Friday 14 October 2016

Story of Lidya, I'm a Slut 1



Aku menggerutu pelan ketika melihat keluar dari jendela kamar kosanku. Matahari bersinar terang dan panas sekali. Dengan enggan aku bersiap untuk keluar dari kosan demi mengikuti perkuliahan. Flare skirt berwarna navy blue sudah menutupi pinggang hingga 5 cm diatas lututku. Demi mengurangi rasa panas, aku memakai kaos putih ketat. Dadaku terekspose dengan jelas akibat dari ketatnya kaus ini.

Aku melihat jam dan merasa aku masih bisa pergi ke foodcourt dulu untuk sarapan yang telat. Aku harus masuk kuliah jam 1 dan sekarang masih jam 12 kurang. Sepatu flat shoes sudah kupakai dan aku sudah siap untuk pergi ke kampus. Setelah kukunci kamarku, aku keluar kosan dan berjalan menuju kampus yang tidak jauh dari kosan. Aku melewati warung kopi di pinggir jalan dan ada beberapa mahasiswa yang nongkrong di warung kopi tersebut. Pendengaranku yang tajam bisa mendengar suara siulan pelan dan obrolan mereka.

“Buset, montok juga ya tu cewek.” Kata salah seorang cowok.

“Wuih, iya broo. Bulet.. Kenceng lagi..” kata temannya.

Aku tidak menghiraukan perkataan mereka dan menyebrang tepat di depan kampus. Salah seorang satpam yang sedang duduk langsung berdiri dan membantuku untuk menyebrang.

“Eh, neng Lidya. Mau kuliah neng?” sapa si satpam itu ketika aku sudah sampai sebrang.

“Iya pak, makasih ya udah nyebrangin.” Ucapku.



Aku berjalan meninggalkannya dan menuju foodcourt yang berada di lantai dasar. Aku merasa si Satpam tadi memandangi pantatku yang bergoyang pelan. Entah mengapa aku memang suka orang memandangi tubuhku dengan kagum. Aku rela dilihat banyak orang asalkan mereka tidak berbuat macam-macam dengan tubuhku.

“Liidyaaa..”


Ada yang memanggilku dan aku langsung mencari siapa yang sudah berteriak untuk memanggilku. Kulihat di ujung foodcourt, seseorang melambaikan tangan. Ada tiga orang yang duduk di meja tersebut, Dimas, Mila dan tentu saja Reza, pacarku. Aku langsung menghampiri mereka yang sedang mengobrol.

“Hai”

“Hai Lidya..” kata Dimas dengan semangat.

“Kok kalian disini sih? Bukannya lagi kuliah?” tanyaku kepada Reza dan Dimas. Reza dan Dimas tidak satu jurusan denganku. Mereka jurusan teknik sipil dan satu tingkat diatas aku. Sedangkan aku kuliah jurusan manajemen bersama Mila. Aku mengenal mereka ketika sedang ospek dan mereka adalah mentorku.

“Aku sama Dimas tadi udah masuk, tapi cuma ada asdos aja. Dosennya nggak masuk, jadi cuma bentar deh.” Kata Reza.

“Iyah, terus tadi ketemu Mila. Terus aku ajak aja kesini.” Lanjut Dimas.

“Lebih tepatnya aku diculik kesini Lid.” Sanggah Mila. “Lagi jalan tiba-tiba ditarik disuruh duduk sini.”

Dimas hanya menyengir pelan.

“Enak banget ih kalian, kuliahnya bentar. Lah gue sama Mila masih harus masuk sampe jam 3.”

“Yasudahlah, terima aja penderitaan lo. Hahaha..” Ujar Dimas sambil menertawakan aku.

“Ahh sialan lo Dim.. Gue mau cari makan dulu, kalian udah makan?” tanyaku berbasa-basi.

Dimas menggelengkan kepala. “Entar aja deh yang, masih kenyang.” Kata Reza

Akhirnya aku dan Mila pergi meninggalkan mereka yang sibuk main Hpnya masing-masing. Aku dan Mila memutuskan untuk membeli makanan prasmanan agar tidak menunggu lama. Setelah membayar semua makanan, kami kembali ke bangku tempat Reza dan Dimas duduk. Ketika kembali mereka sedang asyik dengan HPnya sambil mengobrol. Aku yang tidak terlihat oleh mereka berdua mendengar samar-samar perkataan mereka.

“Lo apain sih si Lidya? Makin montok aja dia.” Tanya Dimas.

“Hahaha, ada deh. Emang montok banget si Lidya, padet lagi. Ga salah deh gue dapetin dia.” Ujar Reza yang matanya tidak terlepas dari layar HP.

“Wah beruntung banget lu ye. Banyak banget tau yang ngantri buat jadi cowonya.” Kata Dimas.

“Hahaha, jangan-jangan lu ngiri lagi sama gue?” celetuk Reza. “Makanya lu jadiin tuh sama si Mila. Seksi juga dia.”

Aku tiba-tiba memunculkan diri dan langsung menyeletuk, “Hayoo, lagi ngomongin kita yaaa..”.

Reza terlihat kaget ketika melihat aku dan Mila tiba-tiba datang, begitu juga dengan Dimas. Namun Dimas hanya tersenyum jail ke arahku.

“Ehh, ng.. nggak kok ss..ssaay..” kata Reza dengan terbata-bata.

“Kalo bukan gue sama Mila yang kalian bicarain, terus Lidya mana lagi yang montok dan padet?”

“Nah loh Ngga..” kata Dimas yang tiba-tiba tertawa terpingkal-pingkal melihat reaksi pacarku yang salah tingkah. Reza hanya tersenyum sambil menggaruki kepalanya yang tidak gatal. Aku cuek aja melihat kelakuan pacarku yang polos itu.

“Lu juga Dim, gue baru tau kalo lu ngincer si Mila.” Ujarku.

“Ogaah gue sama elu. Entar dimesumin lagi.” tolak Mila.

Sekarang gantian Reza yang menertawakan Dimas. “Hahaha, belum apa-apa udah ditolak duluan.”

Aku dan Mila mengabaikan mereka dan langsung melahap makanan di meja. Memang aku sangat lapar karena belum sarapan. Hanya dalam beberapa menit saja makananku sudah habis setengah. Reza dan Dimas tidak mengobrol lagi sejak kepergok lagi ngomongin aku. Reza memainkan game Clash of Clan di iPhonenya dan Dimas juga mengutak-atik HP Samsungnya, namun aku tak tahu apa yang sedang dia buka.

“Eh say, nanti kita nonton yuk. Kan ada James Bond yang baru tuh.” Ajak aku.

“Hayu, tapi aku harus pergi dulu. Paling aku jemput kamu pas udah beres kelas.”

“Ngga apa-apa. Aku juga ada rapat senat dulu nanti sore. Paling abis rapat sekitaran jam 6an.”

“Eh, kalian pergi berdua aja nih? Gue ga diajak.” Tanya Dimas.

“Iyalah kan mau ngedate” Timpalku.

“Ikut dong, gue juga pengen nonton.” Kata Dimas.

“Ajakin tuh si Mila, kalo cuma lu doang mah ogahh. Nanti ada nyamuk.” Balas Reza

Dimas langsung menoleh ke arah Mila. Mila yang hendak menyuapkan makanan ke mulutnya langsung berhenti dan berkata, “Emmohh, nanti di grepe-grepe sama lu lagi di dalem bioskop.”

Aku dan Reza langsung tertawa mendengar penolakan oleh Mila. Dimas langsung melancarkan jurus rayuan mautnya untuk mengajak Mila. Setelah puluhan rayuan maut yang ditolak mentah-mentah, Mila akhirnya menyetujui ajakan Dimas yang sudah memakai tampang memelas. Dimas terlihat senang tidak keruan ketika akhirnya Mila menyetujui untuk ikut nonton. Mila hanya tersenyum manis melihat kelakuan Dimas.

================================================== ================

Tak lama aku dan Mila pergi untuk masuk kuliah. Kali ini aku kuliah Manajemen SDM dengan dosen Pak Hary. Seperti biasa, Pak Hary menyuruh salah satu kelompok untuk menjelaskan materi. Sebenarnya mata kuliah ini tidak terlalu sulit, asalkan membaca materinya. Namun penjelasan kelompok yang monoton membuat aku mengantuk di dalam kelas. Tidak hanya aku, tapi sebagian besar mahasiswa sudah mulai menguap ketika memasuki 1 jam.

Aku yang sedang bosan, iseng membuat status di BBM. Kutulis ‘Bored’ dan memasukan emoticon mengantuk. Tak lama ada BBM masuk dari seseorang.

“Mau main di tempat biasa?” isi BBM tersebut.

Aku langsung bersemangat ketika mendapatkan BBM tersebut. Aku langsung membalasnya, “Ayo siapa takut. Gue mau izin keluar dulu sama dosennya.”

Setelah situasi memungkinkan, aku izin kepada Pak Hary untuk ke toilet. Namun aku tidak langsung ke toilet. Aku naik satu lantai ke lantai 4 dan melihat keadaan sekitar. Lantai 4 ini cukup sepi karena isinya adalah ruangan lab yang jarang dipakai. Aku memasuki toilet wanita yang berada di ujung koridor. Toilet di lantai ini cukup bersih karena jarang ada yang memakainya. Di dalam toilet pun tidak ada orang. Ada 3 bilik di dalamnya dan semuanya terbuka.

Setelah keadaan aman, aku langsung mengirimkan BBM, “Gue udah di TKP. Buruan sini. Jangan lupa kunci pintunya.”

BBMku langsung dibaca, aku tinggal menunggu orang itu masuk ke dalam toilet ini. Tak lama seseorang memasuki toilet ini, terdengar langkah kaki lalu hening. Lalu pintu masuk toilet ditutup oleh orang tersebut dan dikunci dari dalam. Pintu bilik toilet diketuk dengan pelan, kubuka pintu itu dan muncul seseorang yang cukup kukenal baik. Dengan badannya yang tinggi dan berisi, khas pemain basket dan kulitnya kecoklatan karena sering terkena sinar matahari. Orang itu cukup menarik perhatian. Ditambah lagi dengan tampangnya yang nggak parah-parah banget bisa bikin cewek-cewek kepincut.

“Hai Dim.” Sapaku kepada cowok itu. Dimas ini adalah sahabat Reza yang tadi siang makan bersama aku.

Tanpa berbasa-basi, Dimas langsung menyosor bibirku. Mulutnya melumat habis bibirku. Aku sudah yakin lipgloss yang kupakai sudah hilang akibat lumatannya. Nafas Dimas yang memburu mengenai pipiku, terasa hangat. Nafasku juga sudah tidak beraturan gara-gara ciuman penuh nafsu ini. Tangan besar Dimas memeluk tubuhku dengan erat. Aku merasakan badanku sudah menempel dengan badan Dimas yang cukup berisi. Jari tangan kanannya sudah menyingkapkan rok dan meremas-remas pantatku. Aku hanya bisa mendesah pelan menerima semua perlakuannya. Aku merasakan ada yang meleleh dari bibir memekku. Aku sudah banjir! Padahal baru dicium dan diremas-remas saja.

“Diimm..” erangku ketika Dimas melepaskan ciumannya. “Reza dimana?”

“Masih di foodcourt. Tenang aja, gue bilang mau ke TU dulu. Dia nggak akan nyariin kok.” Jelas Dimas.

Bibir Dimas mulai menjelajahi leherku. Dimulai dari leher bagian bawah dan bergerak ke atas ke belakang kupingku. Terasa geli di seluruh badanku, tapi rasanya nikmat. Aku menggelinjang pelan saat bibir Dimas menciumi belakang kupingku.

“Ssshhh... Diiimmm..” desahan keluar dari mulutku. Birahiku sudah meluap-luap. Memekku terasa geli dan ingin dimasuki oleh batang yang keras. Dimas sudah melepaskan bibirnya dari leherku. Dengan sekali gerakan, Dimas membuka kaos putih dan langsung membuka bra ukuran 34C yang aku pakai. Aku sudah topless, bibir Dimas langsung melumat putingku yang sudah tegak maksimal.

“Demen bener gue sama toket lu. Kenyal banget, padet berisi.” Ucap Dimas, seketika mulutnya kembali sibuk dalam menghisap putingku. Kurasakan tubuhku bergetar ketika lidah Dimas menstimulasi putingku.

Tangan Dimas juga tidak menganggur. Rokku dan celana dalamku disingkapkan. Jari jemarinya mengusap lembut klitorisku yang sudah basah dengan cairan cinta. Jari tengah dan jari telunjuknya memasuki lubang memekku dan jempolnya di klitoris.

“Bitchy banget lu Lid, baru di grepe-grepe bentar udah banjir gini.” Kata Dimas sambil mengobok-obok liang memekku.

“Ssshhh Diiimmm.. Maasshukkin langsuung ajaaa..” desahku. “jaangaann laammaa-lammaaa.. Aakku kan maassihh kuulliahh.. Aaaahh..”

Dimas melepaskan jarinya dari memekku. Terlihat mengkilat karena cairan cintaku. Dimas menyodorkan jarinya dan kulumat hingga bersih. Rasa asin dari cairan cinta memenuhi mulutku. Dengan tidak sabar aku membuka celana jeansnya juga celana dalamnya. Dimas membukanya dan menaruhnya di gantungan baju. Kontol Dimas sudah menegang, ukurannya cukup besar untuk ukuran orang Indonesia. Pernah kuukur, panjangnya hampir 18 cm dan lebarnya hampir 5 cm. Kontol inilah yang bisa membuatku bergelinjangan karena nikmat.

Aku menumpukan lututku di tutupan kloset duduk. Posisiku menjadi menungging dan berpegangan pada dinding. “Diim, masuukkiiinn.. Guee gaa tahaaann..” erangku dengan manja.

Dimas memposisikan kontolnya di bibir memekku. Namun tidak langsung dimasukan, kepalanya menggesek-gesek bibir memekku. “Diim, masuukiin ajaahh..” kataku dengan manja.

“Udah ga tahan ya Lid..” kata Dimas sambil tersenyum mesum.

“Iyyahh.. Meemeekk Liidyyaa udaah gaa taaahaannn..”

Dimas mulai memasukan kontolnya. Tapi sangat pelan, hanya kepalanya saja yang masuk ke dalam memekku. Kemudian kepalanya dikeluarkan kembali. Dimas melakukan itu berulang kali. Aku tidak tahan, akhirnya aku menggerakan pinggulku ke belakang sampai kontolnya masuk dengan sempurna ke dalam memekku.

“Uuuhh... Giillaa.. Niikmaatt.. Peenuuhh bangeet meemeekk Liidyaa..”

Senyum kemenangan muncul di muka Dimas. Kontol besar dan keras itu sudah masuk sepenuhnya hingga ke pangkal. Kubiarkan sejenak untuk membiasakan terhadap barang yang besar ini. Walaupun memekku sudah licin dengan cairan cintaku, aku masih merasakan ngilu.

“Liid.. Memek lu masih peret ajaa..” ujar Dimas.

“Punya lu gede kali Dim.. Jangan digerakin dulu, memek gue ngilu.”

Belum juga berjalan semenit, Dimas sudah menggerakan pinggulnya. Kontol Dimas keluar masuk dengan pelan, menggesek dinding vaginaku. Rasa ngilu menjalari selangkanganku, namun disela-sela rasa ngilu itu terasa nikmat di tubuhku.

“Diimmm.” Erangku.

“Uhhh.. Liid, sorry.. Gue ga tahan abis memek lu ngegrip banget..” ujar Dimas seraya menggerakan pinggulnya dengan kecepatan pelan.

Sedikit demi sedikit, rasa ngilu di selangkanganku menghilang dan digantikan dengan rasa nikmat yang menjalari seluruh tubuhku. Kututup mulutku rapat-rapat untuk menghindari desahanku terdengar dari luar toilet. Dimas merespons tubuhku dengan mempercepat goyangan pinggulnya.

Ditengah rasa nikmat yang menjalari tubuhku, tiba-tiba terdengar suara pintu yang dibuka paksa. Bunyi pintu yang terbuka membuat kami kaget setengah mati. Rasa nikmat genjotan Dimas terpaksa ditunda ketika Dimas kaget dan batang kontolnya terlepas dari memekku. Aku mengomel di dalam hati ketika ada dua orang yang masuk ke dalam toilet. Bunyi sepatu dengan heels menggema di dalam toilet.

“Ughh, kenapa sih toilet gak ada yang bener. Di lantai 3 rusak, yang ini susah dibuka..” ucap seorang wanita dengan nada yang kesal. Aku merasakan mengenal suara wanita ini. Namun aku tidak ingat siapa orang tersebut karena yang kupikirkan hanyalah ML.

“Kampus gede, tapi WC rusak semua. Ga modal ih kampus.” Kata seseorang lainnya. Suara orang ini juga terdengar familiar di telingaku.

Kedua orang tersebut masuk ke dalam dua bilik di sebelahku. Terdengar suara percikan air di kedua bilik tersebut. “Eemmhh..” terdengar suara desahan dari bilik sebelah.

“Eh ngapain lu? Jangan-jangan lagi ngobelin memek ya? Si Hari ga bikin lu puas? Ahahaha..” kata wanita di sebelahnya.

“Sialan lu, gue lagi bersihin memek gue nih.. Tadi si Hari nyemprot di dalem banyak banget, udah gue bersihin tapi ternyata masih ada di dalem. Di kelas tadi keluar deh basahin panties gue.”

“Hahaha, yakali lu maen sebelum kuliah. Udah tau dia suka nyemprot di dalem.”

“Gapapa dah, yang penting kuliah gue dapet A. Lagipula kontolnya enak tau.”

“Hahaha, lu dulu sok-sokan ga mau. Eh sekarang ketagihan.”

“Njir, diem lu.”

Wanita yang di ujung bilik tertawa, kamudian terdengar suara pintu biliknya terbuka dan orangnya keluar dari dalam. Terdengar suara percikan air di wastafel, tampaknya wanita itu sedang mencuci tangannya.

“Masih lama ga lu?” tanya si wanita yang sudah keluar.

“Bentar.” Jawabnya. “Duh, ga enak nih panties gue basah. Lu ada pantyliner ga?”

“Bawa, tapi kan ada di dalem kelas.”

“Ah, shit.”

“Udah ga usah pake panties aja. Gue juga ga make.”

“Iya kali ya. Yaudah deh.”

Tak lama wanita di bilik sebelah keluar, kemudian langkah kaki terdengar hingga keluar dari toilet. Setelah pintu toilet terdengar menutup kembali, kami menarik nafas lega. Setidaknya kami tidak ketahuan sedang ML di toilet kampus. Tapi aku jadi berfikir, siapa kedua orang tersebut. Apalagi suaranya terdengar familiar.

“Dim... Aaahhh..” tiba-tiba Dimas memasukan kontolnya yang masih tegang itu ke dalam memekku. Aku tidak dapat menahan teriakan dari mulutku. “Shiit.. Pelan-pelan Diim...”

Dimas hanya terkekeh. “Untung ga ketauan kita lagi indehoy disini. Kalo ketauan bisa gempor gue diminta ngegenjot mereka berdua.” Lalu kembali menggerakan pinggulnya. Tanpa tedeng aling-aling, Dimas menggenjotku dengan kecepatan tinggi. Aku tak kuasa untuk menahan desahan yan keluar dari mulutku.

“Shiit.. Diimmm Pelanniinnn..” racauku. “Ooouuhh, giillaa koonttool luu Diimm...”

Dimas tidak menghiraukan aku yang meracau dengan keras. Aku yakin bila pintu toilet tidak tertutup pasti desahanku terdengar hingga keluar hingga ke koridor. Tapi aku sudah tidak menghiraukannya, yang kupikirkan hanyalah batang kontol yang keluar masuk memekku yang sudah banjir. Cairan pelumasku sudah menetes ke lantai.

“Ouuh fuckk it Lidd...” racau Dimas. “Gila, memek lu peret bangeet.”

Dimas tidak hanya menggenjotku dengan keras. Tangan besarnya menggerayangi dadaku dan meremasnya dengan cukup kasar. Namun kekasaran tangannya membuat sensasi yang berbeda di tubuhku. Putingku sudah tegak maksimal dan dipelintir oleh jarinya.

“Ohh, Diiimm.. Lu apaaiinhh tookkeett gueeee..” desahku ditengah gempuran genjotannya.

Sesekali Dimas meremas bongkahan pantatku. “Gilla Liiddhh.. Paantat luh sekell bangetth.” Ucap Dimas sambil meremas pantatku. Terdengar dari suaranya, Dimas sudah terengah-engah dalam menggenjotku.

Dalam sekali gerakan, Dimas menampar pantatku. “Plaakkk..” Bukannya rasa sakit yang kuterima dari tamparan itu. Aku merasakan ada seperti kejutan listrik di seluruh tubuhku. Rasa geli juga menghinggapi tubuhku hingga membuat badanku bergelinjang nikmat. Ditambah lagi genjotan Dimas semakin cepat dan kasar membuat rasa nikmat di selangkanganku.

Cairan pelumas memekku sudah membasahi lantai, sebagian mengalir ke paha bagian dalamku. Suara genjotan kontol Dimas dan benturan paha Dimas dengan pantatku menggema di dalam toilet. Suara lenguhan dari mulutku terdengar samar di toilet ini. Aku merasakan ada rasa geli dan nikmat bercampur menjadi satu. Rasa itu semakin menjadi-jadi di tubuhku. Terasa ada sesuatu yang hendak keluar dari tubuhku dan rasana nikmat sekali.

“Ooouhhh... Guueee maauu kelluuaarr Diiimmmmhh... Ooouuhh..” aku melenguh dengan keras ketika rasa nikmat itu datang. Hanya berselang beberapa detik, aku tidak dapat menahannya lagi. Pertahananku sudah jebol.

“OOOUUUHHHH DIIIMMMM.....” aku berteriak untuk melampiaskan rasa nikmat dari dalam tubuhku. Cairanku menyemprot bersamaan dengan teriakanku hingga membasahi lantai dan sebagian paha Dimas.

Di tengah-tengah gelombang orgasme yang melanda tubuhku, Dimas tidak mengendorkan gempurannya. Dimas tetap menggenjotku dengan kecepatan maksimal yang bisa dia lakukan. Akibatnya gelombang orgasmeku tidak hanya datang sekali, tapi beberapa kali. Tubuhku bergetar dengan keras ketika gelombang orgasme itu datang.

Gelombang orgasmeku sudah sedikit mereda, tapi Dimas tetap menggenjotku tanpa ampun. Rasa ngilu muncul kembali di selangkanganku. “Diimm.. Pelaanninn dikiittthh.. Guue udaah lemeeess...” pintaku kepada Dimas.

“Sebentar Liidhh.. Guee jugaa udahh mau keluar..” jawab Dimas sambil terengah-engah.

Kakiku sudah terasa lemas, hampir terasa tidak bertenaga lagi. Sedikit demi sedikit rasa nikmat kembali muncul seiring genjotan Dimas yang kasar dan tidak beraturan. Aku sudah merasakannya dan aku yakin tak lama lagi Dimas akan keluar. Namun dibalik kekasaran itu rasa nikmat kembali muncul ke ubun-ubun.

Genjotan Dimas semakin kasar dan akhirnya Dimas meraung dengan cukup keras. “OOUHH LIID.. TERIMAA NIHH PEJUU GUEEE...” Semprotan demi semprotan hangat keluar di dalam memekku. Rasa nikmat yang sudah di ubun-ubun kembali memuncak dan meledak di dalam tubuhku. Aku mengerang menikmati rasa nikmat di selangkangan dan menjalar ke seluruh tubuhku. Orgasme ini tidaklah sehebat sebelumnya, tapi membuat rasa ‘pas’.

Dimas yang sudah lemas akibat ‘bekerja keras’ hanya mendiamkan kontolnya di dalam memekku. Tangannya mengelus punggungku yang terbuka dan berkeringat. Sedikit demi sedikit kontol Dimas mengecil dan sebagian kecil pejunya meleleh ke bibir vaginaku. Rasa hangat ini membuat aku rileks dan entah mengapa ada rasa ‘menyenangkan’.

“Haah, keluar juga peju gue. Tabungan gue seminggu tuh. Pasti banyak banget.” Ujar Dimas sambil terkekeh.

“Iyah, lu gila ya banyak banget nyemprotnya. Anget banget memek gue.” Kataku.

“hahaha.. Emang enak nyemprot di memek cewek orang. Kalo hamil juga bukan gue yang tanggung jawab. Hahahaha” tawa Dimas.

“Sialan lo, cuma enaknya doang.” Kataku. Nafasku sudah beraturan dan sudah pulih dari gelombang orgasme. “Reza aja ga pernah nyemprot di dalem memek gue, eh udah keduluan sama lu.”

Dimas terkekeh dan tanpa aba-aba, dia langsung melepaskan kontolnya dari dalam memekku. Rasa geli langsung menyengat dari selangkanganku hingga ke seluruh tubuhku.

“Njirr.. “ umpatku. “Kalo lepasin pelan-pelan kek, geli tau..” ujarku dengan nada manja.

“Hehehe, sorry Lidyaku sayang.” Kata Dimas sambil mengelus rambutku yang sudah berantakan.

“Dim, tolong ambilin tisu dong di wastafel.” Pintaku.

Aku merasakan ada yang cairan yang keluar dari dalam memekku dan mengalir di bibir memekku. Aku mengejan untuk megeluarkan peju Dimas dari dalam memekku. Terdengar suara seperti angin yang keluar dari dalam memekku dan keluarlah peju Dimas yang kental dalam jumlah yang cukup banyak. Lantas aku mengadahkan tangan untuk menampung cairan itu. Kemudian kujilat tanganku untuk merasakan peju Dimas. Inilah yang aku suka dari peju Dimas, rasanya asin gurih dan enak untuk dijilat.

Ketika Dimas keluar, aku memasukan jari telunjuk dan jari tengahku ke dalam memekku untuk mengambil peju Dimas yang masih tersisa di dalam memekku kemudian menjilatnya. Ketika Dimas masuk kembali ke dalam bilik, aku melihat kontolnya yang menggantung lemas. Dengan gemas kuraih kontol itu dan memasukannya ke dalam mulutku.

“Sini, biar kontol lu gue bersihin.” Ucapku.

Setelah kujilat dan kuhisap, dalam sekejap kontol Dimas sudah bersih dari pejunya. Kemudian aku membersihkan lelehan peju dan cairan cintaku di paha dan bibir memekku. Setelah kurasa cukup bersih, aku mengenakan kembali celana dalamku.

Aku mengambil bra dan kaos putihku untuk dipakai dan Dimas berkata, “Apa ya reaksi Reza kalo cewek kesayangannya dientotin sama gue?”. Dimas memakaikan celana dengan asal dan belum dikancingkan. Kontol yang tadi membuat aku bergelinjangan nikmat itu masih tergantung dengan bebas.

“Ahh, gatau deh..” ucapku sambil lalu. Aku memasangkan bra dan Dimas membantu memakaikannya. “Jangan sampe dia tau kalo kita ngelakuin ini. Gue sayang sama cinta sama Reza. Gue nggak mau kehilangan dia.” Kataku dengan tegas. Kemudian aku memakaikan kaus putih ketatku dan merapikan rambutku. Rambutku sudah berantakan dan tidak bisa dirapikan tanpa sisir. Aku memutuskan untuk mengikatnya seperti ekor kuda.

“Iyalah itu sih pasti.” Kata Dimas merogoh kantong celananya untuk mengambil rokok dan korek, lalu menyalakan rokok tersebut dan menghembuskan asap rokoknya. “Kalo lu sayang sama cinta sama Reza, kenapa lu mau ngentot sama gue?” tanya Dimas.

“Sejak kita ngentot dengan nggak sengaja pas di kosan Reza, gue udah ga bisa lepas sama ini nih.” Ucapku sambil meremas batang yang sudah lemas itu dan mengecup pelan di kepala kontolnya. “Gue bisa bilang kalo gue sama-sama puas kalo ngentot sama Reza ataupun lu Dim. Tapi gatau kalo gue ngentot sama lu, ada sensasinya. Apalagi di tempat kayak gini.”

“Hahaha, iya ampir aja kita ketauan sama si Milla sama temennya. Untung dia ga nyadar ada orang lain di bilik sebelahnya.” Ujar Dimas dan membuatku kaget, Dimas menyebut nama Milla.

“Ha? Milla?” tanyaku dengan kaget.

“Iyah Milla. Emang lu ga nyadar sama suara sama logatnya si Milla?” Dimas bertanya balik.

Pikiranku berkelana ke kejadian beberapa menit yang lalu. Memang suara mereka familiar di pikiranku, namun aku tidak berfikir kalau yang bicara tadi adalah Milla. Setelah kupikir kembali, Suara cewek di bilik ujung adalah Ratna teman sekelasku dan tadi dia duduk di sebelah Milla.

Aku manggut-manggut ketika mendapatkan kebenaran itu. “Iyah aku juga kenal sama suara yang di bilik ujung. Dia Ratna sekelas sama aku sekarang.” Kataku sambil menatap Dimas yang menghembuskan asap rokoknya ke langit-langit. “Nah, lu gimana? Kan lu ngincer si Milla.”

“Hahaha, gampang itu sih.. Gue buat dia bertekuk lutut di depan kontol gue dah..”

“Hahaha dasar. Yang penting, gue bisa ngentot deh sama lu kalo gue pengen..”

“Siap Lid..” ujar Dimas. “Eh Lid, lu ga masuk? Udah setengah jam loh lu diluar.”

Aku melihat jamku dan aku menyadari kalao 15 menit lagi, kelas akan bubar. “Oh Shit..” umpatku. “Gue cabut dulu ye.. Ati-ati lu ketauan masuk WC cewek.. Hahaha..” kataku sambil meninggalkan Dimas yang sedang merokok di WC cewek.

================================================== ================

“Dari mana aja lu Lid?” tanya Milla ketika aku duduk kembali ke kelas.

“Mules gue tadi Mil, mana WC di lantai 3 lagi rusak kan. Jadi gue ke lantai 4 deh.” Kataku sambil memancing Milla. Seperti yang kuduga, Milla terlihat terkejut dan terlihat pucat. Ratna yang sedang memperhatikan Pak Hary langsung menoleh dan terlihat terkejut. “Eh pas mau masuk ga bisa kebuka, jadi gue ke lantai 5, untung disitu kosong.” Kataku lebih lanjut.

Milla dan Ratna terlihat lebih rileks ketika mengetahui aku tidak berada di WC lantai 4. Milla dan Ratna berpandangan sejenak dan mengalihkan perhatiannya ke Pak Hary yang sedang mengajar. Diam-diam aku mengeluarkan iPhone dan masuk ke dalam applikasi BBM. Kukirim chat kepada orang yang tadi bergumul denganku di dalam WC. Kutulis, “Emang bener yang tadi orangnya”, kemudian kukirim chat tersebut dan beberapa detik kemudian chat itu sudah dibaca. Kemudian iPhoneku bergetar di atas meja dan menampilkan isi chat.

“Ahahaha. I have a plan”

No comments:

Post a Comment