Friday 11 November 2016

Pesta di Akhir Pekan 2

Tertidur dalam rasa lelah yang luar biasa, ingatan Asep melayang ke hari pertamanya bekerja. Asep sangat grogi waktu itu. Dia pernah ke perusahaan itu sebelumnya untuk interview, tapi tetap saja rasanya beda. Resepsionis yang cantik menyuruh Asep menunggu di lobi. Senyum manisnya tak mampu mengurangi grogi Asep. Lama menunggu, barulah ada orang dari HRD. Setelah menandatangani kontrak kerja dan sejenisnya, Asep lagi-lagi disuruh menunggu orang dari departemen yang akan ditempati oleh Asep. Diganti rasa kesal disuruh menunggu terus, grogi Asep mulai hilang. Dia mulai berpikir soal tujuan keduanya bekerja selain mencari uang: nyari jodoh. Resepsionis barusan cantik juga, tapi rasanya terlalu tinggi buat Asep. Realistis aja lah, pikirnya. Lebih baik dia mencari yang selevel. Mungkin ada tenaga kebersihan, penjaga kantin atau sejenisnya yang masih single dan lumayan untuk dipacari. Terlalu tinggi buat mengincar para karyawati perusahaan itu, mereka yang minimal sarjana itu mana mau sama Asep.
Asep masih larut dalam lamunan ketika seorang gadis menyapanya.

“Mas Asep Suryana ya?” tanya suara lembut itu
Asep menoleh, dan ia serasa melihat sesosok bidadari. Gadis yang menyapanya itu berkerudung tapi pakaiannya ketat (jilbab gaul lah istilahnya). Tubuhnya indah dengan tangan kaki ramping, dada ukuran sedang, tapi pinggulnya melekuk sempurna. Gadis itu berwajah cantik dengan dagu lancip, bibir tipis, dan hidung bangir. Matanya indah dengan bulu mata lentik dan alis lebat dengan lengkung sempurna.
“Eh, maaf...salah orang ya?” tanya gadis itu tersipu malu ketika Asep hanya bengong
“Oh bukan..eh, iya...eh maksud sayah...iyah saya Asep Suryana” jawab Asep gugup
“Ohh...kirain aku salah orang..ampir aja malu aku” ujar gadis itu sambil tersenyum manis
Cantik, pikir Asep
“Aku disuruh ngejemput Mas Asep dari sini ke ruangannya R&D”
“Oh iya, sayah tadi dibilang mas dari ha er de ditempatinnya di ar endi...eh ar endi itu apaan sih?” tanya Asep polos
Gadis itu hanya tertawa, setelah meyakinkan Asep bahwa nanti juga dia mengerti, mereka meninggalkan lobi menuju bagian R&D yang ternyata terpisah dari bangunan utama. Gadis manis berkerudung itu berjalan di depan sementara Asep mengikuti di belakang. Mata Asep mencoba untuk beralih dari pinggul dan pantat indah di depannya, tapi namanya juga laki-laki, percuma. Akhirnya mereka tiba di depan sebuah pintu di samping bangunan lain agak jauh dari bangunan utama.
“Nah, di sini Mas Asep”
“Oooh, ‘re-se-archhh en depelop-men’ itu toh singkatannya” ujar Asep polos membaca plang di atas pintu itu yang dibalas gelak tawa si gadis.
“Haha, iyah itu artinya. Udah ah, ayo masuk”
“Oh iya..mmm..belum kenalan nih” potong Asep
Gadis itu menepuk jidatnya “Iiya aku lupa hehe...”
“Dinda” ujarnya sambil mengulurkan tangannya
“Asep” jawab Asep sambil menjabat tangannya.
Halus. Lembut. Hangat.
“Udah tau kalee...”
“Haha oh iya...” giliran Asep yang menepuk jidatnya sendiri
Lalu Dinda membuka pintu. Tapi bukannya disambut oleh Bu Supervisor seperti yang diingatnya, Asep malah disambut oleh Dita, Eci, dan Irma yang semuanya telanjang bulat. Ketika Asep berbalik, dilihatnya Dinda sudah telanjang bulat juga. Semuanya tersenyum menggoda, dan perlahan bergerak mengepung Asep.
“Lho lho lho bentar nih...maksudnya a-“

Asep membuka matanya.

“...Oh. Cuman mimpi”

Tapi yang dia alami tadi malam bukanlah mimpi.

Asep terbangun bukan di kamarnya sendiri tapi di sebuah villa milik orangtua Irma. Tubuh-tubuh telanjang bergelimpangan di sekitarnya. Nuansa erotis masih terasa samar di ruangan itu, Asep tak bisa mendeskripsikannya tapi dia bisa merasakan.
Asep bangkit walau kepalanya sedikit berat. Entah berapa jam dia tertidur, langit di luar sudah terang. Sambil duduk, dia mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi hari sebelumnya. Dia diajak Reza jalan-jalan ke Puncak bersama Jejen dan Ari. Mereka tidak pernah berterus terang dengan agenda kegiatan yang akan mereka lakukan. Lalu sesampainya di tujuan, ternyata empat karyawati di tempat Asep bekerja sudah ada di sana. Termasuk Dinda gebetan (rahasia) Asep. Sampai di sana, tidak terlalu aneh.

Lalu Jejen memberinya minuman misterius. Dan kemudian puncaknya jam 9, Eci dan yang lain memberi Asep kejutan. Tak pernah terpikirkan oleh Asep bahwa dia bisa melihat tubuh telanjang keempat rekan kerjanya itu. Dan tak hanya pemandangan itu yang dia dapat. Eci memasukkan Asep ke dalam klub rahasia mereka. Saat itu otak Asep tak bisa memproses semua informasi yang bertubi-tubi masuk, jadilah dia terseret masuk ke dalam situasi yang dia sendiri tidak pahami.
Pemandangan pertama yang dilihatnya sungguh mencengangkan. Dia melihat Dita, gadis paling pendiam dan alim diantara berempat, menungging dan merengek minta disetubuhi secara kasar. Permintaan Dita dikabulkan Jejen, teman Asep yang hitam dan buruk rupa, yang langsung main coblos membuat gadis manis berkulit putih mulus itu memekik nikmat.

Sewaktu Asep tahu bahwa para gadis itu rela tubuhnya dijamah oleh para lelaki yang bukan pasangannya, para lelaki yang secara kasta sosial lebih rendah dari mereka, itu saja sudah tidak masuk akal buat Asep. Lalu, setelah melihat para gadis itu yang memegang kendali, Asep jadi tambah bingung. Apa yang membuat mereka seperti itu? Dulu dunia terasa sederhana buat Asep. Yang nakal ya pasti kelihatan nakalnya. Yang alim, walapun ternyata punya sisi nakal ya paling tidak senakal yang betulan nakal. Tapi dunia yang dikenal Asep hancur berantakan malam ini. Dan syarat yang diajukan Eci seolah-olah memaksa Asep masuk ke dalam dunia itu tanpa boleh bertanya apapun. Lalu nanti setelah weekend ini berakhir, Asep akan ditendang keluar dan kembali masuk ke dunia yang dikenalnya; sekali lagi dengan larangan untuk bertanya.
Irma dan Eci

Asep berpikir apakah Jejen, Reza, dan Ari juga punya segudang pertanyaan seperti dirinya, ataukah mereka tidak peduli – yang penting dapet memek gratis? Mereka terlihat santai, dan patuh dengan perintah Eci tanpa banyak protes. Mungkin karena mereka sudah sering, dan Asep baru pertama kali. Tapi Asep tak yakin dirinya akan terbiasa. Tidak sebelum pertanyaannya terjawab. Apalagi ada Dinda di sini. Gadis yang selama ini Asep diam-diam perhatikan. Asep mengira dirinya tahu segala aspek dari kehidupan Dinda: sifat-sifatnya, masa lalunya, keluarganya, dan hubungannya dengan pacarnya saat ini. Tapi ternyata ada rahasia yang baru Asep ketahui sekarang. Dan Asep baru sadar, dia memegang rahasia besar Dinda yang selain dia hanya 6 orang lain di villa itu yang tahu. Dia lebih tahu Dinda daripada pacar atau keluarganya sendiri. Asep tak tahu harus merasa apa.

Dan kebetulan malam tadi, Dinda lah yang pertama dia setubuhi. Mimpi yang terwujud. Tapi walaupun secara birahi terpenuhi, persetubuhan pertamanya dengan Dinda terasa kurang. Entah karena larangan Eci soal membawa perasaan, atau karena sejuta pertanyaan masih mengambang di benaknya. Berhasil menyatukan kelaminnya dengan milik gadis pujaan hatinya, Asep puas tapi juga merasa hampa. Dan dari situ, kegilaan berlanjut. Asep ingat betapa ia terbawa suasana sehingga malam itu sehingga setelah Dinda dia bisa mencicipi tubuh ketiga gadis yang lain sekaligus. Dita, Eci, dan akhirnya Irma. Betapa keempat gadis itu memberinya kenikmatan jasmani dengan memek dan teknik bercinta mereka yang berbeda-beda. Dan Asep pun terpana menyadari daya tahannya yang luar biasa malam itu. Dia bisa ereksi segera setelah ejakulasi, dan setiap ejakulasi dari total tiga kali, rasanya sama nikmatnya dengan sperma yang sama berlimpahnya. Entah karena efek jamu Jejen, atau memang dia sudah terbawa suasana.

Dan ngomong-ngomong soal ejakulasi...Asep baru ingat tadi malam dia memuntahkan air maninya dalam rahim Dinda dan Irma, tanpa perlindungan apapun! Asep terlalu bingung tadi malam sehingga dia tidak menyadari apa yang dia lakukan. Waduh! Gimana kalo salah satunya hamil? Kalau dua-duanya hamil? Dan kebetulan dua-duanya punya pacar, bisa dihabisin gue sama mereka!
Asep mengelap keringat dingin yang mengalir di jidatnya. Tenang Sep, tenang! Dia mencoba berpikir. Yang lain pun dengan cueknya crot di dalam para cewek itu tanpa peduli. Di ronde pertama semuanya kena crot di dalam. Di ronde kedua, memek Dinda dan Irma disembur oleh Jejen dan Ari. Lalu faktanya mereka bilang mereka sudah sering melakukan pesta ini. Dan para gadis itu juga tidak protes rahim mereka jadi tempat pembuangan peju Asep dkk. Melihat mereka yang memegang kendali, pastinya para cewek itu juga sudah mempersiapkan diri. Seperti para cowok dengan jamu Jejen, mungkin para cewek itu juga sudah meminum obat tertentu. Ketakutan Asep mulai hilang sedikit demi sedikit.

Asep menarik nafas mencoba menenangkan pikirannya, melupakan pertanyaan dan kecemasan yang masih bersarang di benaknya. Dia memandang sekeliling arena pertarungan semalam. Bagaikan medan perang setelah pertempuran selesai, ruangan itu begitu sunyi. Terlihat Ari tergeletak dengan Dita dan Dinda disebelahnya. Ketiganya bugil tentu, karena mereka semalam langsung tertidur setelah selesai threesome. Irma tertidur di atas sofa. Setelah menguras isi kontol asep semalam, Irma langsung ke kamar mandi meninggalkan Asep terlelap di karpet ruang tengah. Tapi Irma sepertinya tidak sempat berpakaian karena gadis itu tidur di sofa masih dalam keadaan telanjang bulat. Toh yang lain juga sama saja bugil. Di pojok lain nampak Eci yang tertidur di atas tubuh Reza. Kontol Reza walaupun sudah menyusut masih menempel dalam memek Eci. Jejen entah di mana.

Walaupun tubuh putih mulus Dita yang terlihat paling menggoda, Asep lebih fokus ke satu orang: Dinda yang terlentang agak jauh dari Dita dan Ari. Tubuh polosnya tergeletak begitu saja dengan kaki mengangkang memperlihatkan belahan memek pinknya yang begitu menggoda. Mengundang kontol siapapun untuk mencoblosnya. Dan ketika terlihat oleh Asep, kontolnya kembali menegang. Entah berapa lama efek dari jamu Jejen, tapi tanpa obat pun laki-laki normal akan ngaceng melihat pemandngan itu. Asep menelan ludah, ada dorongan kuat dalam dirinya untuk langsung menyumbat lubang merekah itu dengan batang kerasnya.
Tapi masa main coblos aja sih gua? Batin Asep
Lagi-lagi Asep teringat permainan malam sebelumnya. Semua teori tentang seks yang dia pelajari seolah-olah terlupakan malam itu. Tak ada foreplay, mood making dan persiapan lain. Semuanya, termasuk Asep sendiri main coblos langsung hajar, dan para gadis itu tidak keberatan. Bahkan mereka terlihat menikmati. Secara teori memang salah, pikir Asep. Mestinya ada tahapannya dulu. Tapi anehnya ada kepuasan tersendiri yang dialami Asep. Seolah, insting primitifnya sebagai lelaki yang dominan dalam bercinta bangkit. Dengan langsung hajar tanpa harus membuat basah lawan mainnya, seorang lelaki bisa menunjukkan dominasinya. Dipikir-pikir, buat lelaki tak perlu foreplay. Asal senjatanya sudah siap, bisa langsung dipakai kawin. Foreplay utamanya buat perempuan, untuk memancing mood dan birahi mereka. Juga agar kelamin mereka terlumasi sehingga siap menerima tamu yang akan datang.
Nah kalau mereka para wanita sudah gatal minta langsung dicoblos, ya apa salahnya?

Masalahnya sekarang Dinda masih tidur. Mungkin dia akan marah kalau Asep langsung menyetubuhinya tanpa persetujuan. Tapi pemandangan itu begitu menggoda. Kontol Asep sudah begitu keras. Keinginannya untuk langsung menusukkan senjatanya ke lubang nikmat Dinda sudah tak bisa dibendung lagi.
Cukup ah mikirnya, pusing gua; Asep mengambil keputusan: dia akan menerima undangan memek itu. Dihampirinya Dinda dan segera diarahkannya kontol saktinya ke dalam memek Dinda.
“Mmmhhmm..” Dinda menggumam pelan dengan mata masih terpejam saat kontol Asep menusuk memeknya
Asep diam merasakan jepitan hangat dan basah memek Dinda untuk beberapa saat sebelum dia mulai menggerakkkan kontolnya pelan-pelan. Pompaan kontol di memeknya membuat Dinda terbangun. Dia membuka matanya dan menatap Asep sayu.
“Ah, Asep iih..nyoblos teu bilang-bilang” desahnya sambil tersenyum
“Hehe, sori ya Nda”
“iiya..terusin sep” rengek Dinda lirih sambil kembali memejamkan matanya
Asep lega Dinda tidak protes Asep mencoblosnya begitu saja. Asep menjawab permintaan Dinda dengan menaikkan tempo genjotannya walaupun masih dengan gerakan lembut. Mengingat keduanya baru bangun, dan juga karena Asep tidak ingin membangunkan yang lain.

Dinda mendesah “ah” dan “mmh” pelan berulang-ulang dengan mata masih terpejam. Asep begitu menikmati persetubuhan yang syahdu ini. Tak seintens sebelumnya tapi terasa lebih nikmat. Dibayangkannya hanya ada dirinya dan Dinda di situ, tanpa ada yang lain termasuk Eci yang selalu cerewet mengingatkan untuk tidak membawa perasaan.
Asep menggenjot memek Dinda dengan penuh perasaan, penuh cinta di setiap tusukan kontolnya. Dan memek Dinda seolah memeluk kontolnya dengan hangat dan mesra.
“Seeep...” Dinda menggumam lirih
“Iya knapa Da?”
“Kontolnya gesekin ke kiri dikit...”
“Di sini?”
“Ahh..iiya trus..gesekin situ sep..”
Dinda membimbing Asep untuk menggaruk bagian memeknya yang paling sensitif, dan begitu Asep bisa memenuhinya tanpa kesulitan, lenguhan Dinda semakin keras.
“Aaahh, iiyaaa...enak banget...aduhh..hhhhmmmhhhh”
Erangan manja Dinda membuat Asep tambah semangat
“Anto aja gak bisa nyampe ke situ...” gumam Dinda menyebut nama pacarnya
Tahu dirinya bisa memberi kenikmatan lebih dari pacar Dinda membuat Asep tambah semangat
“Aahh, Aseeeppp...”
“Iya Dinda...”
“Akhu mau nyampee..mmfffhhh” lenguh Dinda makin keras
Dinda menjerit lirih sambil menggenggam tangan Asep dengan keras. Tubuhnya menggelinjang dan tersentak-sentak. Kedutan di memeknya membuat kontol Asep serasa diurut, persis seperti yang dilakukan memek ajaibnya Dita.
“Enak?” tanya Asep penuh perhatian saat orgasme Dinda selesai
Dinda hanya melirik Asep dengan matanya yang indah itu sambil tersenyum kecil dan mengangguk pelan.
“Asep belum keluar ya?”
“Iya sih, belum..”
“Sini aku sepongin aja”
Asep sebenarnya ingin melepas pejunya dengan penuh cinta dalam memek Dinda, tapi dia tidak memaksa. Begitu Asep melepas kontolnya dari lubang memek yang basah milik Dinda, gadis asli Sunda itu bangkit dan segera merangkak mendekati kontol Asep. Diciumnya ujung kontol Asep yang berlumur cairan cintanya sendiri.
“Makasih ya tol udah bikin aku enak hihi”
Dan slurp! Hilanglah kontol Asep dalam mulut Dinda. Dengan cekatan Dinda mengulum kontol Asep bagai lolipop. Permainan mulut dan lidah Dinda membuat Asep kelabakan. Tak berapa lama cairan kental menyembur dari kontol Asep langsung ke dalam mulut gadis pujaan hatinya itu. Dinda membiarkan kontol Asep berhenti berkedut dan mengeluarkan isinya dulu. Kemudian tanpa canggung Dinda menggunakan lidah dan bibir tipisnya untuk membersihkan kontol Asep dari segala macam cairan yang menempel di situ.

Dinda memandang Asep sambil tersenyum, lalu dia membuka mulutnya memperlihatkan peju Asep di dalamnya. Dan dengan ekspresi binal dia menelan seluruh cairan kental itu dengan sekali teguk. Asep terpana melihat keliaran gadis yang sehari-harinya alim itu.
“Dari kemarin aku belum nelen peju, hehe, makasih yah Sep” ujar Dinda santai
Asep sesaat merasa bahagia, tadi malam dia masih grogi dan bingung jadi dia tidak bisa mengingat detil persetubuhan pertamanya dengan Dinda. Tapi barusan, dia bisa merasakan nikmatnya bercinta dengan orang yang dia kasihi. Tak seintens sewaktu dengan Irma tadi malam, tapi yang ini jauh lebih nikmat. Seandainya hanya ada mereka di situ, mereka akan melewatkan seharian berdua; makan berdua, mandi berdua...Dengan asumsi Dinda juga punya perasaan yang sama dengannya. Sekarang, bisa jadi Dinda masih menganggap Asep sama seperti yang lainnya: hanya sebagai alat pemuas nafsu. Sadar perasaannya hanya sepihak, Asep kembali galau. Ibarat terbang tinggi sebentar lalu kembali jatuh ke tanah.

“Iiih kalian, pagi-pagi udah ngentot aja gak ngajak-ngajak ah” tegur Eci tiba-tiba mengagetkan mereka
“Udah siang gini kali mbak” tukas Dinda santai
“Udah terang yaa..eh, Asep kok gak sama aku siiihh” rajuk Eci
Asep nyengir “Waduh mbak, tadi saya liat mbak masih nempel gitu deh sama si Reza hehe”
“Yah, sep, coblos mah coblos aja. Ato mau lubang yang ini tinggal coblos aja” goda Eci sambil menggoyangkan pantatnya yang bahenol tanpa malu membuat Asep rada jengah.
“Biasanya kalo kita pesta nginep gini, mbak Eci yang duluan bangun” jelas Dinda
“Iiya dongs, ngentot pagi-pagi tuh rasanya ser ser gitu hahahaha” timpal Eci dengan heboh
Asep ikut tertawa walau dalam hati perasaannya berkecamuk. Apakah setelah hari ini dia bisa memandang para gadis rekan kerjanya itu dengan perasaan yang sama? Ataukah imej Dita, Irma, Eci, dan Dinda yang alim di kantor selamanya akan terganti dengan imej wanita haus seks yang tak malu untuk nungging dan memohon untuk dientot? Syarat pertama yang diajukan Eci ternyata lebih berat yang dia duga.

Asep memutuskan untuk tidak memusingkan hal itu dulu sekarang. Dia berdiri dan melangkahkan kaki ke arah kamar mandi. Tapi belum juga sampai ke sana, Asep mendengar suara dari dapur.
Dilihatnya Jejen sedang menggenjot tubuh Dita dari belakang. Gadis itu bertumpu pada meja makan dan sedang berusaha mengoles mentega ke roti tawar. Tentu usahanya sia-sia karena genjotan Jejen merusak konsentrasinya. Sedangkan di sebelah kiri Jejen tampak Irma berdiri dengan sebelah kakinya berpijak ke kursi meja makan. Dua jari tangan Jejen tampak keluar masuk memek Irma yang mengangkang dengan cepat. Sementara si pemilik memek asyik memagut bibir pria buruk rupa yang sedang menyetubuhi sahabatnya.
Tampaknya kedua gadis itu bangun saat Asep sedang memadu nafsu dengan Dinda tadi. Asep sudah kebelet jadi dia tidak terlalu mempedulikan mereka.
Suara orang-orang itu terdengar sampai kamar mandi, mengiringi Asep yang sedang kencing di sana.
“Ahh Mas Pepeeen...aku lagi bikin roti” desah Dita
“Cluurpp...Iiyah nih Mas Jejen, liat Dita lagi nungging langsung maen coblos aja” bela Irma
“Mana coloknya ke situ lagi...mhhh” tambah Dita
“Tapi situ seneng pan disodomi heuheu?” goda Jejen yang membuat Asep nyaris terpeleset di kamar mandi mendengarnya
“Iiya...hehe...enak juga...aduuhhhh...”
Waduh, ternyata Dita juga memang sudah tidak perawan pantatnya, pikir Asep. Dan Jejen memang spesialis pantat, sesuai tampangnya.
***
Mereka makan siang bersama di sebuah restoran. Asep merasa aneh melihat para gadis itu kembali berpakaian dan berdandan rapi, setelah semalaman dibombardir pemandangan tubuh telanjang mereka yang banjir keringat. Semuanya bersikap normal, seperti yang Asep kenali sehari-hari. Padahal tadi malam mereka berpesta birahi seperti binatang. Ekspresi para gadis yang begitu menikmati disetubuhi oleh para lelaki yang bukan pasangan mereka tak bisa hilang dari ingatan Asep. Jilbab mereka yang sampai acak-acakan dan basah oleh keringat sekarang begitu manis, bersih, dan rapi. Begitupun tubuh bugil mereka yang tadi malam Asep sentuh sekarang rapat terbungkus. Yang beda hanyalah cara jalan Eci yang sedikit mengangkang. Maklum, habis digenjot depan belakang sampai lewat tengah malam.
“Mbak, abis ini ada games lagi?” tanya Irma sambil menyeruput minumannya
“Ow iya dongs, aku punya ide, trus Ari juga punya ide” jawab Eci
“Tumben lo bisa mikir Ri!” ledek Reza yang hanya dibalas Ari dengan nyengir kuda
“Sep, punya ide juga?” tanya Dinda tiba-tiba membuyarkan lamunan Asep
“W-wah, kalian juga tau lah gua mah bukan tipe kreatip...”
“Yaa kirain punya ide gitu anggota baru, hehe” senyum Dinda membuat salah tingkah
Ide gua mah pengennya ngentotin kamu seorang selamanya gak pake yang lain, batin Asep

Begitu kembali ke villa, Asep masih mengunci pintu gerbang ketika didengarnya suara heboh Eci
“Rezaaa ambilin karpet yang di gudang! Cuacanya cerah jadi kita main di luar!”
Hah? Pikir Asep, di luar?
Benar saja, setelah Asep menembus rumah menuju halaman belakang yang cukup luas, dilihatnya Reza dan Jejen sedang menggelar karpet tipis di atas rumput. Sedangkan para gadis dengan cueknya menelanjangi diri.
“Mas Asep gerbangnya udah dikunci?” tanya Irma yang payudaranya sudah menghirup udara bebas
“Sudah Mbak, ini kuncinya...”
“Simpen aja di situ”
Seperti tadi malam para gadis itu telanjang bulat tapi masih menyisakan jilbab. Asep yang masih bengong ditegur Ari.
“Sep! Hayu, geus pada buligir yeuh!”
“Ini beneran nih maen di luar? Gak takut ketauan apa?” tanya Asep
“Moal atuh Sep, noh liat temboknya tinggi gitu, trus gak ada villa lain di sekitar,’
“Ah tapi masih was-was gua mah...”
“Tenang Sep, udah sering kita mah kalo lagi gak hujan...” Ari meyakinkan Asep

Masih ragu, Asep melangkah ke arah karpet. Di sana, para maniak seks itu sudah mulai saling menggoda satu sama lain. Asep cemburu melihat Dinda digerayangi Reza. Gadis pujaan hati Asep itu tertawa-tawa senang sambil sesekali mendesah saat Reza memeluknya dari belakang dan memainkan puting susunya.
“Mbak Eci, minta jatah waktu bebas satu ronde dulu dong” tawar Reza
“Kenapa sih Reza, kalo males ikut games lagi tenang aja, sekarang ada hadiahnya” balas Eci yang sedang mengocok kontol Ari
“Bukan gitu mbak, saya belom dapet jatah nih tadi pagi. Noh si Asep ama Jejen udah, mana si Jejen maruk lagi ngegarap dua orang pagi-pagi” Jejen yang sedang mengobel memek Irma hanya nyengir
“Gua juga belom” timpal Ari
“Hmmm...Ya udah satu ronde aja ya, trus kita mulai gamesnya...Ri ayo sama aku” Eci menyetujui proposal Reza, sambil menggamit tangan Ari dan membawanya ke pojok halaman
“Yes! Ayo Dinceu, gua crotin di dalem ya, tadi malem kan belom” ujar Reza sambil semakin agresif menggerayangi tubuh Dinda
“Haha, nafsu banget sih ama gue, hayoh sok weh crot di dalem. Yang banyak siah” jawab Dinda santai

Asep semakin cemburu. Sial, rutuknya, kalah cepat sama Reza. Tapi kalau dia terus memonopoli Dinda, yang lain bisa curiga.
“Mas Asep...”
Asep baru sadar dari tadi ada yang menggengam tangannya. Dita tersenyum manis di sampingnya sambil menatap mata Asep dengan mata sipitnya.
“O-Oh iyah Mbak? Mau maen sama sayah?”
Dita tidak menjawab pertanyaan Asep, tapi gadis itu tiba-tiba memeluk Asep. Sedikit berjinjit (karena tubuhnya sedikit lebih pendek dari Asep) Dita berbisik di telinga Asep.

“Aku tau kok kalo Mas Asep suka sama Dinda”

Chapter 5: Belajar dan Bermain Bersama

Asep hanya bisa mematung. Bisikan Dita sungguh di luar dugaan; butuh waktu lama buat Asep untuk merespon
“A-ah..s-saya mah...s-saya...” Asep tak bisa merangkai kata, apalagi dengan Dita yang terus menatapnya sambil tersenyum
“Sssst” Dita menaruh telunjuk di atas bibr tipisnya “Di sana aja yuk, Mas Asep”
Asep menurut saja ketika Dita menuntun tangannya ke tempat yang agak jauh dari yang lain. Sepanjang jalan pikiran Asep berkecamuk, bagaimanapun mungkin Dita tahu? Asep tak pernah cerita ke siapapun. Atau dia hanya menebak-nebak saja? Mengingat Dita dekat dengan Eci, bahaya kalau dia sampai bilang-bilang ke Eci. Asep harus mencoba menyangkal.
Dua manusia berlainan jenis yang telanjang bulat itu sampai di tempat yang diinginkan Dita. Dengan santainya Dita berbaring, mengangkangkan kakinya hingga terlihat memek pink dengan jembut tipisnya.
“Ayo Mas Asep, di atas yaa” rajuknya
Dengan ragu, Asep mengikuti perintah Dita. Pelan, Asep memposisikan tubuhnya di atas tubuh Dita yang terlentang. Lalu dia menurunkan tubuhnya untuk menindih Dita, tapi tiba-tiba Dita memeluk Asep dengan erat sehingga dada kurus Asep langsung menempel di bukit empuk gadis berjilbab itu. Dalam posisi itu kepala mereka berdekatan, dan Dita kembali berbisik di telinga Asep.
“Aku perhatiin dari dulu kok Mas Asep...Aku bisa liat Mas Asep ada rasa sama Dinda”
“Nggak Mbak, saya mah gak ada rasa sama Dinda” sangkal Asep, sama-sama berbisik walaupun mereka sudah cukup jauh dari yang lain.
“Masa?”
“Iyalah Mbak, kan Dinda mah udah punya pacar”
“Apa hubungannya?”
“Eh?”
Asep mengangkat kepalanya. Dita lagi-lagi menatapnya dengan senyuman manis yang akan membuat siapapun meleleh. Kecuali pria yang otaknya sedang dipenuhi wanita lain, seperti Asep.
“Justru Mas Asep gak cerita ke siapa-siapa, gak berani mulai PDKT karena Dinda udah ada yang punya kan? Tapi aku bisa liat kalo orang nyimpen perasaan terpendam”
Asep terdiam, dia ingin menyangkal tapi tak tahu harus berkata apa.

“Tenang aja Mas Asep, aku gak akan bilang-bilang ke si Mpok Eci” ujar Dita memutus lamunan Asep
“M-maksudnya?” Asep bingung
“Iiya...Rahasia Mas Asep aman kok sama aku”
Asep langsung sumringah “Wah...Makasih Mbak!”
“Berarti bener kan?”
“Hah?” senyum Asep langsung hilang
“Hehehe, tadi Mas Asep secara gak langsung ngakuin sendiri” ujar Dita santai sambil tertawa kecil
Ah, sial! Kena jebakan deh gue, batin Asep
“Yaa, asal jangan bilang siapa-siapa lagi ya Mbak. Bukan masalah aturan pesta ini aja, tapi juga sayah gak enak sama Dinda sama yang lain, apalagi pacarnya si Anto” Asep yang sudah lega mulai tak sungkan curhat.
“Iiya, aku ngerti kok..Mas Asep bisa cerita sama aku..eh tapi ngomong-ngomong..”
“Apa Mbak?”
“Masukin dong”
Dita melepas pelukannya hingga Asep bisa mengangkat badannya
“Oh...I-iya Mbak” Asep bergegas mengecek kontolnya dan hebatnya, kontol itu sudah mengeras tanpa dia sadari. Amejing! Hanya dengan ditempel tubuh Dita, batang itu bisa tegak dengan sendirinya. Kalau sudah begini, siapa yang butuh foreplay? Bukan Asep, bukan juga Dita karena begitu Asep menusukkan pedangnya ke lubang nikmat Dita, gua itu sudah cukup basah dan merekah.

“Mmmmmhhhh...” Dita melenguh dengan mata terpejam, menikmati sensasi birahi yang menjalar tubuhnya. Begitu juga Asep yang kembali merasakan kedutan memek ajaib Dita. Sensasinya benar-benar luar biasa.
“Mas Aseeep...” Dita merajuk dengan lembut “Aku punya request tapinya yaaa...”
“Rikues?”
“Iiya, gantinya aku pegang rahasia Mas Asep, aku minta Mas Asep menuhin penginnya aku..”
Wah sial nih, ternyata ada bayarannya juga, batin Asep.
“Gak susah kok requestnya hehe. Aku cuma pengen...” Dita sengaja tidak melanjutkan ucapannya
“Pengen apa Mbak?”
“Aku pengen Mas Asep ngentotin aku kayak Mas Asep sama Dinda tadi pagi...Kayaknya mesra banget deh hehe” pinta Dita dengan suara manja
“Ah Mbak, saya mah pelan-pelan waktu itu soalnya kita baru bangun” elak Asep
“Hmm, tapi Mas Asep maennya pake perasaan kan?”
Asep menggaruk-garuk kepalanya “Iya deh Mbak, saya coba”

“Nah gitu dong, aku juga bantu kok” Dita tersenyum lalu lalu menarik kepala Asep dan mencium bibirnya. Mau tak mau Asep membalasnya. Ciuman Dita begitu lembut, seperti ciuman dari seorang kekasih. Beda dengan pagutan penuh nafsu Eci tadi malam, juga sewaktu dengan Dinda pertama kali. Asep seolah diajari Dita cara menyampaikan perasaan lewat ciuman, sesuatu yang dia lupakan di pesta asal coblos ini. Sementara di bagian bawah, Asep mencoba menyeimbangkan kecepatan dengan intensitas. Daripada mengejar jumlah tusukan per menit, Asep lebih memilih untuk memompa lubang nikmat Dita dengan tusukan-tusukan panjang dengan sedikit gerakan memutar. Aksinya ini dibantu oleh Dita yang juga menggerakkan pinggulnya sesuai ritme genjotan Asep. Bahkan gerakan dinding memek Dita yang mengagetkan Asep tadi malam juga lebih lembut, seperti memeluk dan memijat-mijat batang keras Asep yang bertandang ke sana.

Ketika bibir mereka terlepas selesai berciuman mesra, bibir tipis Dita mengeluarkan desahan manja dengan matanya terus menatap mata Asep.
“Ahhhmhhhhh...Mas Aseeeepppp...” Dita memanggil nama Asep dengan suara semesra mungkin
“Mbak Ditaaaa....” Asep membalas
Asep tahu betul Dita berusaha untuk berperan sebagai kekasih di sesi persetubuhan ini. Memang tak mungkin Asep melupakan Dinda begitu saja, pun tak mungkin Asep akan memperlakukan Dita seperti Dinda. Perasaan tak bisa dibohongi. Baik Asep dan Dita tahu itu. Maka Asep berusaha memainkan perannya, mencoba memperlakukan Dita selembut dan semesra mungkin. Berharap kejadian tadi malam terulang, ketika Asep bisa fokus menyetubuhi Irma membiarkan instingnya bekerja, terisolir dari pikiran lain yang mengganggu. Dan tampaknya Dita tahu itu dan membantu dengan mengajak Asep bercinta di tempat yang agak jauh dari yang lain. Agar Asep tidak terganggu dengan Dinda yang sedang asyik masyuk disetubuhi Reza.

Dan sepertinya usaha mereka berhasil. Asep mulai membiarkan instingnya mengambil alih. Dia terus menumbuk memek Dita tanpa perlu berpikir, dengan tempo natural menimbangi gerakan pinggul Dita. Jelas, sensasi lubang basah Dita yang memijat batang kerasnya adalah yang paling nikmat. Tapi kehangatan badan Dita juga membangkitkan birahi Asep ke awang-awang. Posisi misionaris adalah posisi yang memungkinkan kedua orang yang terlibat menyentuhkan kulit mereka semaksimal mungkin. Buah dada Dita yang empuk terhimpit dada Asep yang kurus. Puting susunya yang kenyal bergesekan dengan kulit dada Asep yang kasar dan sedikit berbulu, memberi sensasi nikmat bagi keduanya. Sementara kaki Dita sudah naik mengunci kaki Asep, seolah tak rela melepas pria yang sedang menyetubuhinya itu. Tangan Dita juga tak tinggal diam, sesekali dia merabai punggung Asep yang membuat pria berkulit gelap itu menggelinjang, Kadang tangan Dita mencengkram erat lengan Asep yang kurus namun berotot.

Saking nikmatnya, keduanya sesekali memejamkan mata meresapi kenikmatan birahi. Tapi ketika mata mereka terbuka, mereka saling menatap dan memanggil nama masing-masing.
“Mas Asseeeppphhhh...”
“Mbak Ditaaaahhhh...”
Kalau sudah begitu mereka lalu berciuman mesra. Begitu nikmatnya, sesekali Asep merasa cengkraman tangan Dita tiba-tiba menguat, kakinya semakin memeluk erat, begitu juga dinding kelamin Dita yang mencengkram lebih erat diiring erangan lirih. Asep semakin takjub dengan Dita; gadis itu bisa berekspresi dengan liar seperti tadi malam sewaktu disetubuhi Jejen, tapi juga bisa mengekspresikan puncak birahinya dengan elegan seperti ini. Di balik wajah kalem dan imej alimnya, Dita seperti mesin seks yang sempurna. Selain tubuhnya Dita punya skill yang lebih dari yang lain. Memang yang lain juga tidak kalah, terutama soal agresivitas dan stamina Eci adalah yang paling ganas. Tapi Dita seolah-olah yang paling berpengalaman daripada yang lain.

Sementara Dita sukses menggapai orgasmenya berkali-kali, Asep juga hampir mencapai puncak. Sekarang tangan mereka saling berpegangan erat seperti sepasang kekasih. Memek Dita semakin intens memijat kontol Asep yang menggenjotnya.
“Mas Aseep...Mas Aseeppp....Ahhh Mas Aseeppppp!”
Dan Dita memanggil-manggil namanya, terus mendorong birahi Asep ke puncak tertinggi. Akhirnya Asep serasa melihat sekelebat sinar, rasa nikmat menjalar dari tulang belakang ke kelaminnya, dan...
“Arrghhhhh...Mbak Ditaaaaaaaaaa!”
CROTT CROTT CROTT
Tubuh Asep gemetar saat air maninya memancar menemprot rahim Dita.
Gadis itu juga ikut tersentak, matanya terpejam. Rasa hangat di organ intimnya memberi rasa damai di benak Dita.

Keduanya terdiam, saling menindih mengatur nafas masing-masing. Ketika rasa itu reda, Asep menggulingkan tubuhnya berbaring di samping Dita.
“Enak..huff...huff...gak...Mas Asep?” tanya Dita yang masih ngos-ngosan
“Iyah..haahhh...Mbak gimana?”
“Banget...Aku dapet banyak...Gak keitung hahah”
Asep bangkit untuk duduk, diikuti Dita
“Makasih ya Mbak pelajarannya” cetus Asep tiba-tiba
“Ih, emang aku ngajarin apa?” tanya Dita heran
“Banyak deh Mbak, saya belajar banyak tadi”
“Ah Mas Asep, tadi Mas Asep itu pake insting sendiri...Yakin deh, Mas Asep punya potensi alami”
Asep manggut-manggut. Tapi dia masih punya pertanyaan di benaknya.
“Eh Mbak, maaf ya tapi ngeliat semalam sama Jejen saya kira Mbak seneng rada kasar gitu, hehe”
“Oooh, aku sih emang biasa maen kayak gitu, tapi aku juga pengen dong nyoba yang rada lembut dikit. Tuh cowok-cowok itu gak pada bisa diajak main slow...Yah bukannya aku gak seneng, aku juga pengen ngerasain seks yang kayak tadi...” jawab Dita cuek
Asep kembali manggut-manggut ketika Dita menggumam dengan suara pelan “Kan aku juga cewek...”
“Hmm? Tadi ngomong apa Mbak?”
“Mmm...Bukan apa-apa kok...Yuk ah balik ke yang lain, udah pada nungguin pasti”
Dita berdiri, melangkahkan tubuh bugilnya yang putih mulus di bawah sinar mentari sore.

Asep dan Dita berjalan beriringan ke tengah halaman. Di sana Reza, Dinda, dan Irma sedang duduk-duduk sambil mengobrol. Jejen sedang merokok di pojokan. Tampaknya acara gulat birahi mereka juga sudah selesai. Dengan santainya, masih dalam kondisi bugil mereka bercengkrama tanpa beban. Asep sedikit iri melihatnya. Asep juga sebenarnya ingin menikmati pesta ini tanpa dibebani apapun.
“Beres Sep?” tanya Reza begitu Asep duduk
“Ya iyalah, kalo belum ngapain gua balik sini” jawab Asep
“Heheh, lo juga kemarin malem belom sempet ngecrot di dalem Mbak Dita kan? Gua juga baru hari ini bisa puas ngecrotin memek si Dinceu” Dinda hanya tertawa mendengar perkataan Reza, tak tahu bahwa hati Asep tak menentu mendengarnya.
“Eh Asep ngapain tadi maennya jauh amat?” tanya Dinda tiba-tiba
“Oh? I-itu..”
“Biar gak keganggu si Irma, suka berisik tuh anak kalo lagi maen” jawab Dita cepat membantu Asep
Mata bulat Irma melotot “Iih, enak aja, emang aku segitu berisiknya...nggak kan Reza?”
“Dih, tadi aja dia teriak-teriak ‘aduh memek aku Mas Jejen’ kenceng banget dah” goda Reza menirukan Irma. Kontan Irma yang kesal memukul-mukul tangan Reza, sambil tergelak Reza menambahkan “Si Jejen sampe panik nyuruh si Irma diem takut kedengeran orang, beneran Mbak!”.
Mereka tertawa-tawa sambil saling meledek, sampai Dita teringat sesuatu.
“Eh jadi ini gimana nih gamesnya?” tanya Dita
“Lah Mbak Eci-nya mana? Yuk kita susul aja” usul Dinda
“Jangan-jangan belum beres maennya tuh berdua” Irma menimpali

Dan memang Eci dan Ari masih belum selesai. Eci masih bergoyang dengan intens di atas badan Ari yang terlentang. Nafas Eci memburu bersahutan dengan erangan erotisnya. Tangan Eci mencengkram payudaranya sendiri dan meremasnya dengan liar seperti kesetanan. Sementara Ari hanya diam terlentang tak bergerak. Tampak mukanya meringis seperti menahan sesuatu, membuat Asep merasa kasihan melihatnya.
“Hey Mpoook!” tegur Dita
Eci yang dari tadi terus menengadah sambil terpejam membuka matanya dan menengok ke arah rombongan.
“Ohh..Udah pada beres yahh..Bentarr aku dikit lagi ahhhh!”
“Huu malah yang paling lama maen” gerutu Reza
Tapi Eci cuek aja, sambil terus mengerang dia memberi Ari instruksi terakhir “Ariii keluarin ajjah...Ahh..Gak usah...Ditahan lagi...Ahhhh”
“I-iya Mbak...Gaaahhhh!” Ari pun ikut mengerang
Gerakan keduanya terhenti, hanya sesekali tubuh Eci tersentak-sentak. Eci yang disembur air mani Ari orgasme di depan mata teman-temannya. Melihat betapa agresifnya Eci, Asep jadi sedikit takut.
“Haahhh...Puas deh guee..Oke guys, rehat bentar 10 menit yah, aku mau minum dulu” setelah beberapa detik terdiam menikmati orgasmenya, Eci dengan santainya berdiri mencabut memeknya dari kontol Ari yang sudah layu. Dengan agak sempoyongan Eci berjalan ke arah dapur dengan cairan kental menetes-netes dari selangkangannya.

”Ri, kok kalo sama aku kemaren keluarnya cepet sih, gak kayak tadi” Irma bertanya sambil manyun
Ari yang masih terlentang kelelahan di karpet hanya nyengir.
“Gua diancam Il, katanya ‘awas aja kalo keluar duluan sebelum aku suruh’. Takut gua”
“Yaelah si Mpok” Dita hanya geleng-geleng kepala. Memang Ari adalah yang paling pasif di antara mereka, jadi cocok buat Eci yang dominan. Reza dan Dinda tertawa, tapi Asep jadi kepikiran. Wew, serem juga si Mbak Eci. Diliriknya Dita di sebelahnya. Jangan sampe rahasia gua bocor deh, pikir Asep sambil menelan ludah.
Jejen yang baru bergabung cengar-cengir dengan muka bloon “Ada apah ini teh rame-rame?”

***

Ternyata lomba yang direncanakan Eci adalah...balap karung. Dengan para cewek sebagai karungnya. Lomba yang aneh tapi Asep ikut saja, lumayan buat break dari persetubuhan tanpa henti hari itu. Jadi di halaman belakang yang luas itu para cowok akan berlari ke arah para cewek yang sudah menunggu. Lalu para cowok harus menggendong pasangannya kembali ke posisi start, lalu balik lagi ke finish. Dan karena ini pesta seks, tentu bukan digendong biasa. Tapi posisi dimana para cewek memeluk pasangannya dari depan, kemudian menggantungkan kakinya di pinggang para cowok yang menahan beban tubuh pasangannya dengan tangan mereka.
“Jangan asal gendong dan lari. Kontol kalian harus masuk ke memek kita-kita. Terus biar ceweknya ada peran, harus ngegerakkin pinggulnya mompain kontol pasangannya. Biar adil kan, gak cuman cowoknya aja yang kebagian capek” Eci memimpin briefing
“Wah kalo gitu mah susah atuh sambil lari” protes Jejen
“Ya jangan lari aja, secepet-cepetnya kalian bisa gerak. Yang ngelanggar diskualifikasi OK?”
Asep mengangkat tangan “Kalo kita semua ikut, atuh siapa yang nanti mastiin gak ada yang curang?”
“Hmm...bener juga ya...” Eci tampak berpikir “Aku sih pikirannya semua bakal main fair tapi...”
Giliran Ari yang mengangkat tangan “Saya ajah Mbak, saya jadi wasit! Masih cape nih”
“Trus kurang dong orangnya?” protes Irma
“Yah udah, kalo gitu aku juga gak ikut, pas kan. Aku ngawasin aja” Eci memberi solusi, yang membuat Ari lega karena sebelumnya dia khawatir bakal dimarahi Eci.

Beberapa lama kemudian, persiapan dimulai. Para cowok yang jadi peserta sebelumnya dikocok dan disepong dulu oleh para cewek agar kontol mereka kembali tegak, sambil pemanasan.
“Oke, para cowok ngambil undian nentuin pasangannya. Kalo gak, semua pasti bakal milih Dinda yang paling ringan” perintah Eci sambil menunjuk Dinda yang mulutnya sedang dipenuhi kontol Jejen. Nampaknya kali ini bukan hanya Asep yang menginginkan Dinda.
Bergiliran Reza, Asep, dan Jejen mengambil lintingan kertas yang dibuat Dita. Asep agak terbelah dua soal ini. Di satu sisi, kalau dia dapat Dinda, Asep bisa berpasangan dengan gadis pujaannya itu di lomba ini. Tapi nantinya sulit baginya untuk mengambil Dinda lagi setelah ini tanpa terlihat dia ingin memonopoli.

...Dan Asep pun mendapat Dinda sebagai pasangannya.
“Selamat yaa Mas Asep...” ucapan selamat Dita oleh yang lain dianggap biasa saja, karena Asep jadi unggulan dengan mendapat beban paling ringan. Tapi melihat senyum dan tatapan mata Dita, Asep tahu Dita punya makna lain.
Jejen mendapat Irma, jadi Reza dapat Dita. Irma memang langsing, tapi tubuhnya tinggi sehingga agak sulit buat digendong Jejen, kedua terpendek setelah Ari. Dita memang tidak terlalu gemuk sebenarnya, tapi Reza adalah yang paling kurus di antara yang lain. Sementara Dinda, tubuhnya setinggi Dita tapi selangsing Irma. Cocok buat Asep. Hmm, memang tubuh kita paling kompatibel, batin Asep.

Lomba absurd ini segera dimulai. Ari mengawasi di garis start, sedangkan Eci di garis finish tempat para gadis menunggu.
“Ayooo semangat semuanya!” teriak Eci
Para peserta pria bersiap di garis start. Bedanya dengan lomba biasa, selain telanjang mereka juga sibuk mengocok kontol masing-masing agar tetap tegak waktu sampai ke tempat pasangan mereka.
“Siaaaap...Mulai! PRITTTTT!” Ari meniup peluit yang dia dapat entah dari mana
Asep, Reza, dan Jejen berlari sekencang yang mereka bisa. Reza memimpin, diikuti Asep. Begitu sampai, dengan sigap Dita memeluk Reza dan meloncat ke pangkuannya. Agak susah, Reza mencoba memasukkan kontolnya ke memek Dita. Sebenarnya trik untuk posisi ekiben dari berdiri adalah penetrasi dilakukan sewaktu sebelah kaki si wanita masih menjejak tanah, sehingga minimal ada satu tangan si pria yang bisa membantu mengarahkan. Bila kedua kaki si wanita sudah terangkat, kedua tangan si pria sudah sibuk menopang paha pasangannya.

Reza kehilangan sedikit waktu karena usaha penetrasi pertamanya gagal. Sementara Asep dan Jejen memilih untuk pelan-pelan yang penting berhasil. Eci hilir mudik mengawasi para peserta.
“Ayo masukin! Itu udah tuh Mas Jejen! Ayo!”
Jejen mulai bergerak, tapi kaki Irma yang panjang agak menyulitkannya. Irma sendiri berusaha menggerakkan pinggulnya sesuai aturan, yang membuat Jejen tambah kesulitan.
“Kalo ceweknya gak gerak, cowoknya juga gak boleh gerak!” seru Eci mengingatkan
Dinda melenguh saat kontol Asep menembus memeknya. Tangan gadis itu sudah melingkar di leher Asep, tinggal menunggu Asep mengangkat kakinya.
“Ahhh..Udah masuk Sep..”
“Iyah, siniin kakinya” sekarang Dinda sudah menggantungkan tubuhnya di pelukan Asep. Inginnya Asep sih Dinda juga menggantungkan hatinya (ngarep). Momen ini seharusnya indah, tapi kondisinya tidak memungkinkan untuk Asep menikmati.
“Ayo Sep, mulai, kita bisa menang nih!” seru Dinda
Mendengarnya Asep berpikir, bila mereka menang Dinda akan senang karena sepertinya dia semangat sekali di lomba ini. Yup, Asep memantapkan hatinya. Mungkin ini bukan apa-apa, tapi kalo dia bisa membahagiakan Dinda sekecil apapun, akan dia lakukan.

Asep dan Dinda memimpin, tak jauh Reza dan Dita semakin mempertipis jarak. Jejen dan Irma juga tak mau kalah. Jarak yang ditempuh memang tak terlalu jauh, tapi karena mereka tak bisa bergerak terlalu cepat maka lomba itu jadi lebih lama dari yang mereka duga. Para gadis mendesah dan sesekali menjerit, bukan hanya karena ada kontol di dalam lubang mereka, juga karena takut jatuh setiap kali pasangannya melangkah.
“Ahhahh..ahh..haaa.hhhaa...Asep...bentarrr..ahh..i iya ayo terus!” Dinda meracau sementara Asep berusaha keras untuk melangkah lebih cepat dari yang lain. Biar menang, demi Dinda.
Akhirnya Asep mencapai garis yang dijaga Ari, tapi tak lama setelah memutar balik, dia harus berhenti sebentar karena Dinda juga menghentikan gerakan pinggulnya. Tak lama, karena Dinda hanya mengambil nafas. Tapi momen itu dimanfaatkan pasangan Reza-Dita untuk menyusul Asep-Dinda. Pertarungan sengit terjadi. Jejen-Irma berusaha sekeras mungkin tapi tetap tertinggal di belakang.
“Mas Jejeeennn ayo cepetannn! Aku udah gerak terus nih!” protes Irma
“Beurat siah! Aduhh suku aing!” gerutu Jejen tak mau kalah

Akhirnya di pertengahan lintasan, Jejen tak kuat lagi. Dia terjatuh sambil mengaduh. Irma yang dipeluknya menjerit, untungnya mereka tidak terjatuh dalam posisi berbahaya. Eci dan Ari menertawakan mereka, tapi dua pasangan lain yang masih berlomba tak punya waktu untuk itu.
Asep-Dinda dan Reza-Dita sudah ¾ menuju garis finish. Asep mulai kehilangan tenaga, membuatnya hampir disalip oleh Reza yang lebih kurus dan membawa beban lebih berat.
Gawat! Reza sudah sejajar dengan Asep, sedangkan Asep semakin melambat. Padahal Dinda juga sudah berusaha sekuat tenaga terus bergerak agar Asep tidak perlu berhenti. Tapi kaki Asep sudah hampir tidak kuat. Persaingan keduanya terus berlangsung sampai menjelang garis finish. Perlahan Reza mulai sedikit lebih maju dari Asep. Butuh keajaiban buat Asep untuk menang...

Dan tiba-tiba Reza berhenti.
Reza tampak meringis dengan sebelah mata terpejam. Dita masih terus menggerakkan badannya di pelukan Reza.
“Mmmmbb-mbak stoop...Stoop dulu bentar...ini ngejepitnya...aduh!” teriak Reza
Asep tak menyia-nyiakan peluang. Dikerahkannya semua tenaganya yang tersisa, untuk menyusul Reza, dan akhirnya mencapai garis finish pertama.
“Yeey! Selamat buat Asep dan Dinda!” Eci meloncat-loncat kegirangan.
Begitu Dinda lepas dari pelukannya, Asep pun ambruk berbaring di karpet mengatur nafasnya. Dinda menyusul di sebelahnya.
“Capek Sep?” tanya Dinda, juga ngos-ngosan tapi matanya berbinar bahagia
“Ya pastilah”
“Sori ya aku berat, hehe” hilang sudah capek Asep melihat senyuman Dinda
“Ah, nggak kok, gua aja yang kurang stamina”
Dinda bangkit berdiri, tapi sebelumnya dia mencium bibir Asep “Mmmuah...Makasih ya Sep”
Asep terus berbaring dengan rasa bahagia. Tak jauh dari situ Reza terduduk kelelahan.
“Kok lo berhenti Za? Padahal tinggal dikit lagi menang” tanya Ari
“Itu tadi tiba-tiba memeknya si Mbak Dita ngejepit kontol gua keras banget, sakit banget dah”
“Maaf ya Mas Reza, aku juga gak tau kenapa kok bisa gitu” ujar Dita yang juga duduk dekat situ memasang tampang bersalah.
Mendengarnya Asep langsung terduduk. Kemampuan unik dari Dita adalah dia bisa mengontrol gerakan dinding memeknya. Jadi jangan-jangan...Dita tadi sengaja menghambat Reza agar Asep bisa menang? Masa sih? Asep menengok ke arah Dita. Dan sepintas dilihatnya gadis yang memegang rahasianya itu tersenyum penuh arti kepadanya. Hmm, kalau benar Asep harus berterima kasih nanti.

“Yupz! Pemenang games ini adalah Asep dan Dinda! Keduanya berhak mendapatkan reward!” seru Eci
“Yeeeyyyy!” yang lain bertepuk tangan
“Dan reward untuk mereka adalah....”

Chapter 6: Hadiah

“Sebagai pemenang, Mas Asep bakal dilayanin sama kita bertiga dan Dinda dapat tiga cowok sekaligus!” seru Eci sambil bertepuk tangan
“Asik, sama tiga orang sekaligus, akhirnya ngerasain juga!” sorak Dinda bahagia
“Beuh, malah seneng dia...Hayu Jen, Ri, kita hajar sama-sama si Dinceu!” balas Reza
Dinda dan para cowok lalu sibuk berbalas ledekan. Sementara Asep tentu kecewa. Kalo gini ceritanya mending gak usah menang deh tadi, pikirnya. Tapi kalau mereka kalah pun, ya tetap saja mereka tidak akan berpasangan lagi. Yah, sudahlah. Mungkin memang takdirnya.
“Mas Asep gak usah tampang grogi gitu kalee” ujar Dita memecah lamunan Asep
“Hmm? O-oh iya Mbak, kaget saya nih sama tiga cewek sekaligus haha” Asep mencoba menutupi kekecewaannya
“Tenang aja Mas Asep...kita bakal melayani Mas Asep sepenuh hati” goda Eci dengan mata berbinar
“Cieee Mas Asep jadi raja sehari nih” timpal Irma

Reza yang menggamit tangan Dinda berteriak dari pintu belakang “Mbak Eci, gak harus maen di situ kan? Kita mau ngegarap si Dinda di kamar atas”
“Yoooooo” balas Eci tanpa menengok, dan Dinda beserta ketiga pria yang siap mengganyang tubuhnya itu pun menghilang di balik pintu.
Asep sedikit lega dia tidak harus melihat eksekusi Dinda di depan matanya, tapi tetap saja dia merasa cemburu. Dan Asep semakin dongkol ketika dia sadar bahwa dia tidak bisa berbuat apa-apa, karena dia tidak punya hak apapun untuk protes.
“Mas Asep gak usah pikirin macem-macem, nikmatin aja” saran Dita
“I-iya Mbak, hehe, grogi saya” Asep tahu yang dimaksud Dita adalah tentang Dinda
“Ya udah kalo Mas Asep belum panas kita aja yang mulai, ok gals? Aku punya ide” ujar Eci sambil berbisik bergantian ke telinga Dita dan Irma. Asep hanya bisa garuk-garuk kepala.

Asep kemudian dibimbing para gadis ke arah kursi panjang di teras belakang. Matahari sudah mulai condong ke barat saat Asep duduk menghadap halaman belakang yang luas. Seperti seorang raja minyak dengan haremnya, Asep diapit oleh Dita dan Irma di kanan kirinya. Oleh kedua gadis itu, tangan Asep diarahkan untuk merangkul bahu mereka. Dengan binal keduanya mulai menciumi leher Asep, membuat pria beruntung itu kegelian. Ditambah lagi gesekan empuk pabrik susu Irma dan Dita beserta puting mereka yang sudah menegang di kanan-kiri dada Asep. Tangan mereka membimbing tangan Asep yang sedang merangkul mereka untuk meremas payudara keduanya yang tidak sedang menempel di dada Asep. Puas mencumbui leher Asep, Dita dan Irma bergantian mencium mesra bibir Asep, mengajari pria lugu itu french kiss yang panas. Saat salah satunya mencium bibir Asep, yang lain turun mencumbui dada Asep. Kontolnya tak disentuh sama sekali, tapi perlakuan kedua gadis di bagian tubuh lainnya cukup untuk membuat senjata Asep terkokang siap untuk ditembakkan.
“Mas Asep susah panasnya tapi kalo udah mood maennya mantep gila..hmmmhh..cuupphh” goda Irma di sela-sela cumbuannya.

Tentu ada alasannya kontol Asep tidak mereka sentuh sama sekali. Karena benda yang mereka puja itu adalah jatahnya Eci sekarang. Asep tidak percaya ketika melihat Eci dengan binalnya merangkak ke arah selangkangannya. Di balik kacamata bingkai tebalnya, mata Eci tampak begitu fokus memandangi pedang Asep yang terhunus tegak. Begitu sampai, Eci langsung membenamkan kepalanya yang terbungkus jilbab di selangkangan Asep. Gadis bertubuh mungil itu menggesekkan wajahnya di batang Asep, persis seperti kucing yang merajuk minta makan dengan cara menggesekkan kepalanya di kaki majikannya. Hembusan nafas Eci begitu terasa di kulit kontol Asep yang sensitif, membuat Asep semakin geli-geli nikmat. Dan itu belum seberapa, karena kemudian Eci mulai menjilati peler Asep dengan lidahnya yang lembut, basah, dan hangat. Jilatan Eci di kulit peler Asep yang tipis begitu nikmat, lalu gadis itu semakin naik, dari pangkal kontol, ke bagian tengah, hingga ke ujung. Dirangsang seperti itu, Asep ingin bersuara mengekspresikan kenikmatannya...tapi tak bisa karena sekarang Dita dan Irma bergantian menyumpal mulut Asep dengan payudara mereka. Asep pun hanya bisa pasrah menyusu bergantian kanan-kiri.

Bibir Eci yang lembut sudah di ujung kontol Asep sekarang. Bergantian mencium dan menjilati kepala kontol itu seperti es krim. Lalu HAP! Rahang Eci terbuka menelan kontol Asep, dan dalam sekejap batang sakti itu sudah terbenam seluruhnya. Karena mulut Eci yang mungil, kontol Asep sampai menyentuh ujung tenggorokan Eci yang lunak dan basah. Sensasi deepthroat ini sungguh membuat Asep yang masih terjepit gunung empuk semakin panas dingin, apalagi kemudian Eci menggerakkan kepalanya maju mundur, menyedot kontol Asep dengan syahdu dari pangkal hingga ke ujung. Bagai burung pelatuk, Eci menggerakkan kepalanya dengan cepat tanpa ampun. Suara sedotan dan hisapan mulut Eci memenuhi tempat itu.
“Sluuurrrpp...Phuaahh!” Eci akhirnya melepas mulutnya dari kontol Asep, air liur menetes-netes dari sudut bibirnya, bercampur dengan beberapa helai jembut Asep yang tercabut saking buasnya sepongan Eci.
“Ahh gila, sampe masuk ke tenggorokan gue...” gumam Eci sambil mengusap-ngusap lehernya. Lalu gadis berkacamata itu berdiri dan menaikkan tubuhnya ke pangkuan Asep.
Saatnya penetrasi.
“Ahhh” lenguhnya saat kepala kontol Asep menyentuh bibir memeknya
“Hnngghhh” Eci mengerang sambil memejamkan mata ketika kontol Asep mulai melesak masuk ke memeknya yang mungil dan sempit itu
“Oooohhhh...Oohhhh” Eci mendesah lega ketika kontol Asep amblas seluruhnya.
“Baru masuk ajah, udah enak ginih” racaunya sambil gemetar.
Tampaknya Eci orgasme ringan dipenetrasi Asep.

Kontol Asep sudah dirangsang setengah mati, dan bagian atasnya pun tak mau kalah. Dua bukit susu menjepit Asep dari kanan-kiri. Bila salah satunya masuk di mulut, yang lain digesek-gesek ke wajahnya seolah ingin melukis pipi Asep dengan puting susu sebagai kuasnya. Diserang gencar seperti itu, akhirnya mesin Asep panas juga. Ah bodo amat sama si Dinda, mending hajar yang di depan mata ajah! Pikir Asep yang akal sehatnya sudah ditendang jauh-jauh oleh nafsu. Dan inilah yang diharapkan Dita, Irma dan Eci. Tangan Asep yang tadinya pasif, mulai bergerak. Mulanya dia mengelus-elus punggung Dita dan Irma yang membuat kedua gadis itu menggelinjang. Lalu turun ke bawah meremas pantat empuk mereka, tak lupa menepuk-nepuk buntalan lemak menggiurkan itu. Dan tangan Asep semakin turun,
Hingga akhirnya sukses mencucuk memek Dita dan Irma secara bersamaan dengan jarinya.
“Ahhh..” Irma mengerang ketika jari Asep menembus belahan memeknya yang sudah sangat basah
“Akhirnyaa...Ahhh...Sukseess kita Ir...” racau Dita
“Iiyaahhh...Ahhh...Kalo udah gini Mas Asep mantep dehh” timpal Irma
Menggencarkan serangan, Irma dan Dita saling mendekat dan kedua sahabat itu pun berciuman mesra tanpa tanggung. Ini membuat kepala Asep semakin terjepit payudara mereka. Susu Dita yang montok dan empuk di kanan, dan susu Irma yang sedikit lebih kecil tapi padat dan sekal di kiri. Asep balas menyerang dengan semakin gencar mengobel memek keduanya dengan dua jari. Irma yang paling gampang orgasme pun bobol pertahanannya.
“Aduhh..Ahhh..Gua keluar..Ahh..Ditaaaa!” Irma menggelinjang, membuat payudaranya yang masih menempel di wajah Asep bergerak liar.
Anjrit, seumur idup belom pernah gua mimpi nih mata nyaris kecolok pentil, pikir Asep. Sementara Irma sedang di awang-awang, Dita menurunkan tubuhnya agar bisa mencium bibir Asep. Sambutan ciuman Asep meyakinkannya bahwa keraguan Asep sudah hilang.

Di bawah sana. Eci dengan khidmat menggerakkan tubuh mungilnya di atas kontol Asep. Naik-turun, maju-mundur, diputar, digoyang, dikocok semuanya dia kerahkan. Dengan memek mungilnya gerakan apapun terhadap kontol Asep memberi Eci kenikmatan tiada tara. Bahkan dengan hanya diam pun, desakan kontol Asep yang sampai menyentuh bibir rahimnya sudah terasa nikmat; Tapi Eci ingin lebih dan lebih. Gerakan tubuhnya yang liar membuat buah dadanya memantul-mantul liar, keringat mengalir deras di tubuhnya walau cuaca mulai sejuk sore itu. Dan suasana sore yang damai itu pun dipenuhi suara kecipak memek banjir Eci yang sedang menggesek kontol Asep, diiringi lenguhan, erangan, desahan, dan pekikan nikmat ketiga gadis berjilbab itu. Eci terus mengejar kenikmatannya hingga akhirnya tubuh mungilnya tersentak, matanya terpejam dengan erangan nikmat keluar dari mulutnya.
“Gaahhhhhh..Ahhhhh!” erangnya sambil mengejang di atas pangkuan Asep.
Asep sukses mengantar gadis mungil itu ke puncak kenikmatannya, tapi hebatnya gempuran dahsyat mulut dan memek Eci tidak cukup untuk membuatnya muncrat.
Eci menarik tubuhnya, melepas memek hangatnya yang banjir bandang dari kontol Asep yang masih sangat keras. Masih ngos-ngosan, dia merebahkan tubuhnya di sebelah Dita, menggumam tak jelas.
“Mas Asep giliran aku yaaa” bisik Irma manja di telinga Asep
Irma lalu berdiri dan menarik tangan Asep agar ikut berdiri. Sekilas Asep melirik ke arah Dita, terlihat olehnya gadis itu sedang memeluk dan menggerayangi Eci yang masih lemas.
Dinda

Setelah saling berciuman dalam posisi berdiri, Irma berlutut di depan Asep.
“Hmmhhhm cupphh” lidah Irma menjelajahi sekujur batang Asep. Irma masih merasakan cairan memek Eci di kontol Asep, dan bukannya jijik, irma justru tampak senang. Seperti sedang menjilati es krim batangan, Irma terlihat begitu menikmati mengulum batang kemaluan asep. Sesekali mata bulatnya menatap binal ke mata Asep, membuat Asep semakin bergairah.
“Ahhh...Uhhh...Enakh bangethh Mbakkhh” erang Asep yang merasa nikmat luar biasa
“Slurrphh..Puahh..nih udah aku bersihin ya Maaas” ujar Irma dengan manja
Gadis jangkung itu berdiri kembali, memeluk Asep dan melingkarkan tangannya di leher Asep. Saat Asep meremas-remas pantat sekalnya, Irma menaikkan salah satu kakinya hingga lubang memeknya yang basah total merekah, siap untuk ditusuk. Seperti lomba Ekiben tadi, Asep menggunakan sebelah tangannya untuk mengarahkan kontolnya ke lubang nikmat Irma.
BLESH!
“Auhhhh...Mas Aseeppphhh!” Irma melenguh nikmat dengan suara serak-serak basahnya.
Asep mengira Irma ingin disetubuhi seperti ini jadi mulai menggerakkan pinggulnya untuk menggenjot memek Irma. Tapi tanpa disangkanya Irma meloncat secara tiba-tiba hingga tubuh Irma nemplok di pangkuannya, persis seperti posisi lomba tadi. Untung saja waktu itu Asep sedang meremas pantat bulat Irma hingga dia bisa menangkap tubuh semampai gadis itu. Belum lama tadi Asep mengerahkan tenaganya hingga kelelahan bolak-balik halaman sambil menggendong Dinda, tapi Asep tidak keberatan harus kembali mengambil posisi ini. Instingnya yang sudah ‘on’ langsung menggempur memek Irma dengan gencar bagai piston. Irma yang menggantungkan tubuhnya di badan Asep pun terlonjak-lonjak seiring pompaan kontol Asep yang ganas.

Irma terus mengerang-erang ‘ah’ dan ‘oh’ tanpa henti sambil menengadah. Dalam posisi seperti ini, Irma memasrahkan tubuhnya sepenuhnya di tangan Asep. Sekarang dia bagai hanya sebuah boneka yang terlempar-lempar oleh sodokan brutal kontol Asep di memeknya. Irma sangat menikmati posisinya yang tak berdaya, takluk, dan pasrah dikuasai oleh seorang pejantan yang mengobrak-abrik tubuhnya tanpa bisa melawan. Sedangkan Asep begitu menikmati dominasinya, egonya sebagai seorang lelaki terpuaskan saat dia bisa menguasai tubuh gadis cantik berjilbab seperti Irma sepenuhnya.
“Ahhh...Oohhhh...Ahhh!” Irma terus mendesah, mengerang, dengan penuh kepasrahan dan kenikmatan. Tubuhnya yang indah seperti model bermandikan keringat. Apalagi Asep, tanpa harus berjalan bolak-balik seperti lomba tadi dan hanya diam di tempat sambil menggenjot pun posisi ini sudah melelahkan. Tapi Asep sudah di puncak birahinya sekarang. Nafsunya untuk menyikat tubuh gadis-gadis yang memancing birahinya sudah menguasai akal sehatnya. Tadi sempat terkekang karena Eci mengambil kendali sementara dia ‘disandera’ Dita dan Irma, sekarang dia bebas. Asep akan memberi pelajaran kepada mereka yang sudah memancing birahinya hingga nyaris gila.

Dan tiba-tiba terdengar pekikan Eci. Asep yang melirik ke arahnya kaget melihat Dita sudah membenamkan kepalanya di selangkangan Eci. Tampaknya Dita sedang asyik menyedot cairan cinta rekan kerja seniornya itu, karena suara seruput yang erotis terdengar sampai ke telinga Asep. Melihat pemandangan permainan sesama jenis itu, Asep semakin bernafsu. Cewek-cewek binal ini harus dihukum! Tekad Asep. Sambil terus menggendong dan menggenjot Irma, Asep melangkah mendekati dinding tembok tak jauh dari situ. Begitu sampai, Asep langsung memepet tubuh ke tembok. Irma memekik saat tubuhnya dengan seenaknya dihempas Asep ke tembok. Pekikan kaget, sakit, tapi juga nikmat. Sekarang Irma dijepit tubuh Asep dan tembok, membuat Asep bisa semakin leluasa dan gencar menyodok kontolnya dalam memek Irma. Ibarat ditindih dalam posisi misionaris, tapi dalam posisi vertikal.
“Ahh Mas Asephhh yang kencenggg...Terusss...Ahhh!” Irma memohon, merengek agar Asep terus menyetubuhinya semakin cepat, semakin kasar, semakin tidak manusiawi. Kaki Irma sudah tidak memijak tanah, tubuhnya hanya ditopang oleh kontol Asep. Perasaan tidak berdaya ini membuai angan gadis modis berjilbab itu, membuatnya ketagihan. Kepasrahan Irma adalah kenikmatan buat Asep. Irma yang tak berdaya jadi sasaran empuk bagi kontol kerasnya. Irma hanya megap-megap, merem-melek tak berdaya memeknya dihujam habis-habisan oleh kontol perkasa Asep.
“Ahhhhh...Ohhhh!” keduanya terus macu birahi dengan liar, tak peduli dengan keringat yang mengucur membanjiri tubuh mereka. Sementara Irma juga semakin banjir di liang nikmatnya, bersiap untuk orgasme super dahsyat yang segera tiba.

“Hhhaaaahhhhh...Mas Aseppppphhhh!” Irma berteriak keras memanggil namanya, dan insting Asep pun langsung bekerja mendeteksi datangnya orgasme Irma. Dia mengganti tusukan-tusukan pendeknya yang seperti piston dengan tusukan-tusukan panjang dengan hentakan kuat. Tusukan Asep yang begitu dalam memicu gelombang kenikmatan di pusat syaraf Irma.
“Oooouuhhhhhhhhh!” Irma melolong merasakan orgasme maksimalnya. Tubuhnya menggelepar dalam pelukan Asep. Begitu seluruh otot di tubuhnya selesai berkontraksi, Irma merasa tubuh dan pikirannya begitu damai dan ringan.
“Hahhh...hahh” dengan nafas masih memburu, Irma menatap mata Asep dengan matanya yang bulat indah. Dia memandangi sang pejantan yang sudah mempecundangi tubuhnya itu dengan pandangan antara mesra, takjub, dan pasrah. Tak terpikirkan sekalipun pacarnya sendiri, saat ini insting primitif liar Irma sebagai seorang wanita lebih tergila-gila dengan pemilik kontol perkasa yang memberinya kenikmatan duniawi. Apalagi kontol itu masih menancap keras dalam memeknya.
Sang pejantan sendiri begitu lega melihat betinanya takluk di pelukannya. Ego Asep melambung tinggi. Ditatap dengan penuh kepasrahan oleh Irma, Asep tersenyum sombong sambil sesekali menyundul-nyundul memek Irma dengan kontolnya.
“Iihh Mas Aseeeepp...” desah Irma sambil terus menatap mata Asep dengan pasrah

Tapi Asep si pejantan tak punya waktu untuk terus bermesraan dengan Irma. Dia masih punya satu target lagi untuk dihukum. Irma melenguh kecewa ketika kontol Asep tercabut dari lubang memeknya. Gadis itu terduduk lemas, bersandar di dinding melihat Asep mendekati Dita yang saat itu sedang ber-69 dengan Eci. Dita berada di atas, asyik menjilati memek dan kelentit Eci di bawahnya sehingga dia tidak menyadari kedatangan Asep. Dibiarkannya pantatnya menungging membelakangi Asep dan Irma, memperlihatkan pantat dan belahan memeknya yang sedang dijilati Eci. Hingga tiba-tiba...
“Ahhhh!” Dita memekik ketika memeknya tiba-tiba tertusuk benda keras nan panjang milik Asep
PLAK! PLAK! Asep lalu menampar pantat putih dan montok Dita, menghukum gadis yang terlihat alim tapi sebenarnya super binal itu. Tadi siang atas permintaan Dita, Asep menyetubuhinya dengan pelan-pelan dan mesra. Tapi sekarang dia ingin mencoba kebalikannya, seperti yang dilakukan Jejen di malam pertama. Toh, Dita sendiri bilang dia suka main kasar. Asep ingin melihat sebinal apa gadis yang sudah mengetahui rahasianya itu. Dita menjerit-jerit nikmat ketika Asep semakin gencar menggenjot memeknya. Suara kecipak dari memek basah Dita yang dipompa oleh kontol Asep mengiringi jeritannya.

Sibuk menikmati genjotan Asep, Dita melupakan memek Eci yang tadi dilahapnya. Tapi Eci tak keberatan, karena dia disuguhi pemandangan fantastis. Tepat di depan mukanya, dia bisa melihat dari dekat kontol Asep yang keluar masuk memek tembem Dita. Cairan cinta Dita yang melimpah memercik di setiap tusukan kontol Asep, membasahi wajah dan kacamata Eci seperti hujan. Dengan lahap Eci menjilat dan menelan setiap percikan cairan memek Dita yang kebetulan hinggap di mulutnya. Lalu Eci mendongakkan kepalanya dan mengulurkan lidahnya sepanjang mungkin, hingga mencapai kelentit Dita. Sehingga Dita semakin histeris saat merasakan kelentitnya dijilat Eci, padahal memeknya sendiri sedang digenjot kontol Asep. Dita yang kelabakan ambruk menindih tubuh Eci. Kepalanya terbenam dalam jembut Eci. Tapi Asep tidak memberinya ampun. Dia ingin menaklukkan Dita sebelum gadis itu bisa membalas dengan kekuatan kedutan memek khasnya. Asep terus menghantam kemaluan Dita dari belakang. Sesekali dia menepuk, menampar, meremas, dan mempermainkan pantat empuk Dita hingga yang tadinya putih mulus menjadi kemerahan.
“Ngghhhahhhhh Mas Aseeppp...” Dita melenguh setelah berhasil mengangkat kepalanya dari selangkangan Eci.
Dita memang tidak bohong, dia sangat menikmati percintaan mesra dengan Asep tadi siang, dia senang memegang kendali, tapi dia juga seperti Irma ketagihan dengan nikmatnya memasrahkan tubuhnya untuk didominasi oleh para pria. Apalagi oleh para pria di bawah mereka seperti Asep, Reza, dan yang lainnya yang sehari-hari biasa mereka suruh-suruh. Membayangkannya saja sudah membuat memek Dita basah. Dirinya yang dibesarkan dengan nilai-nilai agama oleh keluarganya, dirinya yang tidak pernah pacaran, dirinya yang selalu berbusana sopan, dirinya yang selalu menjaga pandangan...perbedaan yang begitu mencolok antara kesehariannya dengan Dita yang saat ini telanjang bulat, menungging di atas memek wanita lain sedangkan alat kelaminnya yang mestinya suci itu dihajar habis-habisan oleh kontol pria yang posisinya lebih rendah darinya. Perbedaan yang begitu kontras, tapi inilah yang dicari dan diinginkan Dita. Mendominasi atau didominasi tak masalah, yang penting Dita bisa lari dari kehidupannya yang biasa.

Dita kembali memekik ketika Asep menarik pinggangnya dengan tiba-tiba. Asep membawa gadis yang memeknya masih menancap di kontolnya itu agak jauh dari Eci. Dia lalu merebahkan Dita dengan posisi miring, rupanya Asep ingin mencoba posisi baru yang belum pernah dicobanya. Meniru Ari malam tadi yang menyetubuhi Dinda dengan posisi menyamping, Asep lalu mulai menggerakkan pinggulnya untuk kembali menggenjot memek Dita. Tangannya memeluk Dita erat sambil meremas pabrik susu gadis itu. Dita bisa merasakan hembusan nafas Asep yang memburu di dekat telinganya yang masih terbungkus jilbab. Disetubuhi sambil dipeluk erat seperti ini, insting alami Dita sebagai wanita bangkit. Kenikmatan tiada tara didapatnya justru saat dia dalam posisi tak berdaya. Apapun yang pejantannya akan lakukan, Dita akan terima. Karena dia adalah wanita, yang ingin disetubuhi dan dibuahi. Asep juga saat itu sudah dikuasai oleh instingnya sebagai seorang pria. Klop sudah.

Asep menggagahi Dita dalam posisi ini cukup lama, sebelum dia kembali mengganti posisi. Keringat Dita bercucuran saat Asep menyeret tubuhnya yang sudah lemas bangun. Kali ini Asep bersimpuh dengan Dita juga ikut bersimpuh di depannya dengan posisi membelakangi Asep. Tubuh Dita miring ke depan sehingga Asep bebas merojok lubang memeknya dari belakang. Agar tak jatuh ke depan, tubuh Dita ditahan tangan Asep yang sedang mencengkram kedua payudaranya. Nampaknya Asep ingin total menyetubuhi Dita dari belakang dengan brutal dalam sesi ini, setelah sebelumnya siang tadi mereka saling berhadapan dan bercinta dengan mesra. Dita yang sudah digenjot dari tadi mulai kewalahan. Kulit tubuh dan wajahnya yang biasanya putih mulus tampak memerah akibat aktivitas fisik dan rangsangan seksual yang intens. Tampang kalemnya nampak kusut, jilbabnya sudah acak-acakan dan lepek oleh keringat. Keringat yang mengucur ditubuhnya tidak usah ditanya lagi. Asep tak peduli. Dia mulai menggenjot memek Dita dengan brutal sementara tangannya meremas-remas bukit susu Dita. Dita mengerang pasrah, merasakan kenikmatan yang terakumulasi dalam dirinya. Sesaat lagi, kenikmatan itu akan meledak dahsyat, melemparakannya ke langit ke tujuh. Memek Dita mulai berkontraksi tanpa kendali, pikirannya sudah tak fokus sehingga dia tidak bisa mengendalikan kemampuan khususnya itu.
“Ahhh! Mas Asep...Mas Aseeep...Mas Aseeeeppp!” Dita berteriak histeris
Dan Asep pun paham. Seperti Irma tadi, Asep mengganti tusukan-tusukan cepat tapi dangkalnya dengan tusukan panjang dengan hentakan kuat. Dan di ujung hentakan kontol Asep itu, Dita pun meledak.

“Ahhhhhrrgghhhhhhhhhhhhhhhh!” Dita menjerit kencang, tubuhnya tersentak-sentak.
Otaknya serasa kosong. Cahaya menyilaukan seolah menutupi semuanya. Seperti Irma, Dita pun merasakan dirinya begitu damai selepas orgasme.

“Nghhhhh” Dita melenguh lirih menikmati sisa-sisa orgasmenya. Memeknya terus berkedut tanpa henti, membasahi kontol Asep yang masih betah di sana dengan cairan cinta. Dita terjerembab pasrah saat Asep melepas cengkraman di payudaranya. Ini membuat kontol Asep terlepas keluar dari memeknya. Selesai dengan Dita, Asep memandang sekeliling. Hampir tak percaya, Asep sadar dia sukses memuaskan tiga wanita sekaligus, memporak-porandakan tubuh mereka hingga pasrah tak berdaya. Dan hebatnya Asep sendiri belum keluar sekalipun. Gila...Manteb banget gue, batinnya.
Kontolnya yang masih berlumur lendir Dita terus mengacung tegak. Sebenarnya pertahanan Asep sudah hampir jebol tadi, setelah bersetubuh dengan tiga gadis berurutan. Apalagi saat memek Dita mulai berkedut-kedut liar. Tapi untungnya Dita orgasme duluan.
Nah sekarang di mana Asep akan menumpahkan benihnya? Asep memandang Dita yang tertelungkup di lantai.
Baru aja tadi siang buang pejuh di situ, pikirnya. Lalu ke Irma yang terduduk lemas bersandar di dinding. Boleh nih, tapi tadi malem juga udah, timbang Asep. Dan pandangan Asep kemudian tertuju ke Eci yang berbaring sambil mengangkang. Belahan memeknya tampak mengkilat, penuh oleh cairan cinta. Asep baru ingat, dia belum pernah crot di dalam memek Eci.

“Nggahhhh!” Eci memekik kaget ketika Asep tiba-tiba menindih tubuh mungilnya. Tanpa basa-basi Asep pun menusukkan kontolnya ke dalam memek sempit Eci, dalam satu tusukan kuat yang langsung menyundul bibir rahim gadis berkacamata itu. Memek Eci yang banjir memudahkan penetrasi Asep sehingga dia tidak kesulitan dalam menembus lubang sempit Eci. Tapi buat Eci, ditusuk benda sebesar kontol Asep dalam satu tusukan sensasinya begitu luar biasa dan meng-overload syaraf nikmatnya. Hingga Eci pun kembali orgasme – hanya dengan satu tusukan.
“Nggrrhhhhhhhhaahhhhhh! Mas Aseeeppppp!”
Asep yang mengejar kenikmatannya sendiri tak peduli. Dia terus menggenjot Eci saat gadis itu masih menggelinjang memekik-mekik nikmat. Terus menusuk-nusuk memek Eci tanpa ampun sambil menindih tubuh gadis itu, yang membuat puting susu Eci menggesek-gesek dada Asep.
Dan tak lama Asep merasa tubuhnya mulai menghangat, sesuatu menjalar dari tulang belakang ke seluruh tubuhnya, dan rasa nikmat luar biasa memenuhi kontolnya yang terbenam dalam memek Eci. Rasa nikmat itu mengalir ke semua bagian tubuh yang lain, mengisi kepala Asep dengan rasa damai tak terkira.
CROT CROT CROT!
“Hngggrhkkkk!” Asep menggeram, diiringi jeritan histeris Eci. Gadis itu masih orgasme saat Asep menyemprot rahimnya dengan cairan kental hangat, membuat orgasme gadis itu semakin menjadi-jadi.
Asep tidak menyadari hal itu. Karena dia masih tenggelam dalam sisa kenikmatan orgasmenya. Setelah rasa itu hilang dan nafasnya mulai tenang dia mencabut kontolnya dari memek Eci. Tubuh gadis itu masih tersentak-sentak saat lubang nikmatnya sudah tak disumbat kontol Asep lagi.
Asep kembali berdiri dan memandang sekeliling. Lengkap sudah, dia sudah membuang pejunya sembarangan dalam memek keempat gadis itu. Dinda, Irma, Dita, dan terakhir tadi Eci. Egonya sebagai lelaki melambung tinggi. Sangat puas dengan pencapaiannya walaupun dia hanya keluar sekali. Tubuhnya serasa jauh lebih lemas dibandingkan lomba tadi siang. Dengan sempoyongan, Asep mendekati Irma untuk menuntaskan hasratnya yang terakhir.

“Mbak, bersihin lagi dong” perintahnya
Irma menuruti tanpa protes. Dia mengulum kontol Asep yang mulai melemas ke pangkalnya, menggunakan mulut dan lidahnya untuk membersihkan kontol Asep dari berbagai cairan, termasuk miliknya sendiri. Asep ingin menunjukkan dominasinya yang terakhir dengan menyuruh gadis itu membersihkan kontolnya yang sudah memperbudak mereka.
“...Udah Mas Asep...” gumam Irma lirih saat kontol Asep terlepas dari mulutnya
“Makasih Mbak”
Asep dengan sempoyongan meninggalkan Irma lalu mendudukkan tubuhnya yang lelah di kursi teras.
Manteb banget gue, pikirnya memuji diri sendiri. Sampai saat ini Dinda tak terbersit sekalipun dalam pikirannya. Bahkan dia tidak sadar, sebagai pemenang lomba sebenarnya dia bisa menggunakan haknya untuk menyuruh ketiga gadis itu yang memegang kendali. Dia tinggal diam dan menikmati. Tapi rangsangan ketiga gadis itu telah membuat akal sehatnya ditendang keluar oleh insting dan nafsu binatangnya.
Lelah dan puas, Asep pun tertidur.
Samar-samar Asep mendengar Eci meracau “Rencana kita berhasil...Gals...”
***

“Woi Sep, bangun! Udah maghrib noh”
Asep terbangun oleh suara Reza. Langit sudah gelap dengan semburat kuning tua sedikit tersisa di barat.
“Mandi sono gih, kita lagi nunggu Mbak Eci sama si Jejen nyari makan”
“Lo udah mandi Za?”
“Udah lah, gua udah pake baju nih” jawab Reza
Dengan gontai Asep berjalan kamar mandi. Masih bugil sambil menenteng bajunya yang dia lepas di teras siang tadi. Di ruang tengah Asep mendapati Dinda duduk sendirian di sofa sambil mengutak-atik HPnya. Gadis itu sudah berpakaian rapih dengan pakaian santai. Asep bahkan bisa samar-samar mencium bau shampo dan body lotion khas cewek. Di depan Dinda yang berpakaian, entah kenapa Asep merasa malu dan jengah bertelanjang. Padahal sewaktu mereka bugil sama-sama, rasa itu tidak ada.
“Cieeee yang abis maen sama tigaan baru bangun nih” goda Dinda tanpa rasa bersalah
“Iye nih, situ udah rapih ajah” jawab Asep berbasa-basi
“Iiya, abis badan aku lengket disemburin peju tiga orang barbar itu” ujar Dinda cuek
Sial, gua gak pengen denger detilnya, rutuk Asep dalam hati.
“Udah sono mandi gih, anduknya ambil yang dilipet di meja depan pintu kamar mandi”
“Iya iya”

Siraman air dingin perlahan mengembalikan akal sehat Asep yang sempat hilang. Dia mengingat-ingat reward yang dia dapat. Bisa menggarap tiga orang cewek sekaligus, benar-benar luar biasa.
Apalagi kalo Dinda juga ikut berempat, wih mantap, lamunnya.
Tapi Asep tiba-tiba teringat sesuatu. Tadi dia menyetubuhi Dita dengan kasar, langsung colok tanpa sepengetahuan Dita dan sampai menampar-nampar pantatnya. Padahal Dita sudah cukup baik mau menyimpan rahasianya dan mendukung perasaannya terhadap Dinda. Asep merasa bersalah, memang sih dia ingat kalau Dita bilang dia juga suka dikasarin. Tapi kalau yang tadi terlalu berlebihan, bisa jadi Dita sakit hati dan melaporkan rahasianya ke Eci. Dan ngomong-ngomong soal Eci, tadi siang dia merasa sedikit takut dengan Eci mendengar cerita Ari; tapi tadi dengan seenaknya Asep buang peju ke dalam rahim Eci tanpa permisi. Bagaimana kalau dia marah? Asep mengutuk dirinya yang selalu kehilangan akal sehat sewaktu nafsu mengambil alih.
Gawat ini mah, pikir Asep.
Suara ketukan di pintu mengagetkannya
“Woi Sep! Cepetan siah, mules nih!” teriak Ari di balik pintu

Asep adalah yang terakhir mandi. Saat Eci dan Jejen berangkat mencari makan malam, yang lain segera beristirahat, mandi membasuh semua keringat dan cairan lain yang menempel di tubuh mereka. Dinda dan Irma lalu sibuk dengan HP mereka, berbalas pesan dengan pacar masing-masing. Reza dan Ari duduk di ruang tengah menyaksikan pertandingan sepak bola di TV. Sementara Asep nongkrong di halaman belakang sambil merokok. Dia memandang halaman luas yang jadi tempat pesta gila mereka tadi siang. Suara jangkrik menggantikan erangan dan lenguhan penuh nafsu di tempat itu.
“Mas Asep...”
Asep menengok ke arah suara yang memanggilnya. Dita tampak manis dengan piyama putih lengan panjang dan jilbab warna pink muda. Gadis itu lalu duduk di sebelah Asep yang segera mematikan rokoknya.
“Mbak, m-maaf ya yang tadi sore” ujar Asep dengan muka serius
“Kok minta maaf?”
“Abis...Setelah sayah pikir-pikir lagi kok kayaknya saya kasar banget yah maennya sama kalian bertiga”
Dita malah tertawa mendengar pengakuan Asep
“Ya ampun Mas Asep ini kayak punya kepribadian ganda, beda banget sama yang tadi ngabisin kita”
“Yah apalah, pokoknya saya...Trus tadi juga crot di dalem Mbak Eci gak bilang-bilang...Takut sayah...”
“Iih Mas Asep udah ah, kita udah berkali-kali maen, udah tau luar dalam masa masih ga enakan sih, lagian kita seneng...Kita bisa ngeliat sisi liarnya Mas Asep hehe...Sukses deh rencana si Mpok” potong Dita sambil tertawa
“Kalo soal si Mpok Eci, masa Mas Asep belom tau tuh anak maniaknya kayak gimana” sambungnya
Asep menggaruk-garuk kepalanya “Iya juga ya...”
Beneran gua dimanfaatin mereka kalo gini, pikir Asep. Dia pikir dia sudah menaklukkan mereka, tak tahunya malah dia yang sengaja dipancing oleh para gadis itu. Dan dia pun menyambar umpan mereka dengan lahap.

“Mas Asep kenapa gak ikut nonton bola sama Reza & Ari?” Dita mengalihkan pembicaraan
“Gak suka liga lokal saya mah...Mbak Dita gak ngumpul sama yang lain?”
“Si Irma ama Dinda lagi sibuk BBM-an sama pacarnya kali, aku ya pasti dikacangin”
“Ooh”
“Gimana Mas Asep, udah mulai biasa?” tanya Dita
“Yah, masih sulit sih Mbak, saya masih grogi nih. Bener kata Mbak Irma sayah susah panasnya hehe”
“Karena ada Dinda?” tanya Dita dengan suara pelan dan sedikit menengok ke belakang memastikan tidak ada yang mencuri dengar
“Yaa itu salah satunya Mbak...Saya jadi rada malu, yang lain rela bagi-bagi tapi saya egois gini pengen dia buat saya seorang” Asep curhat dengan polosnya
“Aku ngerti kok, Mas Asep kan sukanya udah dari dulu kan sebelum di sini. Tapi ada alasannya Mbak Eci bikin peraturan gak boleh bawa perasaan, buat kenyamanan kita juga” jelas Dita
“Biar gak ada yang rebutan dan monopoli kayak sayah gitu Mbak?”
Dita tampak berpikir “Iya, itu juga, tapi lebih ke arah ngebentuk mindset kita para cewek. Tanpa ngebawa perasaan kita nganggap acara ini cuman permainan fisik, hepi-hepi buat ngelepas stres. Jadi aku gak perlu mikir ‘emang aku rela ya dijamah sama Mas Jejen’ misalnya. Atau Dinda dan Irma ngerasa bersalah karena ngentotin cowok selain pacar mereka gitu”
Asep manggut-manggut, sekarang dia mendapat jawaban kenapa para gadis itu dengan rela dan cueknya membiarkan tubuh mereka dimainkan Asep dan yang lain, biarpun masih tidak masuk di akal bagi Asep. Entahlah, mungkin dia sendiri masih lugu dan kampungan, pikir Asep. Pikirannya yang polos tidak bisa connect dengan para gadis kota itu. Masih ada pertanyaan soal pandangan mereka soal konsekuensi dosa dan moral tapi Asep memutuskan untuk tidak bertanya lebih jauh. Kalo soal dosa dan moral mah itu pandangan pribadi, batin Asep.

“Jadi kalo saya gak sampe bikin gak nyaman yang lain, trus gak ngemonopoli Dinda, gak papa kan saya punya rasa?” tanya Asep memastikan
“Ya kalo Mas Asep rela cemburu terus dan nanggung beban sendiri mikirin dia terus”
“Ya jadi sayah harus gimana Mbak?” Asep garuk-garuk kepala
“Hmm? Aku gak bilang itu gak baik Mas Asep...Aku...Udah lama gak ngerasain cemburu dan rasanya kepikiran terus sama orang yang aku suka” jawab Dita dengan ekspresi hampa
Lho lho lho, kok malah dia yang curhat?

No comments:

Post a Comment