina’nya mulai basah. Lalu ditatapnya Iman dengan pandangan yang tajam. Katanya dengan suara ketus, … “Jangan kamu berani-berani sentuh tubuh saya.” Setelah itu, … “Juga jangan sampe kamu keluar di ‘punyaan’ saya. Awas ya.” Lalu di-pas-kannya ‘ujung kemaluan’ Iman di ‘bibir liang kewanitaan’nya dan ditekannya tubuhnya ke bawah. Pelan-pelan tapi pasti ‘barang kepunyaan’ Iman menusuk masuk ke ‘lubang kenikmatan’ Sari. ‘Aduh … Ah … Man, besar amat sih” demikian Sari sempat merintih. Setelah ‘kemaluan’ Iman benar-benar masuk Sari mulai menggoyang pinggulnya. Suaranya sesekali mendesah keenakan. Tidak lama kemudian dicapainya ‘orgasme’nya yang pertama. Hampir seperti orang kesakitan suara Sari mengerang-erang panjang. “Aah … Aargh … Aah, aduh enaknya … ” Seperti orang lupa diri Sari mengungkapkan rasa puasnya dengan polos. Tapi ketika Sari sadar bahwa kedua tangan Iman sedang mengusapi pahanya yang putih mulus, ditepisnya dengan kasar. “Tadi saya bilang apa …!” Iman ketakutan, … “Maaf bu.” Lalu perintah Sari lagi, … “Angkat tangannya ke atas.” Iman menurutinya, katanya … “Baik bu.” Begitu melihat bidang dada dan buluketiak Iman Sari kembali terangsang. Sekali lagi ia menggoyang pinggulnya dengan bersemangat, sampai ia mencapai ‘orgasme’nya yang kedua. Setelah itu masih sekali lagi dicapainya puncak kenikmatan, walaupun tidak sehebat sebelumnya. Iman sendiri sebetulnya juga beberapa kali hampir keluar, tapi karena tadi sudah di’wanti-wanti,’ maka ditahannya dengan sekuat tenaga. Rupanya Sari sudah merasa puas, karena dicabutnya ‘alat kejantanan’ Iman yang masih keras itu. Dikenakannya kembali dasternya. Sekarang wajahnya terlihat jauh lebih lembut. Sebelum meninggalkan kamar Iman sempat ia menunjukkan apresiasi-nya. “Kamu hebat Man …” lalu sambungnya “Lusa malam aku kemari lagi ya.” Setelah itu masih sempat ia berpesan, …. “O iya, kamu terusin aja sekarang sama Minah … Dia mau kok.” Iman hanya mengangguk, tanpa mengucapkan apa-apa.
Sampai lama Iman belum dapat tertidur lelap, membayangkan kembali pengalaman yang baru saja berlalu. Kehilangan ke’perjaka’an tidak membuat Iman merasa sedih. Malah ada rasa bangga bahwa seorang wanita cantik dari kalangan berpunya seperti Sari telah memilih dirinya.
PEJANTAN GAGAH
Sesuai pesannya dua malam kemudian Sari datang lagi ke kamar Iman. Kali ini pemuda itu sudah betul-betul menyiapkan dirinya. Jadi Sari tinggal menaiki tubuhnya dan menikmati ‘alat kejantanan’nya yang keras itu. Walaupun suaranya masih ketus meminta Iman untuk sama-sekali tidak menyentuh tubuhnya, kali ini Sari sampai meremas-remas dada dan pinggul Iman ketika mencapai ‘orgasme’nya. Bahkan tidak lupa wanita cantik itu sempat memuji pemuda yang beruntung itu. Katanya, … “Man, Pariman, kamu hebat sekali. Selama kawin aku belum pernah sepuas sekarang ini. Terma kasih ya.” Iman hanya menjawab terbata-bata, … “Saya … Saya … seneng … Hm … Bisa nyenengin bu Sari.” Sambil membuka pintu kamar Sari berpesan. Katanya, …. “Iya Man, tapi jangan bosen ya.” Lalu tambahnya lagi, … “Udah, sekarang kamu terusin sama Minah sana. Aku mau tidur dulu ya.”
Dua malam kemudian kembali Sari menyambangi kamar Iman. Kebetulan tanpa penjelasan apapun siangnya ia sempat meminta pemuda itu untuk mengganti seprei ranjang dan sarung bantalnya. “Man … Kamu capek nggak? Sari bertanya dengan lembut. Rupanya berkali-kali dipuaskan pemuda itu membuatnya sikapnya lebih ramah. Iman tersenyum, … “Nggak kok bu. Saya siap dan seneng aja melayani ibu.” Tanpa malu-malu langsung Sari melepaskan daster-nya. Setelah itu dilorotnya kain sarung Iman. Dengan takjub ia memandangi kepunyaan lelaki itu. Tanpa sadar sempat ia memuji, … “Aduh Man, udah besar amat sih kepunyaanmu.” Lalu sambil mengocok-ngocoknya Sari sempat berkata, … “Hm Man, keras lagi.” Lalu sambil membaringkan tubuhnya ia meminta, … “Kamu dari atas ya Man. Aku mau coba di bawah.” Langsung Iman memposisikan ‘kemaluan’nya di antara celah paha Sari. Lelaki muda itu betul-betul terangsang melihat kemolekan nyonya muda yang sedang marah kepada suaminya itu. Tidak pernah terbayang sebelumnya bahwa ia boleh mencicipi tubuh yang seputih dan semulus ini. Apalagi Sari sekarang tidak lagi judes dan ketus seperti pada malam-malam sebelumnya, sehingga semakin tampak saja kecantikannya. Sempat terpikir oleh pemuda itu mungkin judes dan ketusnya dulu itu hanya untuk mengatasi rasa malu dan gengsinya saja. “Man …” Sari memanggilnya lembut, setengah berbisik. “Iya bu …” “Kamu gesek-gesek punyaanmu ke punyaanku dulu ya. Terus masukinnya nanti pelan-pelan.” Diikutinya permintaan Sari, digesek-geseknya ‘bibir kemaluan’ Sari dengan ‘ujung kejantanannya.’ Sari mendesah kegelian, hingga membuat Iman lupa diri. Tangannya mulai mengusap-usap paha dan perut Sari. Tapi wanita cantik itu menepis tangannya. “Jangan sentuh tubuhku, jangan ….” serunya tegas. Iman segera berhenti, ditariknya tangannya. Tidak berapa lama kemudian terdengar Sari meminta. “Man, masukin pelan-pelan Man. Tapi ingat … Jangan sampai keluar di dalam ya.” Pelan-pelan Iman mendorong ‘batang keras’nya memasuki ‘liang kenikmatan’ Sari. Perlahan tapi pasti, sedikit demi sedikit, ‘tombak kejantanan’nya menerobos masuk. Sari terus mendesah keenakan. “Maaf bu, saya mohon ijin memegang paha ibu, supaya punya ibu lebih kebuka.” Akhirnya Iman memberanikan diri meminta. Dengan terpaksa Sari mengijinkan, … “Iya deh. Tapi bagian bawahnya aja ya.” Begitu diberi ijin Iman langsung melakukannya. Walaupun tubuhnya tegak, karena kuatir menetesi tubuh Sari dengan keringatnya, ia dapat menghunjamkan ‘barang kepunyaan’nya masuk lebih jauh. “Ah Man, enak sekali.” Sari berseru keenakan. Langsung Iman menggoyangkan pinggulnya, ke kanan dan ke kiri, mundur dan maju. Sari terus mendesah keenakan, semakin lama semakin keras. Pada puncaknya ia menjerit lembut dan mengerang panjang. “Aduh Man, aku udah. Aduh enak sekali. Aaah, Maaan …. Aaah!”
Sementara beristirahat Iman menarik keluar ‘batang kemaluan’nya dan melapnya dengan handuk. Dengan tatapan penuh hasrat Sari memandangi ‘kemaluan’ Iman yang tetap kaku dan keras. Pada ‘ronde’ berikutnya Iman yang bertindak mengambil inisiatif. “Maaf bu …” katanya sambil kedua tangannya mendorong paha mulus Sari hingga terbuka lebar. Sari hanya mengangguk lemah, sikapnya pasrah. Rupanya rasa gengsi atau angkuhnya sudah mulai sirna di hadapan pemuda pejantannya. Ditatapnya wajah Iman dengan seksama. Sekarang baru ia sadar bahwa Iman bukan hanya jantan, tapi juga lumayan ganteng. Begitu berhasil menembus ‘liang kemaluan’ Sari, yang merah merangsang itu, Iman mulai beraksi. Sekali lagi goyangannya berakhir dengan kepuasan Sari. … setelah itu sekali lagi …
Sari tergolek lemah. Dibiarkannya Iman memandangi tubuhnya yang terbaring tanpa busana. Mungkin karena itulah ‘alat kejantanan’ Iman, yang memang belum ber-’ejakulasi,’ tetap berada dalam keadaan tegang. “Man … ” suara Sari terdengar memecah keheningan. “Kamu kok hebat sekali sih? Udah sering ya?” Iman menggelengkan kepalanya. “Belum pernah bu. Baru sekali ini saya melakukan. Sama ibu ini aja.” Dengan heran Sari menatapnya, lalu tersenyum karena teringat sesuatu. Tanyanya langsung, … “Tapi udah dikeluarin sama Minah kan?” Jawab Iman, … “Belum kok bu.” Semakin heran Sari. “Lho yang kemarin-kemarin itu? Kan udah saya kasih ijin.” Dengan polos Iman menjawab, … “Iya bu, tapi saya nggak kepengen.” Sari penasaran, … “Lho kenapa?” Dengan polos Iman menjawab, … “Abis barusan sama ibu yang cantik, masa’ disambung sama mbak Minah. Rasanya kok eman-eman ya bu.” “Jadi selama ini kamu tahan aja?” Jawab Iman, … “Iya bu, menurut saya kok sayang.” Entah bagaimana Sari merasa senang mendengar jawaban Iman. Ada rasa hangat di hatinya. “Ah sayang aku udah puas. Mana besok mens lagi …” Tapi ada rasa kasihan juga yang membersit di hatinya. Hebat juga pengorbanan Iman, yang lahir dari penghargaan kepadanya itu. Akhirnya ia mengambil keputusan …
“Sini Man, sekarang kamu yang baring di sini.” Kata Sari sambil bangun dari posisinya semula. Iman menatapnya dengan pandangan bertanya, tapi diikutinya permintaan majikannya. Sari segera membersihkan ‘barang kepunyaan’ Iman dengan handuk. Karena dipegang-pegang ‘daging berurat’ milik Iman kembali mengeras penuh. Sambil duduk di tepi ranjang Sari mulai mengelus-elusnya. Sempat ia berdecak kagum menyaksikan kekokohan dan kerasnya. Dirasakannya ukuran ‘daging keras’ Iman yang besar, ketika berada dalam genggaman tangannya. Keenakan Iman, hingga matanya sesekali terpejam. Bibirnya juga mendesis, bahkan sesekali mengerang. Tangan kanannya di tempatkannya di bawah kepalanya. Tangan kirinya mengusap-usap lengan Sari yang sedang mengocok-ngocok ‘barang kepunyaan’nya. Kali ini Sari membiarkan apa yang pemuda itu ingin lakukan. Setelah beberapa saat berlalu Iman mulai mendekati puncak pengalamannya. “Bu, saya hampir bu” Lalu lanjutnya lagi, “Awas bu, awas kena, saya udah hampir.” Sari hanya tersenyum. Katanya, “Lepas aja Man, nggak apa-apa kok.” Setelah berusaha menahan, demi memperpanjang kenikmatan yang dirasanya, akhirnya Iman terpaksa menyerah. “Aduh bu aduuuh aaah …” Cairan kental ‘muncrat’ terlontar berkali-kali dari ‘daging keras’nya, yang terus dikocok-kocok Sari. Tanpa sadar kedua tangan Iman mencengkeram lengan Sari dan menariknya. Tubuh wanita itu tertarik mendoyong ke atas tubuh Iman. Akibatnya cairan kental Iman juga tersembur ke dada dan perutnya. Tapi Sari membiarkannya saja, seakan-akan menyukainya. Setelah ‘air mani’nya terkuras habis baru Iman sadar atas perbuatannya. “Maaf bu, saya tidak sengaja …” Matanya terlihat kuatir. Sari hanya tersenyum, “Nggak apa-apa kok Man.” Lalu sambungnya, … “Aduh Man, kentelnya punyaan kamu. Banyak amat sih muatannya. .” Iman bernafas lega, apalagi ketika dilihatnya Sari melap badannya sendiri, lalu setelah itu badan dan ‘batang terkulai’ miliknya dengan handuk.
Sambil bangkit berdiri Sari mengenakan dasternya. Lalu ia berdiri di depan Iman yang masih duduk di tepi pembaringan. “Menurut kamu aku cantik nggak Man?” Tanyanya kepada pemuda itu. “Cantik dong bu, cantik sekali.” Sambil mengelus pipi Iman ia bertanya lagi, … “Kamu bisa nggak sementara nahan dulu?” Iman terlihat kecewa, “Berapa hari bu?” Tersenyum manis Sari menjwab, Yah, sekitar 5-6 hari deh.” Iman mengangguk tanda mengerti dan menatapnya dengan pandangan sayang. Sari membungkuk dan meremas ‘batang kemaluan’ Iman yang masih lumayan keras. “Punya kamu yang besar ini simpan baik-baik ya buat aku.” Lalu dengan gayanya yang manis ‘kemayu’ ia membuka pintu dan melangkah keluar.
MENGUMBAR HASRAT
Sementara berlangsungnya masa penantian cukup banyak perubahan yang terjadi. Iman sekarang nampak lebih baik penampilannya daripada waktu-waktu sebelumnya. Rambutnya ia cukur rapi dan pakaian yang dikenakannya selalu bersih. Ia sendiri tampak semakin PD atau percaya diri, kalaupun sikapnya kepada Sari tetap sopan dan santun. Apalagi ia yang dulu-dulu tidak pernah dipandang sebelah mata, oleh nyonyanya, sekarang sering diajak mengobrol atau menonton TV. Semua ini tentu saja menimbulkan tanda-tanya, terutama dari orang-orang seperti Minah. Apalagi Sari sering tanpa sadar membicarakan tentang Iman, dengan nada yang memuji. Di waktu malam Sari kadang-kadang terlihat melamun sendiri. Tapi rupanya bukan memikirkan tentang suaminya yang lama bertugas ke luar Jawa. Ia malah sedang merindukan orang yang dekat-dekat saja.
Setelah selesai masa menstruasi-nya Sari masih menunggu dua hari lagi, setelah itu baru ia merasa siap. Sore itu ketika berpapasan dengan Iman ia memanggilnya. “Shst sini Man.” Iman menghampirinya, … “Ada apa bu?” Dengan berseri-seri Sari menjelaskan, … “Nanti malam ya.” Iman merasa senang. “Udah bu? Kalau begitu saya tunggu di kamar saya ya bu. Nanti saya beresin.” Tapi kata Sari, … “Ah jangan, kamu aja yang ke kamarku. Jam 11-an ya?” Sambil melangkah pergi dengan tersenyum Iman mengiyakan.
Sari benar-benar ingin tampil cantik. Dibasuhnya tubuhnya dengan sabun wangi merk ‘channel.’ Tidak lupa dikeramasnya juga rambutnya yang hitam, panjang dan lebat itu. Lalu dikenakannya gaun malam yang paling ’sexy,’ yang terbuka punggung dan lengannya. Sengaja tidak dipakainya ‘bra.’ Setelah itu masih dibubuhinya tubuhnya dengan ‘perfume’ dan sedikit kosmetik. Begitu juga dengan Iman. Setelah mandi dan keramas dipakainya ‘deodorant’ dan ‘cologne’ pemberian Sari. Jam sebelas kurang sudah diketuknya pintu ruang tidur utama, yaitu kamar Sari.
Sari membuka pintu dan menggandeng tangan Iman. Pemuda itu tertegun menyaksikan kecantikan wanita yang berkulit putih itu. Sari mengajak Iman duduk di tepi ranjang. Ditatapnya mata pemuda itu yang balik menatapnya dengan rasa kagum. Sari tersenyum. “Malam ini kamu hanya boleh manggil aku Sari atau sayang. Mau kan?” Iman mengangguk sambil menelan ludah. Kata Sari lagi, … “Malam ini ini kamu boleh memegang saya dan melakukan apa aja yang kamu mau.” Agak gugup Iman menjawab, … “Eng … Terima kasih … Eng … Sayang. Kamu kok baik sekali. Kenapa? Saya ini orang yang nggak punya apa-apa dan nggak bisa ngasih apa-apa.” Sari merangkulkan tangannya ke leher Iman dan menidurkan kepalanya di bahu iman. “Kamu salah Man. Kamu itu laki-laki yang bisa memberi saya kepuasan yang total. Sejak kawin saya belum pernah mengalami seperti yang saya dapat dari kamu.” Lalu sambil tersenyum Sari meminta, … “Sini Yang, cium aku.” Iman mendekatkan bibirnya ke bibir Sari, lalu menciumnya. Tapi karena kurang berpengalaman akhirnya Sari yang lebih agresif, baru kemudian Iman mengikuti secara lebih aktif. Kedua bibir itu akhirnya saling berpagutan dengan penuh semangat. Dengan penuh gairah Sari melepas baju Iman. Sebaliknya Iman agak malu-malu pada awalnya, tapi akhirnya menjadi semakin berani. Dilepasnya gaun malam Sari, sambil diciuminya lehernya yang ramping, panjang dan molek itu. Dengan gemas tangannya meremas buah dada Sari yang ranum. Karena Sari membiarkan saja akhirnya ia berani menciumi, lalu mengulum puting buah dada yang indah itu. Sari kegelian. Tangannya mengusap-usap tonjolan di celana Iman. Kemudian dibukanya ‘ruitslijting’ celananya. Tangannya menguak celana dalam Iman dan masuk untuk menggenggam ‘batang kemaluan’nya yang telah mengeras. Tangan Iman juga langsung melepas celana dalam Sari, kemudian langsung ditaruhnya tangannya di celah paha Sari. Wanita cantik itu mengerang nikmat, rupanya sebelum dengan Iman rasanya cukup lama juga ‘milik berharga’nya itu tidak disentuh tangan lelaki. Kemudian Sari berlutut di depan Iman, hingga membuat pemuda itu merasa jengah. Ditariknya celana panjang Iman, sampai lepas. Lalu dimintanya Iman berbaring di tempat tidur.
Iman sempat merasa agak kikuk, tapi gairah Sari segera membuatnya merasa nyaman. Dipeluknya wanita itu dikecup-kecupnya lengan, dada, perut, bahkan pahanya. Karena kegelian Sari mendorong dada Iman hingga sampai terbaring. Sekarang gantian ia yang menciumi tubuh pemuda itu. Dengan mantap dilorotnya celana dalam Iman hingga terlepas. Cepat digenggamnya ‘batang kemaluan’ Iman yang sudah tegang keras berdenyut-denyut. “Man, Iman, besarnya punya kamu. Keras lagi …” Iman tersenyum, … “Abis kamu cantik sih Yang.” Sambil mengocok-ngocok ‘kemaluan’ Iman dengan manja Sari berkata, … “Rasanya aku gemes deh Man.” Iman tersenyum nakal, entah apa yang ada dipikirannya. Ia hanya menanggapi singkat, … “Kalau gemes gimana dong Yang?” Sari tersenyum manis. Tiba-tiba diciuminya ‘kemaluan’ Iman, hingga membuat pemuda itu terkejut. Dengan tatapan heran, tapi senang, dilihatnya Sari kemudian menjilati ‘alat kejantanan’nya. Mulai dari ‘bonggol kepala,’ terus sepanjang ‘batang’nya, bahkan sampai ke ‘kantung buah zakar’nya. Ketika Sari mengulum ‘kemaluan’nya di mulutnya Iman mengerang keenakan. “Aduh sayang, aduh enak sekali … Ah enaknya.”
Akhirnya Iman tidak tahan lagi. Ditariknya Sari dengan lembut lalu dibaringkannya terlentang. Didorongnya kedua paha Sari hingga terbuka lebar. Masih sempat diciumi dan dijilatinya tubuh Sari bagian atas, termasuk mengemut puting buah dadanya seperti bayi yang lapar. Lalu pelan-pelan didorongnya ‘alat kejantanan’nya masuk, menguak bibir ‘vagina’ Sari yang ranum, menyusuri liang kenikmatannya. “Pelan-pelan Man, … Punya kamu terasa besar amat sih malam ini, … Aah …” Sari mengerang keenakan. Akhirnya dengan sentakan terakhir Iman menghunjamkan ‘batang kemaluan’nya yang besar itu masuk. Begitu ia menggoyang pinggulnya Sari langsung mendesah. Rasanya nikmat sekali digagahi pemuda yang penuh vitalitas dan enerji ini. Iman terus menggerakkan ‘alat kejantanan’nya maju mundur, hingga membuat Sari mendesah dengan tanpa henti. Akibat gaya Iman yang agresif ini Sari tidak mampu menahan dirinya lebih dari 10 menit. Ia merasa seperti dilambungkan tinggi, sewaktu dicapainya puncak ‘orgasme’nya yang pertama. “Aduh Man, aduh, aku sayang kamu …. Aaah” Erangan panjang keluar dari bibir Sari. Tapi Iman ternyata masih kuat. Diteruskannya gerakan maju-mundur dengan pinggulnya. Akibatnya sensasi nikmat Sari, yang tadi hampir mereda, mulai meningkat lagi. Lima belas menit atau dua puluh menit berlalu sampai terdengar lagi jeritan Sari. “Man … Pariman … Yang … Aku lagi … Yang … Aaah … Aaah” Sekali inipun Iman merasa sudah hampir tiba di ujung daya tahannya. “Sari … Sayang, saya hampir …. Boleh?” Dengan nafas tersengal-sengal Sari memintanya, … “Iya Man, lepas sekarang Man …” Segera Iman mendorong dengan hentakan-hentakan keras. “Sari … Sayang … Aaah” Begitu Iman menyemburkan ’sperma’nya ke dalam ‘vagina’ Sari, ujung kepala kemaluannya berdenyut-denyut. Akibatnya Sari kembali merasa kegelian yang nikmat. “Man aduh Man aduh …”
Sari terkulai lemah. “Peluk aku dong Yang …” Disusupkannya kepalanya di ketiak Iman. Tangannya mengusap-usap dadanya yang berkeringat. “Kamu puas Man …?” Tanya Sari kepada Iman. “Puas Sayang, puas sekali” Dalam keheningan malam mereka berdua terbaring saling berpelukan, sampai Iman merasa tenaganya pulih. Sekali lagi ia minta dilayani. Walaupun Sari sudah merasa cukup, dipenuhinya kemauan pejantan mudanya itu. Dengan kagum dirasakannya bagaimana sekali lagi ia dipuaskan oleh birahi Iman. Akhirnya baru menjelang subuh Iman beranjak pergi untuk kembali ke kamarnya.

Yessy: Hancurnya Kesetiaan

September 21, 2007
Cerita ini di mulai saat Yessy, wanita muda yang cantik, berkulit putih, 27 tahun, bekerja sebagai staff akunting pada sebuah perusahaan konsultan. Dia ditempatkan di kota Pekanbaru. Dia dan suaminya yang bekerja di ibukota harus terpisah jarak, dan hanya tiap seminggu atau dua minggu sekali bisa bertemu dengan suaminya. Mereka sampai saat ini dalam usaia perkawinan mencapai 2 tahun belum juga di karuniai anak.
Sore itu hujan turun dengan lebatnya menyirami kota Pekanbaru yang biasanya sangat panas. Terllihat seorang wanita muda terjebak oleh hujan dan berteduh. Yessy terpaksa berteduh di teras sebuah kantor yang menjadi tetangga kantornya, menunggu hujan mereda. Tetapi ternyata hujan tak kunjung juga reda. Ia mulai kelihatan gelisah karena sore semakin gelap.
Tiba – tiba dari dalam kantor tersebut muncul sosok tegap berwajah simpatik.
“Hujannya sangat deras bu…”. Mengenakan kaos terlihat tubuhnya yang berisi itu tampak berisi. Berumur sekitar 40-an dengan wajahnya dihiasi kumis yang tipis.
“Iyaa..” sahut Yessy.
“ini bu payungnya pakai saja…, ibu kan di kantor sebelah kan…?”tanya lelaki tersebut.
“Kembalikan saja besok……”sambungnya kembali.
“Terimakasih pak……” sahut Yessy girang. Dengan ringan ia melangkah dan menerima payung tersebut dari lelaki gagah tersebut, dan menggunakannya….
Besoknya saat kembali ke kantor Yessy tak lupa mengembalikan payung yang di pinjamkannya. Lelaki itu bernama akhirnya diketahuinya bernama Murad. Dia adalah seorang kepala keamanan pada kantor di sebelah tersebut.
Beberapa hari kemudian…
Saat Yessy berangkat untuk bersama seorang temannya berencana hendak makan siang. Menggunakan sebuah sepeda motor mereka berboncengan menuju sebuah rumah makan tak jauh dari kantor mereka. Tiba – tiba…
Sepeda motor mereka oleng dan mereka terjatuh…, Sebuah kendaraan umum yang melaju dengan cepat telah menyerempet. Yessy panik dan bingung bagaimana harus bertindak.. Sekelebat ingatan muncul di kepalanya… Dengan cepat diraihnya ponselnya dan..
“halo……, ini dengan PT xxxx..? tanyanya tergesa- gesa.
“Betul.., ada yang bisa kami bantu bu…?sahut suara di seberang.
“Pak Muradnya ada…? Bisa saya bicara sebentar…? Sambung Yessy..
“Sebentar bu………….” sahut suara sipenerima tersebut. Tak lama kemudian..
“halo…………”sahut suara berat seorang lelaki di pesawat penerima tersebut.
“Ini Pak Murad…? Saya bu Yessy…..?ujar Yessy terburu-buru.
“Hmmmm…., yang di kantor sebelah ya…,ada apa bu…? sahut Murad di seberang sana.
Lalu Yessy menerangkan kejadian yang menimpa ia dengan temannya dan minta pertolongan lelaki tersebut. Dan kembali urusan tersebut menjadi selesai dengan kedatangan Murad di tempat mereka. Dan mereka pun mulai akrab. Terlebih lagi saat-saat Yessy yang baru pulang dari kantornya karena terpaksa lembur. Malam itu angkot tak juga lewat hingga lewat pulalah Murad. Dengan mengemudikan sepeda motornya ia berhenti di samping Yessy.
“Udah malam bu…, angkotnya sudah jarang, biar saya antar bu…”ujar lelaki gagah tersebut dengan sopan.
“Iya pak…, ga biasanya……”sahut Yessy ramah.
Mereka berbincang – bincang sejenak. Murad menemani Yessy sambil menunggu angkot yang lewat. Akhirnya dengan berat hati Yessy naik di belakang. Sepeda motorpun melaju menuju rumah kediaman Yessy. Tak lupa Yessy minta singgah di sebuah warung dalam perjalanan tersebut. Membeli beberapa pengganan untuk pulang. Sesampainya di rumah Yessy tak lupa mempersilakan Murad untuk mampir dan menyeduhkan secangkir teh. Sejenak mereka berbincang-bincang hingga Murad pun pamit untuk pulang kerumahnya.
Dan kejadian sama berulang kembali. Saat Yessy kembali menunggu angkot. Dan kembali Murad sang kepala keamanan menawarinya untuk di antarkan.. Saat itu Yessy kembali tak menampiknya karena dalam hatinya telah bersimpati atas kebaikan lelaki tersebut. Dan setelah itu kejadian pulang bareng pun sering mereka lakukan. Hal ini tanpa sepengetahuan karyawan teman sekantornya Yessy.
Hingga suatu saat….
Malam telah menjelang . Saat itu Yessy tengah menunggu angkot yang kunjung lewat. Ia menyesali kedatangannya yang begitu terlambat ke Pekanbaru setelah tugas luar ke Bangkinang yang melelahkan dan begitu menyita waktunya. Hanya para pengemudi ojek yang berebutan menawarkan jasanya. Yessy merasa tidak aman akan kehadiran para pengojek tersebut. Kembali teringat olehnya akan keberadaan Murad. Segera diraihnya ponselnya dan menghubungi Murad. Tak lupa dikatakannya untuk bergegas karena kekuatirannya tersebut.
Tak lama berselang Murad muncul dengan sepeda motornya. Segera Yessy naik di belakang. Dan sepeda motorpun melaju meninggalkan tempat tersebut. Oleh karena merasakan perutnya yang belum diisi tersebut telah menagih, segera Yessy minta pada Murad agar berhenti. Mereka berdua pun makan dengan lahapnya di warung pinggir jalan tersebut. Tak mereka sadari hujan mulai turun dan waktu telah menjelang jam 10 ….
“Bagaimana bu.. kita berteduh menunggu hujan saja…? tanya Murad kepada wanita muda yang cantik tersebut.
“Tanggung pak…, sudah di pertengahan perjalanan kita berangkat saja deh……” sahut Yessy yakin.
Segera Murad dan Yessy melaju dalam derasnya hujan… tak memperdulikan pakaian mereka yang pastinya akan basah kuyup. Hingga akhirnya mereka sampai di rumah Yessy. Segera Yessy menuju kamarnya untuk bersalin dan tak lupa memepersilakan Murad untuk masuk ke dalam rumahnya. Setelah salin Yessy memberikan pinjaman kaosnya untuk menggantikan pakaian Murad yang basah kuyup. Tak lupa di suguhkannya segelas teh hangat untuk menghangatkan agar tak masuk angin. Berbincang-bincang mereka sesaat…tapi hujan tak kunjung juga henti…
Mengingat besok adalah giliran jaga Murad bersikeras hendak pulang… Yessy tak dapat menahankan ia lagi. Diiringi tatapan Yessy di pintu sepeda motor Muradpun melaju. Tak jauh sepeda motor itu melaju kelihatan tersendat-sendat lalu berhenti. Dan Murad pun turun memeriksa dalam riuhnya hujan.. Yessy yang masih berdiri di pintu segera menghampiri dengan sebuah payung.
“Ada apa pak……? tanya wanita cantik tersebut setelah berdiri di samping sepeda motor tersebut.
“Ga tau nih…, tiba-tiba mogok saja.. sebentar saya periksa bensinnya..” ucap Murad seraya bangkit dan membuka tutup bahan bakar sepeda motornya.
“Betul bu…,bensinnya habis…”ujarnya dengan wajah bingung memandang wajah Yessy.
“Ya sudah.., kembali saja ke rumah saya…, besok pagi pak Murad bisa berangkat..” ujar Yessy menawarkan.
“Hmmm…, bagaimana ya…?ujar Murad dengan wajah bingung.
“Ayo……..”ajak Yessy.
Beriringan mereka kembali menuju rumah Yessy. Dan setelah memarkir sepeda motor, mereka berdua kembali berada di dalam rumah yang asri tersebut. Yessy memberikan sebuah bantal pada Murad agar dapat tidur di sofa ruang tamunya. Murad masih merasa sungkan – sungkan. Dan untuk mencairkan suasana Yessy berbincang – bincang menanyakan keluarga dan keadaan kota yang masih baru baginya. Baru diketahuinya bahwa Murad adalah seorang duda. Mereka duduk bersisian pada sofa yang berbeda.
‘Wanita ini sangatlah cantik malam ini…..’ batin Murad.
Tanpa disadari Yessy di tengah – tengah perbincangan mereka yang makin akrab, jemarinya telah berada dalam genggaman sang lelaki tegap tersebut. Perlahan jemari lentiknya di angkatnya menuju wajahnya.., dan sebuah kecupan dijatuhkan lelaki berkumis tipis tersebut pada jemarinya. Sontak Yessy kaget…Dan menarik tangannya. Tapi Murad pun tak membiarkan…
Segera ia pindah ke sebelah Yessy.
“Lebih baik Pak Murad tetap di kursi semula….”ucap Yessy tegas.
“Saya hanya ingin melihat jari ibu yang sangat bagus…, masa tidak boleh..?”ujar Murad kembali meraih tangan Yessy.
“Kuku ibu sangat terawat sekali…”tambah lelaki tersebut.
“Cincin ini juga sangat bagus…..”ujar Murad meneliti cincin kawin yang menghiasi jari manis wanita muda tersebut.
“Jangan macam-macam pak.., sebentar lagi suami saya akan menelpon dari Jakarta.., dan saya bisa saja mengadukan bapak..”tambah Yessy.
Murad tak menjawab, malah kini kedua tangan Murad mulai merengkuh bahu wanita muda tersebut. Menariknya ke arahnya.. Yessy berusaha untuk tak jatuh dalam rengkuhan lelaki tegap tersebut. Tapi apalah dayanya, tenaga wanitanya tak cukup kuat untuk melawan keinginan Murad. Dan ia terjatuh dalam dekapan erat lelaki itu. Menyadari hal itu Yessy berusaha memalingkan wajahnya, namun dekapan erat tersebut menyesakkan nafasnya. Dengan tangannya yang masih bebas Yessy berusaha menampar wajah lelaki tersebut. Tapi Murad pun tanggap dan menangkap tangan tersebut.
Murad mulai mendekatkan wajahnya. Kecupannya jatuh di permukaan pipi Yessy yang licin tersebut. Terus menjalar pada leher yang putih bak pualam. Menjilati urat leher yang menjulang menopang kepala yang tengah berontak tersebut. Terus menjalar ke atas, perlahan menyusuri lekuk rahang, terus keatas dan menyambangi bibir merah yang ranum. Dihisapnya perlahan kedua bibir yang ranum tersebut. Hingga Yessy tersedak hampir kehabisan napas.
Lalu tubuh sintal tersebut dilepaskan oleh Murad. Dan Yessy jatuh menelungkupkan wajah pada sofa. Mulai terisak-isak sembari menutupi wajahnya dengan kedua tangannya.
Murad kembali mendekatkan wajahnya. Tangannya menyibakkan rambut halus yang ada pada tengkuk wanita muda tersebut. Bibir berkumis tipis itu mendarat pada tengkuk Yessy. Bulu romanya segera berdiri… Tangan Murad tak tinggal diam dan berusaha menjangkau dada wanita muda tersebut. Yessy berbalik untuk segera menghindar. Namun Murad tak melepaskannya. Sebelah tangannya segera menahan punggung Yessy. Sementara yang sebelah lagi mulai menjalar pada dada yang terbungkus kimono biru tersebut. Ciumannya juga mampir pada bibir merah yang ranum milik wanita muda tersebut.
Mungkin karena hari itu adalah hari yang melelahkan bagi Yessy, rontaannya mulai lemah dan tak bertenaga lagi. Sehingga Muradpun dengan leluasa melakukan rabaan dan remasan pada sekujur tubuh wanita bertubuh langsing tersebut. Terasakan oleh Yessy betapa lincah dan sangat pandainya lelaki itu merabai tubuhnya. Yessy pun mulai terbakar, tapi ia tak menyerah begitu saja. Hingga …
“Lebih baik bu Yessy menurut saja.., saya bisa saja memperkosa ibu dan membongkar semua ini pada semua teman-teman ibu…”bisik Murad. Dalam isaknya Yessy segera terdiam. Kini tanpa perlawanan yang berarti Murad melucuti kimono dan dan celana tidur yang dikenakan Yessy sehingga praktis ia hanya mengenakan bra dan secarik segitiga pelindung pertemuan kedua pahanya.
Diraihnya bahu wanita muda tersebut agar berdiri dan memapahnya menuju kamar tidurnya yang terbuka. Di rebahkannya tubuh sintal yang menggairahkan tersebut diatas ranjang. Kembali Murad menekuni tubuh mulus indah tersebut. Ciumannya mulai merambat pada leher yang putih tersebut. Turun ke bawah menemukan lereng bukit dada yang masih terbungkus. Kecupan di jatuhkannya pada pada dada sebelah kiri. Yessy hanya diam sambil terisak isak. Tak lama penutup dada tersebut menyusul lepas, memamerkan ketelanjangannya dalam kegelapan. Yessy mencoba menutupi ketelanjangan dadanya dengan bantal. Tetapi tak menyia – nyiakan waktu lagi segera bibir berkumis tersebut mengulum dan menjilat puncak dada Yessy bergantian kiri dan kanan. Kadang hisapan disertai kuluman menerpa puncak dada yang memerah tersebut.
Sementara itu jari Murad telah berada di pertemuan kedua paha Yessy. Merabai kebasahannya dan kehangatannya. Kadang menyelinap ke balik kain tipis yang menutupinya. Merabai kehangatan kewanitaannya dengan intens. Dengan sedikit tarikan carik kain tipis tersebut menyusul bra yang telah terlepas lebih dahulu. Praktis Yessy telah telanjang..!!!
Murad bangkit dan melepaskan semua pakaiannya. Lalu kembali rebah mencumbui apa yang telah di mulainya tadi. Yessy masih berusaha merapatkan kedua kakinya, mencoba agar lelaki tersebut tak dapat meneruskan niatnya.
“Lebih baik ibu bekerjasama…, agar tak terjadi hal – hal yang lebih fatal..”bisik Murad. Yessy mengerti akan akibatnya dan mulai membuka kedua kakinya. Dengan perlahan Muradpun naik menelungkupi tubuh putih tersebut. Disibakkannya kedua kaki Yessy agar ia dapat merapatkan pinggulnya. Dan Murad pun bergerak…
Diiringi linangan air mata Yessy, perlahan kepala kejantanan Murad yang telah siap sedari tadi mulai membelah lepitan kewanitaan yang telah basah tersebut, perlahan terrusa maju hingga amblas dalam liang hangat kewanitaan Yessy. Tak ada lagi yang bisa di pertahankannya. Semuanya telah terenggut darinya. Kesetiaanya pada suami telah ternoda.
Kini Murad bergerak naik turun diatas tubuh sintal yang menggairahkan tersebut. Memacu nafsunya sendiri. Yessy hanya bisa diam dengan tubuh yang bergoyang – goyang. Merasakan betapa batang pejal milik Murad keluar masuk pada kewanitaannya. Menghujam tak henti-henti. Keringat Murad telah bersimbah di sana sini, tapi belum juga ia merasa lelah ataupun selesai. Yessy merasakan persetubuhan yang dialaminya saat ini sangatlah berbeda sekali dengan yang dialaminya bersama suaminya. Tubuhnya pun terbakar dalam nafsu Hunjaman batang pejal Murad pada kewanitaannya mau tak mau dirasakannya sebagai siraman batang hangat.
Klimaks telah dicapai Yessy. Tapi Murad masih tetap bergerak diatas tubuhnya. Memompa segenap birahinya pada wanita muda yang cantik itu. Tak lama kemudian Murad bergerak makin cepat. Diiringi dengus nafas yang juga makin memburu. Hingga….
Dengan satu hunjaman kuat Murad mengejang. Tubuhnya tersentak – sentak. Diiringi semburan demi semburan hangat memancur keluar dari batang kejantanannya, menyirami kebasahan di dalam kewanitaan Yessy. Lalu tubuhnya menggelosoh ke samping Yessy. Mereka terdiam dalam pikiran dan perasaan masing-masing.
Yessy merasakan tubuhnya sangat capai dan tulang-tulangnya serasa di lolosi. Betapa hancur perasaan dan harga diri Yessy saat itu. Ia merasa sangat kotor dan berdosa. Malam itu Murad kembali mengulangi hal yang serupa tanpa adanya penolakan dari Yessy…
—————————————-
Part 2
Minggu ini Yessy merasa kesal. Keinginannya ingin bertemu suami sirna setelah menerima telepon dari suaminya yang tengah berada di Kendari. Suaminya begitu larut dalam pekerjaannya sehingga telah hampir 3 bulan ini mereka tidak bertemu. Kenyataan bahwa dirinya telah ternoda sangat menghancurkan mentalnya.
Saat itu Yessy tengah berada di rumahnya. Hari itu adalah hari Sabtu. Sama seprti kantor lainnya hari tersebut ia libur. Perasaan kesalnya sangatlah memuncak. Tiba-tiba Hpnya berdering.
“Halo…., ooo Pak Murad” jawab Yessy.
Lalu ia terlibat pembicaraan serius di telefon tersebut. Kadang-kadang ia tertawa kecil. Dan tak lama kemudian.
“Oke saya tunggu………”tutupnya.
Setelah diam sejenak, langsung ia menuju kamarnya. Dan dengan cepat pula wanita cantik itu berganti pakaian. Mengenakan celana jeans dan kaos ketat membalut tubuh indahnya. Saat mengoleskan lipstik tipis pada pada bibir ranumnya, deru sepeda motor yang telah di kenalnya terdengar makin mendekat.
Sambil tersenyum ia melangkah ke luar kamarnya. Membuka pintu rumahnya… dan sebuah wajah simpatik yang telah mengisi hari – harinya muncul dengan sebuah senyuman pada wajah berkumis tipis tersebut.
“Udah siap……..?”tanyanya ramah sambil melangkah masuk.
“Udah…, berangkat langsung aja ya…?”ajak Yessy.
“ayok……..”sahutnya sambil kembali ke luar pintu.
Setelah mengunci pintu rumanya, segera Yessy naik di atas sepeda motor yang telah siap tersebut. Segera mereka meluncur membelah kota Pekanbaru siang itu.
Yessy siang itu terlihat segar dan cantik, pakaian yang membungkus tubuhnya serasi dengan dandanan tipis yang dikenakannya, berikut dengan rambutnya yang dikucir saja. Saat itu yang ada hanyalah keinginan bagaimana caranya agar kekesalan hatinya terobati. Hanya Murad yang dikenalnya cukup dekat di kota tersebut, meskipun untuk itu dirinya sampai terjebak yang berakhir pada persetubuhan yang sangat di sesalinya beberapa waktu yang lalu. Tapi nasi telah jadi bubur…
Sepeda motor tersebut melaju dengan santai dan tidak terlalu cepat. Sesuai dengan keinginan hatinya untuk menghilangkan kekesalan hatinya, sepeda motor tersebut meluncur ke arah kota Bangkinang. Awalnya mereka singgah makan siang pada sebuah restoran yang ada di peinggir jalan. Restorannya tidaklah besar tapi cukup bersih. Mereka makan dengan lahap karena waktunya makan siang telah lewat. Kembali mereka berangkat setelah mengaso sebentar.
Sesampainya di Bangkinang, Murad mengarahkan sepeda motornya pada sebuah rumah. Mereka mampir disana. Yang ternyata adalah temannya Murad. Yessy diperkenalkan pada isteri temannya di sana. Tak lama mereka berada di sana, dan kembali mereka meluncur membelah kota yang panas tersebut dengan sepeda motor. Hari telah mulai sore…
“Yessy ..kita mampir di hotel dulu ya….?”ujar Murad di tengah lajunya sepeda motor mereka.
“Untuk apa….., lebih baik kita pulang saja…”sahut Yessy.
“Aku capek mengemudikan sepeda motor…, kita istirahat saja sebentar..”ujar Murad lagi.
“Ah ga….., kita pulang saja..”ucap Yessy keberatan.
“Ya kamu pulang saja sendirian.., aku mau istirahat dulu..”ujar Murad tegas. Yessy berpikir sejenak. Tidaklah mungkin ia pulang ke Pekanbaru sendirian. Toh juga ia bersama Murad, orang yang cukup dekat dengan dia..
“Baiklah tapi jangan macam-macam…”ancam Yessy.
Sepeda motor mereka masuk ke sebuah hotel. Setelah mengikuti prosedur sebagaiman lazimnya. Mereka sampai di sebuah kamar yang ber-AC. Murad segera merebahkan dirinya di atas ranjang empuk tersebut. Sedangkan Yessy duduk di kursi yang tersedia dalam ruangan tersebut.
“Sini dong bu….., tolong pijitin saya, cape banget rasanya hari ini..”ucap Murad seraya bangkit dan menepuk – nepuk bahunya. Kemeja dan celana panjangnya telah lepas dan hanya mengenakan celana pendek.
Yessy segera mendekat, sudah tak ada sungkan lagi pada dirinya setelah kejadian beberapa saat lalu. Telah dua kali kesempatan sejak persetubuhan mereka yang pertama Murad berhasil menggaulinya. Dirinya sendiri sudah merasa hancur segalanya. Seorang wanita, menurutnya seperti ibaratnya durian, diluarnya tajam tetapi kalau telah terbuka sangatlah lunak. Ia tak dapat lagi menolak atau menghindari dan tak merasa perlu untuk menolak atau menghindar. Memang selama ini Yessy selalu berusaha untuk mengalihkan niatnya Murad tetapi selalu gagal dan gagal lagi..
Dengan jemari lentiknya Yessy memijat bagian belakang kepala dan bahu Murad. Yessy dalam posisi duduk di belakang Murad terus melakukan pijatan – pijatan. Awalnya Murad merasakan pijatan Yessy sangatlah nyaman dan sedikit membantu menghilangkan kepenatannya. Tetapi mungkin karena tenaga wanita itu lemah, Murad kadang menunjukkan dengan tangannya bagian mana yang harus di pijat.
Kadang sambil berlaku demikian tangan kanan Murad menggenggam paha Yessy yang terbalut jeans. Merabanya perlahan dan lembut. Terasa oleh Yessy aliran hangat mengalir dari tangan lelaki tersebut menembus jeansnya. Yessy menepisnya. Murad tidak meneruskan aksinya. Dan Yessy terus memijat pada bahu dan belakang kepala lelaki kepala keamanan tersebut.
Kembali tangan Murad bergerak, mengelus dan meraba paha langsing wanita muda tersebut. Yessy yang telah bosan menepis mendiamkan saja tangan tersebut bergerak pada sepanjang batang pahanya. Aliran rasa nikmat mulai timbul saat lelaki tersebut merabanya.
“sudah ah…..aku capai…”ujar Yessy sembari melepaskan tangannya. Tangannya telah lelah karena memijat bahu dan belakang kepala lelaki tersebut. Apalgi otot tubuh lelaki tersebut keras karena terbiasa berolahraga.
Tanpa di minta Murad berbalik. Kini ia yang gantian memijat bahu Yessy. Pijatan terasa sangat nyaman bagi wanita muda tersebut. Yessy diam dan menikmati pijatan yang dilakukan lelaki tersebut. Rasa capainya selama di perjalanan sedikit terobat. Tetapi Murad tak hanya memijat, kadang tangannya mengelus dan meraba bahu yang telanjang tersebut., hingga belakang telinga wanita bertubuh langsing tersebut.
“Ufhh…….”keluh Yessy merasakan elusan tersebut mulai memancing gairahnya. Murad tak berhenti. Bibir berkumisnya kadang singgah pada bahu telanjang tersebut. Menjilat dan mengecupnya.
“Buka saja deh bajumu…..”pinta Murad.
“Jangan pak…..”sahut Yessy.
“Buka saja biar aku memijatnya lebih leluasa….”pinta Murad kembali. Akhirnya dengan sedikit rasa enggan kaos ketatnya meluncur lepas melalui kepalanya, meninggalkan tubuh pemakainya. Segera terbentang di depan Murad bahu dan punngung telanjang wanita cantik tersebut.
Kini Murad kembali mendekati leher telanjang tersenut. Mengecup dan menjilatinya dengan perlahan. Lidah kasapnya merasakan setiap pori wanita cantik tersebut mengembang. Lidahnya meluncur naik keatas menemukan telinga lancip. Menjilati dengan lembut belakang telinga di sana. Segera Yessy merasakan setiap porinya terbuka. Berdiri setiap rambut-rambut halus yang berada disana. Bergantian bagian belakang telinga kiri dan kanan tak tertinggal kan oleh lelaki berkumis tersebut. Yessy hanya dapat mengeluh
“Uhh……….”keluhannya terdengar lirih.
Kini bibir berkumis tersebuit meluncur kesamping, menjelajahi garis rahang wanita cantik tersebut, terus ke depan dan akhirnya menjumpai bibir ranum yang tersaput gincu tipis. Langsung saja bibir ranum memerah tersebut mendapat kecupan yang bertubi-tubi. Kadang Murad menghisap dan melumat bibir lembut tersebut. Sedangkan kedua tangannya tengah berada pada kait bra milik Yessy. Tak lama bra tersebut ikut menyusul kaosnya yang terserak di lantai.
Murad segera membalikkan badannya. Kini mereka berhadapan. Kembali bibir ranum tersebut menjadi sasaran bibir berkumis lelaki gagah tersebut. Menghisap, melumatnya dengan perlahan. Lidah kasap milik Murad menerobos sela-sela gigi yang berbaris rapi tersebut, memaksanya membuka. Dan akhirnya lidah tersebut menjelajahi setiap mili bagian dalam mulut Yessy, menggoda lidah lancip wanita cantik tersebut. Rasa gelora mulai terbit oleh aksinya Murad. Dan Yessy pun mulai membalas setiap gerakan lidah milik lelaki tersebut. Dengan mata terpejam lidah Yessy mengimbangi setiap gerakan lidah lelaki itu. hingga saling belit di dalam kebasahan mulutnya.
Kedua tanggannya merangkul ke belakang leher Murad. Sementara itu kedua telapak tangan Murad bermain di dadanya. Meremas dan meraba kedua bukit mulus didadanya. Kadang memijit putiknya yang berwarna merah kecoklatan tersebut.
“Ahh……………..”desah Yessy mulai terdengar lebih sering, diantara kecipak bibir mereka. Rasanya sekarang tak bisa lagi menghindar karena birahinya sudah mulai terpicu oleh cumbuan Murad.
Kedua tangan Murad yang tadinya berada pada dada Yessy perlahan turun, menyusuri perut rata , terus ke bawah menemukan garis pinggangya yang terbalut jeans. Setelah melepaskan kancingnya dan menarik ritsnya kedua tangan Murad menarik lepas celana jeans tersebut dengan perlahan. Yessy membantu dengan mengangkat pinggulnya. Dan akhirnya jeans tersebut bernasib sama dengan pakaian lainnya. Terserak di lantai meninggalkan tubuh pemakainya.
Praktis kini Yessy tergolek di ranjang tersebut mengenakan secarik kain yang menutupi selangkangannya. Menatap Murad yang kini ikut berbaring disebelah kanannya dengan tatapan bergairah. Nafsunya telah terbangkitkan. Kembali Murad menjelajahi bibir ranum milik wanita muda tersebut dengan tekun. Sementara tangan kanannya meraba dan memijit bergantian pada kedua bukit yang membusung di dada Yessy. Kadang memilin putiknya dengan gemas.
“Uhh………”desah Yessy sambil memejamkan matanya. Rasa nikmat yang timbul membutakan hatinya. Yang ada dalam pikirannya adalah permainan ini harus di tuntaskan. Dan yang menuntaskan adalah yang memulainya.. dan juga karena ia tau bahwa lelaki yang tengah menggeluti tubuh indahnya akan dapat mengobati dahaganya. Telah ia rasakan bagaimana lelaki gagah tersebut dapat membuatnya melayang ke alam surga.
Tangan Murad kini menyusuri perut yang rata milik wanita muda tersebut. Merasakan setiap gerakannya menimbulkan erangan dan desahan yang membuatnya makin bersemangat. Tangannya terus turun menemukan karet pakaian dalam yang masih melekat di pertemuan kedua paha wanita cantik tersebut. Meraba dengan perlahan pada garis karet tersebut. Dan tanpa dapat di cegah oleh Yessy jari tangan tersebut menyelinap terus ke bawah, menemukan kehangatan di balik rambut halus yang berada disana. Merabai kehangatan yang timbul disana.
“Ahh…………”desah Yessy seraya menggelinjang. Kedua bola matanya mendelik saat jari tangan Murad meraba lepitan kewanitaannya. Menyelusuri belahannya dengan jari tengahnya. Bolak balik jarinya bergerak. Dan setiap gerakan yang perlahan tersebut menimbulkan lecutan-lecutan gairah yang makin menggelora mendera wanita cantik tersebut. Tepat pada benda sebesar kacang tanah di sana jarinya Murad membelai dan mengelusnya dengan intens. Kebasahan mulai timbul pada lepitan tersebut tetapi Murad tak menghentikan gerakannya. Jarinya seolah mempunyai mata untuk tau bagian mana yang dapat membuat Yessy makin bergairah.
Jari tersebut kembali ke atas, meraih karet kain pembungkus pertemuan paha Yessy yang telah basah di sana sini. Menariknya perlahan. Yessy berusaha mencegahnya dengan merapatkan kedua pahanya dan memegangi tangan Murad. Tetapi Murad terus menariknya dan akhirnya Yessy mengalah pada nafsunya dan keinginan Murad. Carik kain terakhir tersebut jatuh ke lantai. Yessy kini telanjang…!!!
Kembali kini jari tangan Murad beraksi pada lepitan kewanitaan Yessy. Meraba dan mengelus lepitan di pertemuan pahanya dengan tekun. Yessy hanya bisa menggeliat-geliat. Tubuhnya telah terbakar.
“Ohh………”Rintih Yessy sambil mendelik. Saat jari Murad mulai masuk pada kewanitaannya. Menyelusuri bagian dalam yang lembut dan telah basah tersebut. Meluncur makin dalam… dan mengorek-ngorek setiap dinding yang telah lembab tersebut berkali-kali. Yessy hanya bisa melentingkan tubuh indahnya dalam deraan nikmat yang diberikan oleh jari Murad.
Sambil memperlakukan Yessy demikian. Tangan kiri Murad meloloskan celana pendek yang dikenakannya. Sehingga kini kedua tubuh yang telah bersimbah keringat tersebut telanjang dalamkeremangan cahaya lampu kamar.
Yessy merasakan telah sampai pada saatnya hendak melepaskan seluruh nafsunya saat Murad bergerak. Dia membuka kedua kakinya ke samping saat Murad merayap naik diantara kedua kakinya. Dia mengetahui bahwa saatnya permainan yang sebenarnya akan dimulai oleh Murad.
Dengan bertelekan pada kedua tangannya Murad menempatkan kepala batang pejal miliknya yang telah tegak sempurna di permukaan lepitan kewanitaan Yessy. Mengambil napas sejenak dan… mulai mendorong…
Perlahan batang tegar tersebut menyibakkan lepitan kewanitaan Yessy yang telah basah tersebut. Murad terus mendorong pinggulnya dengan perlahan. Batang tegar tersebut meluncur memaksa otot kewanitaan Yessy membuka memberikan ruang untuk dirinya. Terus meluncur merasakan setiap mili dinding dalam kewanitaan tersebut telah basah dan siap menerima hingga terbenamlah seluruhnya didalam kewanitaan Yessy.
“Ahh…”Yessy merintih lirih. Tubuhnya menggeliat dan bola matanya kembali mendelik hingga yang terlihat hanya bagian putihnya saja. Terasa olehnya betapa batang tersebut begitu hangat dan kaku. Menyebarkan panas pada dinding kewanitaannya. Murad diam sejenak.
Naluriah kedua tangan Yessy memeluk leher lelaki gagah tersebut. Murad memandang wajah cantik yang berkeringat tersebut. Mulai mengangkat pinggul tegapnya, menarik dengan perlahan batang pejalnya. Yessy menahan napas saat tarikan itu terjadi. Gesekan yang timbul oleh batang tegar milik Murad terasa menggerus setiap mili dinding lembut di dalam kewanitaannya, memijit setiap tombol syaraf gairahnya, mengaktifkan setiap pembuluh nafsunya. Dan kembali Murad turun dengan perlahan. Meluncurkan kembali batang pejalnya menusuk masuk. Yessy makin terbeliak-beliak dengan mulut menganga.
Gerakan Murad perlahan tapi pasti makin cepat. Tubuh tegapnya bergerak konstan di tas tubuh mulus wanita cantik tersebut. Gairah Yessy yang telah di ujung batas dengan cepat melejit, berlarian di kepalanya menuju garis akhir. Akhirnya..
Pandangan Yessy menjadi gelap, dan dalam kegelapan tersebut sebuah rasa yang telah dikenalnya muncul. Mengalir dari kewanitaannya.., memencar melalui seluruh pembuluh tubuhnya, mengali pada sumsum tulang belakangnya naik ke kepala.
“Ahhh……..”erang Yessy dengan melentingkan tubuhnya saat klimaks datang menghampirinya. Membawanya melambung pada awan berwarna warni. Menerbangkan emosinya seringan kapas. Bola matanya hanya terlihat bagian putihnya saja. Rasa nikmat tersebut begitu indahnya membuat segenap tulang-tulang tubuhnya serasa berlepasan. Otot – otot kewanitaanya bergerak peristaltik seolah memijat-mijat batang tegar Murad yang berada di dalamnya.
Sementara Murad terus mengayunkan pinggul tegapnya. Mendorong keluar masuk batang pejalnya dalam kewanitaan Yessy. Tubuh tegapnya telah bersimbah keringat, menetes jatuh pada tubuh wanita cantik yang tengah menggeliat-geliat dibawahnya. Hujaman batang tegarnya tak kenal lelah terus mendera setiap syaraf birahi dalam kewanitaan Yessy.
Rasa yang di alami Yessy berulang kembali, tak terhentikan olehnya gerakan Murad karena ia juga menginginkan setiap siraman gairah lelaki tegap tersebut. Dahaganya harus di penuhi. Rintihan dan erangan Yessy meningkahi setiap gerakan naik turun Murad. Tak ada keinginan untuk berganti posisi karena dengan kondisi saat itu telah cukup membuat mereka meradang dan mengejang.
Dan akhirnya ..
“Aaaa…………..”erang Yessy saat mencapai kembali klimaksnya. Tubuh indahnya melejit-lejit di bawah lelaki tegap tersebut. Melentingkan tubuhnya bak busur panas saat gelombang demi gelombang menyeretnya dalam pusaran birahi. Kembali menerbangkan perasaannya dalam kekosongan. Dan menenggelamkannya pada palung samudera bergelora yang paling dalam.
“Arrgghh……….”geram Murad seraya menyentakkan tubuhnya. Membenamkan batang pejalnya sedalam-dalamnya pada liang kewanitaan Yessy, merasakan betapa otot-otot kewanitan wanita muda tersebut memijat – mijat seolah memeras isi batang kejantanannya. Aliran panas seolah mengalir di sepanjang sumsum tulang belakangnya, menderu menuju pinggulnya, berkejaran dalam setiap pembuluh batang kejantanannya menuju pelepasannya. Berpancuran dengan deras keluar membasahi setiap benda yang berada di sekelilingnya. Beberapa kali cairan hangat tersebut memancur tersentak-sentak seiring tubuh tegapnya yang berkejat-kejat.
Tubuh tegap Murad jatuh menggelosoh di atas tubuh Yessy, merebah kesamping dalam keletihan dan kenikmatan yang begitu dahsyat. Keheningan seolah-olah menjadi penghuni baru di ruangan kamar tersebut. Mereka berdua diam menikmati rasa yang masih tersisa. Yessy masih memejamkan matanya meresapi persetubuhan yang sangat bergelora kali ini. Tubuhnya sangat letih dan tulang-tulangnya serasa di lolosi. Tak pernah ia rasakan hal yang seoerti ini sebelumnya. Wajahnya memerah dengan batin yang sangat puas. Tak di pedulikannya lagi kekesalan akibat tak bisa bertemu dengan suaminya. Telah terobati oleh keperkasaan Murad kali ini.
Tak dirasakannnya lagi sakit seperti yang dialaminya beberapa kesempatan yang lalu bersama Murad. Dan mereka mengulangi kembali persetubuhan yang bergelora tersebut beberapa saat kemudian. Akhirnya Mereka tertidur dalam ketelanjangan berbalut selimut di kamar tersebut…