Wednesday 12 October 2016

Skandal Annisa 1



Scandal Annisa (Hijab Story)

Namaku Annisa dan biasa dipanggil nisa. Dalam keseharian-ku, aku mengenakan hijab. Aku sudah menikah dan dikaruniai dua orang anak, satu laki-laki dan satu perempuan. Aku sangat menyayangi mereka dan suamiku.
Naluri wanita memang tidak bisa dipungkiri, meskipun aku berhijab tetapi rasa ingin mendapatkan perhatian dari orang-orang disekitarku cukup besar. Aku merasa senang apabila penampilanku mendapatkan perhatian orang lain, termasuk lawan jenis. Itu menjadi kepuasan tersendiri bagiku.
Aku bekerja di sebuah perusahaan swasta di Kota Pempek dengan jabatan Asistan Manajer Bagian Operasional. Baru satu setengah tahun aku menduduki jabatan tersebut atas rekomendasi atasanku, Pak Bram. Aku sangat berterima kasih dan menghormati beliau.
Pak Bram ini bisa dibilang orang yang cukup sukses, karena di usia kepala 3 beliau sudah menjadi Manajer perusahaan. Pak Bram orangnya tegas, namun tetap mengayomi bawahannya. Kami sering bercanda dengan beliau, namun tanpa mengurangi rasa hormat kami padanya.
Hari itu, aku dipanggil ke ruangan Pak Bram. Beliau mengatakan kepada ku bahwa akan ada pertemuan dengan klien perusahaan di Bengkulu selama 1 minggu, dan aku harus ikut karena menyangkut permasalahan operasional perusahaan kami.

Sepulang dari kantor aku langsung berdiskusi dengan suami ku dan meminta pendapatnya. Suami ku merasa keberatan kalau selama itu, tapi setelah ku jelaskan panjang lebar barulah dia mengerti dan mengizinkan ku untuk berangkat.
Minggu pagi, aku bersiap-siap akan berangkat. Segala sesuatunya sudah ku persiapkan sebelumnya, jadi tinggal berangkat saja. Pesawat ke Bengkulu berangkat pukul 6 pagi, jadi ba’da subuh aku pun diantar suamiku ke bandara.
Diperjalanan ke bandara, suamiku bertanya padaku.
“My, jadi berangkat ke Bengkulu?” Tanya suamiku.
“ya jadi donk By…” jawabku
“yakin gak mau dibatalin My?” Tanya suamiku lagi.
“Gimana By, soalnya kerjaan kantor dan Umy gak bisa nolak” jawabku lagi
“ya udah, tapi jangan diporsir ya My kerja nya.” Ujar suamiku sambil mengecup keningku.
Haduh, berat rasanya meninggalkan suami dan anak-anak. Tapi mau bagaimana lagi, tuntutan kerja.
Sampai di Bandara, aku pun masuk dan menemui Pak Bram yang ternyata sudah lama menunggu. Kamipun terbang ke Bengkulu.
Sampai di Bengkulu pukul 7 pagi, kami langsung cari hotel dan check in. Pak Bram memilih hotel Horizon karena pemandangannya yang cukup bagus, dekat dengan pantai.
Setelah check in, kami langsung meluncur ketempat meeting. Acaranya lama, sampai sore karena banyak sekali dokumen-dokumen yang mesti diperiksa dan dibahas bersama. Akhirnya kami kembali ke hotel pukul 7 malam.

Aku pun langsung membersihkan diri dan mengganti pakaian dengan pakaian yang santai, baju tidur. Tak berapa lama, hp ku berdering dan ku lihat itu panggilan dari Pak Bram.
“Halo, Assalamu’alaikum… ada apa pak?” tanyaku
“Wa’alaikumsalam, gak papa nisa. Kamu gak lapar ya?” Tanya pak Bram.
“Oh iya pak, lupa kalo belum makan malam” jawabku lagi
“ya udah, ayo ikut Bapak cari makanan” kata pak Bram lagi
“Bentar pak, nisa ganti baju dulu ya”.
“Udah santai aja nisa, gak usah pake ganti baju segala, keburu malam nanti” kata pak Bram lagi
Akhirnya akupun keluar dengan piyama dan hijab saja. Pak bram pun sama, beliau mengenakan kaos dan celana pendek saja. Aku sempat kagum sama beliau, karena tubuh atletis nya terlihat jelas di balik kaos yang beliau kenakan.
Selesai makan, kami pun kembali ke hotel dan duduk-duduk sambil memandangi pantai panjang. Disini kami banyak cerita-cerita tentang kehidupan kami, dari masa-masa SMA sampai ke masalah keluarga. Kami pun tanpa sadar membicarakan masalah yang bersifat sensitive, hal-hal yang tabu untuk di bicarakan dengan orang lain selain suami. Tapi, aku merasa enjoy cerita dengan Pak bram dan beliaupun berbagi kisahnya tanpa ada yang disembunyikan dariku.
Jam pun menunjukkan pukul 10 malam. Akhirnya kamipun kembali ke kamar masing-masing. Sebelum aku menutup pintu kamar, aku melihat Pak Bram memandangi tubuhku begitu tajam. Setelah ku tutup pintu kamar, ada perasaan bangga, senang dan cemas bercampur jadi satu.
Setelah mencuci muka dan sikat gigi, aku pun merebahkan tubuhku. Baru beberapa menit tiduran, tiba-tiba lampu padam. Aku gelabakan mencari hp ku karena aku takut gelap. Lama lampu padam, akhirnya aq memutuskan untuk keluar kamar. Diluarpun gelap, dan ternyata pak Bram pun sudah ada diluar.
“Kamu keluar juga nisa?” Tanya pak Bram.
“Iya pak, nisa takut gelap” jawabku
Setelah setengah jam berlalu, akhirnya lampu pun hidup kembali. Tapi, lampu kamarku tidak hidup. Kutanyakan pada pegawai hotel, katanya ada korsleting listrik dikamarku jadi untuk dikamarku saja yang tidak bisa digunakan listriknya.
Akupun minta pindah dikamar lain, tapi semua kamar sudah penuh. Aku bingung mesti ngapain. Tiba-tiba pak Bram sudah ada disampingku.
“Ada apa nis?” Tanya pak Bram
“Ini pak, ada korsleting listrik di kamar nisa, jadi listrik dikamar padam dan kamar-kamar lain sudah penuh pak” jawabku
“Oh ya udah, tidur di kamar Bapak aja nis” kata pak Bram lagi
“mmm boleh pak?” tanyaku
“ya boleh aja nisa, masak gak boleh” jawab pak Bram lagi.
Akhirnya aku pun memindahkan barang-barangku ke kamar pak Bram. Pak Bram mempersilahkan aku tidur di ranjang.
“Nisa, kamu tidur aja di ranjang, nanti biar Bapak tidur di sofa” kata pak Bram.
“gak pp pak, biar nisa tidur di sofa saja. Gak enak sama bapak” jawabku
“bapak yang gak enak, masak cewek cantik disuruh tidur di sofa” kata pak Bram lagi yang membuat jantungku berdegup. Pak Bram bilang aku cantik.
Aku pun tidur diranjang dan pak Bram tidur di sofa. Karena pak Bram bukan muhrim, maka akupun tidur masih mengenakan hijab. Lama ku pejamkan mata tetapi tidak bisa tidur. Mungkin aku merasa risih karena ada pria lain selain suamiku berada satu kamar denganku.
“Nis, kok belum tidur?” suara pak Bram mengagetkanku.
“umm belum bisa pak” jawabku.
Ku dengar suara langkah kaki mendekatiku. Jantungku berdebar. Dan tak lama kemudian, pak Bram duduk di pinggir ranjang, aku pun pura-pura memejamkan mata. Pernyataan yang tidak ku duga keluar dari mulut pak Bram.
“Nis, bapak senang kamu tidur disini” kata pak bram
“Maksud bapak apa?” tanyaku
“Nis, bapak mau jujur sama nisa. Bapak senang melihat nisa dikantor, kerja nisa dan apa-apa yang sudah nisa berikan buat perusahaan kita”
Akupun terdiam.
“kamu cantik nisa, dan bapak senang bisa bekerja sama dengan nisa selama ini”
“semakin lama kenal denganmu, bapak mulai jatuh hati padamu nisa”
Aku sangat kaget mendengar pengakuan pak Bram. Pak bram yang selama ini ku kagumi, yang selama ini selalu bersikap wibawa, menyatakan perasaannya padaku. Memang aku kagum padanya, tetapi hanya sebatas kagum saja, tidak lebih. Aku mencintai suamiku lebih dari apapun. Aku bingung harus berkata apa.
“Pak, mungkin bapak hanya sebatas mengagumiku saja pak tidak lebih” kataku
“Dan kita juga sama tahu pak kalau bapak sudah berkeluarga, nisa pun demikian” kataku lagi
“Iya nisa, awalnya bapak berfikir demikian. Tapi setelah sekian lama bekerja sama denganmu, rasa ini muncul dengan sendirinya.”
“Maafkan bapak Nisa” lanjut pak Bram.
“Bapak tidak perlu minta maaf pak, nisa yang harusnya minta maaf karena tidak bisa membalas kebaikan bapak selama ini”
“Tapi kalau boleh, bapak ingin meminta satuhal dari nisa” kata pak Bram dengan suara berat.
“Apa itu pak?” jawabku.
“Boleh bapak pegang tangan nisa?” dengan hati-hati pak bram menyampaikan maksudnya.
Aku terkejut. Selama ini belum ada laki-laki lain yang menyentuhku selain suamiku. Aku bingung, disisi lain pak bram sudah sangat baik sekali padaku dan disisi lain aku teringat akan nasehat suamiku untuk selalu menjaga diri. Setelah sekian lama pikiran ini berkecamuk, tanpa sadar aku pun memberikan tanganku kepada pak Bram. Pak bram tersenyum. Akupun memejamkan mataku.
Dipegangnya tanganku oleh pak Bram dan dielus-elusnya sampai bulu kudukku merinding.
“Halus sekali tanganmu nisa”
Aku tidak menjawab. Aku masih memejamkan mata dan tanpa sadar air mata memenuhi sudut mataku.
“Kenapa kamu menangis nisa?” Tanya pak Bram sembari mengusap air mataku.
“gak pp pak.” Jawabku
Lama pak Bram mengusap tanganku, kemudian sebuah kecupan mendarat dipunggung tanganku. Reflek akupun menarik tanganku. Pak bram terkejut.
“Maafkan bapak Nisa.” Kata pak Bram
“Bapak tidak salah, maafkan nisa pak.” Kataku
Kuberikan lagi tanganku pada pak Bram. Lama beliau mengelus tanganku, perasaanku mulai tidak keruan. Aku merasakan rangsangan yang hebat. Kurasakan bagian bawahku basah.
“Nis, boleh bapak belai rambutmu?” Tanya pak bram lagi
Aku hanya terdiam. Sejurus kemudian tangan pak bram sudah menyingkap hijab yang ku kenakan. Baru kali ini ada pria lain yang menyentuh dan melihat rambutku. Aku merasa telah menghianati suamiku. Air mataku semakin deras.
Kemudian aku merasakan sebuah sentuhan pada payudaraku. Tangan pak bram sudah menggenggam payudaraku dari luar bajuku. Tubuhku lemas, aku tidak berdaya oleh rangsangan yang diberikan pak Bram. Melihatku tak bereaksi, pak Bram mulai meremas-remas payudaraku. Sungguh nikmat kurasakan. Akupun melenguh kecil. Kemudian pak bram mencium bibirku, akupun membalas kecupannya. Lama kami berciuman, saling bertukar lendir.
Pak bram pun mulai berani dengan mengangkat baju piyama yang ku kenakan. Aku pun menahan tangannya.
“Pak, sudah cukup.” Kataku.
Pak Bram menghentikan kegiatannya.
“maafkan bapak ya nis,”
Aku hanya menganggukan kepala.
“ya udah, kita tidur. Besok masih ada pekerjaan yang menunggu kita.” Kata pak Bram lagi.
Beliau turun dari ranjang dan akan pindah ke sofa.
“bapak mau kemana?” kataku
“tidur di sofa.” Jawab pak Bram
“Tidur disini saja pak sama nisa.” Kataku spontan
Pak bram sedikit terkejut, kemudian beliau langsung naik ke ranjang. Akhirnya kami pun tidur satu ranjang malam itu.
*****

Paginya aku terkejut karena ada pria lain seranjang denganku. Tapi setelah aku ingat-ingat, memang aku yang menyuruh pak Bram untuk tidur dikasur bersamaku. Aku bergegas ke kamar mandi dan bersiap-siap. Setelah itu aku membangunkan pak Bram.
Selagi pak bram mandi, aku memberi kabar kepada suamiku. Aku merasa sangat bersalah. Tetapi kejadian tadi malam tidak aku ceritakan pada suamiku.
Setelah siap pak Bram mengajakku sarapan.
“Ayo Nis kita sarapan dulu”
“Sebentar pak, ada yang perlu nisa siapin buat meeting nanti.” Jawabku
“Ok, bapak tunggu di lobi ya.” Kata pak Bram lagi.
Usai sarapan kami pun berangkat ke lokasi meeting. Selama meeting, kuperhatikan pandangan pak Bram sedikit berubah kepadaku. Beliau lebih memperhatikanku. Bahkan ketika makan siangpun pak Bram berani menggandeng tanganku, namun kutepis secara halus.
Setelah kegiatan hari ini selesai, kami kembali ke hotel. Setibanya dikamar, aku langsung rebahan di kasur karena kecapaian. Tiba-tiba pak Bram sudah rebahan juga disampingku. Lama kami sama-sama terdiam. Kemudian pak Bram memberanikan diri untuk menarikku sehingga kami saling berhadapan.
“Nis, kamu cantik sekali.” Kata pak Bram sambil tersenyum.
Aku pun tersenyum mendengar pujiannya.
“Boleh bapak mencium kening kamu Nisa??” Tanya pak Bram.
Aku hanya mengangguk pelan, memberi syarat pada pak Bram. Dengan perlahan pak Bram mendekatkan wajahnya dan menatapku dalam-dalam. “Cup” akupun merasakan kecupan hangat di keningku. Kemudian kecupannya beralih ke bibirku.
“Terima kasih Nis.”
Aku memberikan senyuman termanis ku pada pak Bram. Tanpa sadar aku menarik tangan pak Bram dan menaruhnya ke dadaku.
“Apa bapak merasakan detak jantungku?’’ tanyaku pada pak Bram.
“Kalau mau, bapak boleh menyentuhku.” Kata-kata itu meluncur dengan sendirinya.
Tanpa pikir panjang pak Bram mulai meremas payudaraku yang masih tertutup baju dan bra. Aku menikmati remasan tangan pak Bram. Pak Bram mencium bibirku dengan lembut. Perlahan pak Bram mulai membuka kancing baju yang ku kenakan sehingga hanya tinggal bra saja yang menutupi payudaraku.
“Tubuhmu putih dan mulus Nisa” kata pak Bram.
Aku tak menghiraukan perkataannya. Aku sudah terhanyut dengan rangsangan-rangsangan yang pak Bram berikan padaku. Kurasakan tangan pak bram melingkar ke belakang dan melepas bra ku. Kini tubuh ku sudah tanpa penutup kecuali hijab dan rok yang aku kenakan.
Pak Bram menghentikan kecupannya, kemudian beliau menjilat bibirku, ditelusurinya kebawah mulai dari dagu, leher, terus dan berhenti di tengah-tengah payudaraku. Kemudian dikecupnya payudaraku hingga meninggalkan bekas merah. Dijilatnya seputaran putingku hingga aku melenguh kecil. Putingku mengeras. Dimainkan lidahnya dikedua putingku. Aku merasakan vaginaku sudah sangat basah.
“Ah….” Aku berteriak kecil ketika pak Bram menggigit putingku.
Jilatan pak Bram turun ke perutku, dan berhenti di pusarku. Dijilatnya pusarku sehingga aku merasakan kegelian yang luar biasa. Tubuhku menekuk. Pak Bram menghentikan kegiatannya, dan kami pun tertawa ringan. Kemudian jilatannya turun ke perut bagian bawah. Pak Bram membenamkan wajahnya diselangkanganku yang masih tertutup rok. Ditariknya rok ku kebawah dan menyisakan CD ku yang sudah sangat basah.
“Nis, kamu sudah basah banget”
Aku hanya tersenyum memandang pak Bram. Pak Bram menjilati vaginaku dari balik CD ku.
“Aaaahhhhh……” aku benar benar tidak tahan untuk tidak mengerang.
Baru kali ini aku menerima oral di vaginaku, terasa geli bercampur nikmat. Suamiku tidak pernah melakukannya, tidak boleh katanya. Ini benar-benar sensasi baru bagiku. Sangat nikmat permainan yang dilakukan oleh pak Bram. Kemudian pak Bram menarik CD ku ke bawah dan melepaskannya, sekarang aku sudah benar-benar telanjang didepan laki-laki yang bukan muhrimku dan aku masih mengenakan hijabku.
Kembali pak Bram mengoral vaginaku. Gesekan lidahnya di vaginaku membuat cairan cintaku mengalir. Reflek kaki ku nenekuk dan menahan kepala pak Bram sehingga wajah pak Bram benar-benar terbenam di vaginaku. Pak Bram menghentikan kegiatannya, dia melepas kemeja dan jeans yang dipakainya. Tubuh six pack pak Bram membuatku pipiku merona merah. Kulihat penis pak Bram mulai mengeras dibalik CD yang ia kenakan.
“Nis, bapak boleh melakukannya?” Tanya pak Bram dengan nada memelas.
Aku tak bisa berkata apa-apa lagi. Aku sudah dipengaruhi oleh birahiku sendiri, aku sudah tidak bisa berpikir jernih sekarang. Kemudian pak Bram membuka CD nya, dan keluar lah penis besar pak Bram. Aku terkejut, penis pak Bram besar sekali. Mungkin 2 kali nya dari punya suamiku. Pak bram menarik tanganku dan menyuruhku duduk. Kemudian diarahkan tanganku ke penisnya.
“Astaga, pak besar sekali penis bapak.” Kataku. Besarnya melebihi pergelangan tanganku.
Pak Bram hanya tersenyum. Digerakan tanganku yang sedang menggenggam penisnya naik turun. Aku mengerti apa yang diinginkan pak Bram, kemudian kulakukan sendiri. Lama aku mengocok penis pak Bram. Pak Bram menyuruhku berhenti dan mendekatkan penisnya ke wajahku. Wajahku memerah, aku sangat malu melihatnya. Digesekkan kepala penis itu ke bibirku, dan pak bram memintaku untuk mengoralnya. Aku menggelengkan kepala.
“kenapa nis? Kamu gak mau?” Tanya pak Bram
“Nisa belum pernah oral penis pak.” Jawabku. Suamiku tidak pernah menyuruhku mengoral penisnya, karena memang tidak diperbolehkan.
“Cobalah punya bapak Nisa, nanti kamu akan ketagihan.” Kata pak Bram lagi
Aku ragu-ragu memegang penis pak Bram. Kemudian ku coba untuk membuka bibirku dan memasukkan kepala penis pak Bram ke mulutku.
“Mmmmhhhhh……” ku kulum penis pak Bram.
Kemudian pak Bram memegang kepalaku dan digerakkannya maju mundur sehingga sepertiga penis pak Bram masuk ke mulutku. Tak berapa lama pak Bram mencabut penisnya dari mulutku.
“Gimana Nis, enakkan?” Tanya pak Bram
Aku hanya mengangguk pelan, menahan rasa malu yang menderaku. Kemudian pak Bram menekuk kakiku dan membuatnya mengangkang. Dengan perlahan pak Bram mengarahkan penisnya ke depan bibir vagina-ku. Pak Bram menggesek bibir vagina-ku dengan penisnya, desahanpun keluar dari mulutku.
Aku menikmati setiap gesekan penis pak Bram, dan sesekali kepala penis pak Bram masuk ke lubang vagina-ku. Aku menggeliat-geliat dan mendesah.
“Nis, boleh bapak masukkan?” Tanya pak Bram.
“Boleh pak.” Jawabku yang sudah dipenuhi birahi.
Dengan perlahan pak Bram memasukkan kepala penisnya ke lubang vaginaku.
“Oouuuuhh…….” Kurasakan penis pak Bram mulai memasuki vagina-ku. Vaginaku terasa perih menerima penis pak Bram yang besar.
“Aaahhhhh…. Nis, vaginamu seret sekali.” Erang pak Bram.
Akhirnya kurasakan penis pak Bram menyentuh dinding vaginaku. Lama kami terdiam, saling merasakan kenikmatan yang tiada tara. Selang beberapa menit, pak Bram mulai memaju mundurkan penisnya. Kami saling mendesah. Pak Bram dengan ganas melumat kedua payudara ku. Digigitnya putingku.
“awhhhhh….. pak terusin pak” racauku.
Sepuluh menit berlalu dan aku tak kuasa menahan orgasmeku, “Aahhhkkkkkkkkkkkhhhhhhh… pak… Nisa…Nisa..Ke..lu..ar…. eergghhhhh” jeritku merasakan orgasme yang begitu nikmat.
Sementara pak bram masih terus menggenjot tubuhku. Vagina-ku terasa sensitive setelah orgasme, namun pak Bram masih memompa penisnya di vagina-ku dengan kecepatan tinggi. Lama pak Bram memompa penisnya. Kemudian beliau mencabut penisnya dan membalikkan tubuhku sehingga posisiku tengkurap. Ditariknya pinggulku dan diangkatnya, kakiku dilebarkan dan “sleebbb” penisnya dimasukkan kembali ke vagina-ku. Pak Bram menggenjotku dalam posisi dogy, dan baru kali ini juga kurasakan variasi seks seperti ini. Biasanya hanya aku yang diatas, atau aku yang dibawah.
Aku pun kelojotan dibuatnya. Pak Bram memang hebat, belum menunjukkan bahwa baliau akan orgasme. Tak lama kemudian, kurasakan orgasme kedua ku.
“AAAAAHHHHKKKKKKHHHH……….” Teriakku keras. Aku tak memperdulikan lagi jika ada orang yang mendengarnya.
Lama-lama vagina-ku terasa perih, tetapi pak Bram masih memompa penisnya. Kemudian ditariknya tangan kiri dan kaki kiriku keatas, sehingga hanya tangan dan kaki kanan yang menopang tubuhku. Digenjotnya aku dalam posisi beliau berdiri. Aku sudah tidak bisa berfikir lagi, hanya kenikmatan yang dapat kurasakan saat ini. Dan akhirnya pak Bram pun menegang dan menyemburkan cairan hangatnya ke dalam rahimku. Banyak sperma pak Bram, hingga kurasakan rahimku penuh dengan sperma nya.
Kemudian pak Bram mencabut penis nya dan mengarahkan penisnya ke mulutku. Aku gelagapan menerima penis pak Bram yang basah oleh cairan cintaku dan sperma nya. Diurutnya penis tersebut dan sisa-sisa sperma nya mengalir masuk ke mulutku. Baru kali ini aku merasakan yang namanya sperma, ada rasa asin-asin gimana gitu. Sperma itu pun tertelan olehku. Kulihat wajah pak Bram yang puas, dan kami pun tersenyum. Malam itu kami tak sempat untuk dinner karena kecapaian. Dan kami tertidur dengan tubuh masih telanjang bulat, dengan hijab yang masih aku kenakan.

No comments:

Post a Comment