Sunday 25 January 2015

I Know More What You Did Last Holiday

Juli 8, 2007
Rina

Kira-kira jam 9 pagi setelah berolahraga dan sarapan teleponku berbunyi, ternyata yang menelepon adalah teman dekatku, Dian. Dia mengajakku untuk menemaninya ke villanya di Bogor, katanya terjadi suatu masalah dan harus segera kesana. Hari itu kebetulan sedang liburan akhir semester, kupikir karena aku juga sedang nganggur apa salahnya kutemani Dian ke villanya.
Jam 10 kurang terdengar klakson mobil Dian di depan rumahku, aku langsung bergegas keluar setelah pamitan pada orang di rumah. Kami tiba setelah beberapa jam perjalanan, disana kami disambut oleh penjaga villa Dian, Pak Riziek, seorang lelaki setengah baya berumur 60-an, rambutnya sudah memutih, namun tubuhnya masih sehat dan gagah, dia adalah penduduk desa dekat villa ini. Menurut Dian, Pak Riziek orangnya baik dan bisa dipercaya karena sudah 4 tahun dia bekerja pada keluarganya dan pekerjaannya selalu rapi.


Berbeda denganku, sejak awal aku sudah berfirasat buruk pada orang tua itu, beberapa kali aku memergokinya sedang menatapi dengan tajam bagian tubuh tertentu dari Dian maupun teman wanita lainnya yang pernah berkunjung ke villa ini, termasuk juga diriku terlebih ketika kami sedang berenang di halaman belakang villa ini. Beberapa kali aku mengadukan hal ini pada Dian, namun tidak pernah ditanggapi serius, malah aku dianggap mudah berprasangka buruk. Hingga pada suatu saat firasat buruk itu benar-benar terjadi bahkan ikut menimpa diriku.

Pak Riziek membawa kami ke ruang tengah dimana sudah menunggu seorang pria lain. Pak Riziek memperkenalkannya pada kami. Orang ini bernama Pak Usep, berusia 50-an, tubuhnya agak gemuk pendek, dia adalah teman Pak Riziek yang berprofesi sebagai juru foto di kampungnya. Tanpa membuang waktu lagi Dian langsung to the point menanyakan ada masalah apa sebenarnya yang telah terjadi. Pak Riziek mengeluarkan sebuah bungkusan yang dalamnya berisi setumpuk foto, yang katanya adalah pokok permasalahannya.

Kami lalu melihat foto apa yang ditunjukkan olehnya. Betapa terkejutnya kami bak disambar petir disiang bolong, bagaimana tidak, ternyata foto-foto itu adalah foto-foto erotis kami pada pesta seks liburan tahun lalu, ada foto bugilku, foto bugil Dian, foto bugil teman-teman lainnya, juga foto adegan persenggamaan kami dengan pacar masing-masing yang diabadikan oleh pacar Dian dan Vira yang berprofesi sebagai fotografer.

“Pak..apa-apaan ini, darimana barang ini??” tanya Dian dengan wajah tegang.
“Hhhmm.. begini Neng, waktu itu saya kebetulan lagi bersih-bersih, pas kebetulan di bawah ranjang Neng Dian saya lihat kok ada barang yang nongol, eh.. taunya klise foto asoynya Neng Dian sama Neng Rina, ya udah terus saya bawa ke Pak Usep ini untuk dicuci..” jawabnya sambil tertawa.
“Apa..kurang ajar, Pak.. bapak digaji untuk menjaga tempat ini, bukannya mengoprek barang saya!!” bentak Dian marah dan menundingnya.
“Wah..wah.. jangan galak gitu dong Neng, saya kan nggak sengaja, justru Neng sendiri yang ceroboh kan” mereka berdua tertawa-tawa memandangi kami.
“Baik..kalau gitu serahkan klisenya, dan bapak boleh pergi dari sini” kata Dian dengan ketus.
“Iya pak, tolong kita bisa bayar berapapun asal kalian kembalikan klisenya” aku ikut memohon.
“Ooo..nggak, nggak, kita ini bukan pemeras kok Neng, kita cuma minta..” Pak Usep tidak meneruskan perkataannya. “Sudahlah Pak, cepat katakan saja apa mau kalian!” kataku tak sabaran.

Perasan aneh mulai menjalari tubuhku disertai keringat dingin yang mengucuri dahiku karena tatapan mereka seolah menembus ke balik pakaian kami. Kemudian Pak Riziek maju mendekati Dian dan beberapa senti di depanku tangannya bergerak mengelus payudara majikannya.
“Hei.. kurang ajar, jangan keterlaluan ya!!” bentak Dian sambil menepis tangannya dan mendorongnya.
“Bangsat.. berani sekali kamu, kalian kira siapa kalian ini hah.. dasar orang kampung!!” aku naik pitam dan kulempar setumpuk foto itu ke wajah Pak Riziek, aku benar-benar tidak terima sahabatku diperlakukan seperti itu.
“Hehehe..ayolah Neng, coba bayangkan, gimana kalo foto-foto itu diterima orang tua, pacar, atau teman-teman di kampus Neng, wah bisa-bisa Neng berdua ini jadi terkenal deh!!” kata Pak Usep dan disusul gelak tawa keduanya.

Aku sungguh bingung bercampur marah tidak tahu harus bagaimana. Nampaknya tiada pilihan lain bagi kami selain mengikuti kemauan mereka. Kalau foto-foto itu tersebar bagaimana reputasiku, keluargaku, reaksi pacarku, dan juga karirku di dunia model bisa-bisa hancur gara-gara masalah ini.
Saat itu Pak Usep sudah ada di dekatku dan berjalan mengitariku Pak Riziek mulai mendekati Dian lalu mengelus rambutnya dan bertanya “Gimana Neng, apa sudah berubah pikiran?”, dengan sangat berat Dian akhirnya hanya menganggukkan pelan.

Aku pun sudah pasrah dengan apa yang akan terjadi, dan setelah kupikir-pikir daripada reputasi kami hancur, lebih baik kami menuruti kemauan mereka, lagipula keperawanan kami toh sudah hilang dan akupun termasuk type cewek yang bebas, hanya saja aku belum pernah melayani orang-orang bertampang seram, dekil dan lusuh seperti mereka ini, juga perbedaan usiaku dengan mereka yang lebih pantas sebagai ayahku

“Ha.. ha.. ha..akhirnya bisa juga orang kampung seperti kita merasakan gadis kampus, ada foto modelnya lagi!!” mereka tertawa penuh kemenangan.
Segera tanpa membuang-buang waktu lagi Pak Riziek menyambar tubuh majikannya itu. Dilumatnya bibir mungil Dian dan tangannya beraksi meremas payudaranya yang masih terbungkus oleh kaos ketat. Saat aku tertegun menyaksikan Dian dipecundangi, mendadak kurasakan sepasang tangan kokoh mendekap pinggangku dari belakang.
“Hhhmm..gimana neng? udah siap dientot?” kurasakan hembusan nafas Pak Usep di telingaku.

Tangan gempalnya mulai meremasi payudara 36B ku, sementara tangan yang lainnya menyingkap rokku dan mulai mengelus-elus pahaku yang putih mulus. Aku tidak tahu harus berbuat apa, didalam hatiku terus berkecamuk antara perasaan benci dan perasaan ingin menikmatinya lebih jauh, aku hanya bisa menikmati perlakuannya dengan jantung berdebar-debar.

Satu-persatu kancing bajuku dipereteli oleh Pak Usep sehingga nampaklah payudaraku yang masih terbungkus BH pink. Tangan yang satunya juga sudah mulai naik ke bagian selangkangan lalu dia menggesekkan jarinya pada daerah klistorisku yang masih tertutup celana dalam.
Dengan sekali sentakan kasar ditariknya turun BH-ku, “Whuua..ternyata lebih indah dari yang difoto, mimpi apa saya bisa merasakan foto model kaya Neng Rina” pujinya ketika melihat payudaraku yang sudah tidak tertutup apa-apa lagi. Kini dengan leluasa tangannya yang kasar itu menjelajahi payudaraku yang mulus terawat dengan melakukan remasan, belaian, dan pelintiran pada putingku.

Tak jauh dariku Pak Riziek telah mendesak Dian ke arah tembok. Kaos dan bra-nya sudah terangkat sehingga menampakkan kedua gunung kembarnya yang indah. Penjaga villa bejad itu sedang asyik menjilati dan meremas-remas payudara sahabatku itu sambil tangan satunya merogoh-rogoh ke dalam celana Dian. Adegan itu membuatku marah sekaligus terangsang.

Tiba-tiba Pak Usep menghempaskan diri ke sofa di belakangnya sehingga diriku ikut tertarik ke belakang dan jatuh di pangkuannya. Kemudian dibentangkannya pahaku lebar-lebar, tangannya mulai merayap ke bagian selangkanganku. Jari-jari besar itu menyusup ke pinggir celana dalamku, mula-mula hanya mengusap-ngusap bagian permukaan saja lalu mulai bergerak perlahan-lahan diantara kerimbunan bulu-bulu mencari liangnya seperti ular hendak memasuki sarangnya. Perasaan tidak berdaya begitu menyelubungiku karena hampir semua daerah sensitifku diserang olehnya dengan sapuan lidahnya pada leherku, remasan pada buah dadaku, dan permainan jarinya pada vaginaku, serangan-serangan itu sungguh membuatku terbuai.

Kedua mataku terpejam sambil mulutku mengeluarkan desahan-desahan “Eeemmhh..uuhh.. jangan Pak, tolong hentikan.. eemmhh”.
“Kita pindah ke kamar aja ya Neng, biar lebih afdol” usulnya.

Sebelum aku sempat menjawab apa-apa tiba-tiba badanku sudah diangkat olehnya menuju ke kamar terdekat lalu dilemparnya dengan kasar di atas tempat tidur spring bed itu membuatku sedikit terkejut. Tanpa menutup pintu terlebih dahulu Pak Usep langsung membuka pakaiannya, begitu celana dalamnya terlepas benda didalamnya yang sudah mengeras langsung mengacung siap memulai aksinya.

Aku memandang ngeri pada penis hitam itu, panjangnya memang termasuk ukuran rata-rata, namun diameternya itu cukup lebar sesuai tubuhnya yang tambun, dipenuhi dengan urat-urat yang menonjol. Pak Usep yang sudah telanjang bulat mendekatiku sambil tertawa cengegesan. Aku menggeser mundur tubuhku sampai akhirnya terdesak diujung ranjang. Permohonanku agar dia menghentikan niatnya agaknya tidak membuatnya tergerak, malah membuatnya semakin bernafsu.

Sekarang dia membuka tanganku yang menutupi dadaku. Dengan lembut dibelainya pipiku, lalu belaian itu perlahan-lahan turun ke bahuku dimana kurasakan pakaianku mulai terlepas satu persatu, terakhir dia menarik lepas celana dalamku hingga aku telanjang bulat. Dia mencium bagian dalam celana dalamku itu dengan penuh perasaan, lalu dijilatinya bagian tengahnya yang sudah basah oleh lendir kemaluanku.
“Enak, baru pejunya aja udah enak, apalagi memeknya” katanya.

Aku jadi ngeri dan jijik dengan tingkahnya itu.
Direngkuhnya aku dalam pelukannya. Tangannya bergerak melata seperti ular menjelajahi tubuhku.
“Tenang aja neng, asal neng nurut pasti klisenya saya kembaliin, tapi kalo nggak..” dia melanjutkan kata-katanya dengan mengencangkan remasan pada payudara kananku sehingga aku merintih kesakitan “Aaakkhh..sakit pak!!”.
Dia hanya tertawa terkekeh-kekeh melihat reaksiku.
“Uuuhh..sakit ya neng, mana yang sakit..sini bapak liat” katanya sambil mengusap-usap payudaraku yang memerah akibat remasan brutal itu. Dia lalu melumat payudaraku sementara tangan satunya meremas-remas payudara yang lain.

Aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa, nampaknya aku harus melupakan sejenak rasa marah, jijik, dan benci untuk menikmati perkosaan ini karena perlahan-lahan akupun sudah mulai ‘merasakan enaknya’. Tubuhku menggelinjang disertai suara desahan saat tangannya mengorek-ngorek liang vaginaku sambil mulutnya terus melumat payudaraku, terasa putingku disedot-sedot olehnya, kadang juga digigit pelan atau dijilat-jilat. Kini mulutnya mulai naik, jilatan itu mulai kurasakan pada leher jenjangku hingga akhirnya bertemulah bibir mungilku dengan bibirnya yang tebal dan kasar itu. Puuiihh..bau nafasnya sungguh tidak sedap, namun naluri sexku membuatku lupa akan segalanya, lidahku malah ikut bermain dengan liar dengan lidahnya sampai ludah kami bertukar dan menetes-netes sekitar bibir.

Pak Usep lalu berlutut sehingga penisnya kini tepat dihadapanku yang sedang duduk bersandar di ujung ranjang.
“Ayo neng, kenalan nih sama kontol bapak, hehehe..!” katanya sambil menggosokkan penis itu pada wajahku.
Tercium bau yang memualkan ketika penisnya mendekati bibirku, sialnya lagi Pak Usep malah memerintahakan untuk menjilatinya dulu sehingga bau itu makin terasa saja. Karena tidak ada pilihan lain aku terpaksa mulai menjilati penis hitam yang menjijikkan itu mulai dari kepalanya sampai buah zakarnya, semua kujilati sampai basah oleh liurku. Entah mengapa lama-lama bau tidak enak itu tidak menggangguku lagi, justru aku semakin bersemangat melakukan oral sex itu.

Kukeluarkan semua teknik menyepong-ku sampai dia mendesah nikmat. Saking asiknya aku baru sadar bahwa posisi kami telah berubah menjadi gaya 69 saat kurasakan benda basah menggelitik klistorisku. Pak Usep kini berada di bawahku dan menjilati belahan kemaluanku, bukan cuma itu dia juga mencucuk-cucukan jarinya ke dalam lubang itu sehingga kemaluanku makin lama makin basah saja. Aku disibukkan dengan penisnya di mulutku sambil sesekali mengeluarkan desahan. Aku sungguh tidak berdaya oleh permainan lidah serta jarinya pada vaginaku, tubuhku mengejang dan cairan cinta menyembur dengan derasnya, aku telah dibuatnya orgasme. Tubuhku lemas diatas tubuh tambunnya dan tangan kananku tetap menggenggam batang penisnya.

Setelah puas menegak cairan cintaku, Pak Usep bangkit berdiri di pinggir ranjang. Tangan kokohnya memegang kedua pergelangan kakiku lalu membentangkan pahaku lebar-lebar sampai pinggulku sedikit terangkat. Dia sudah dalam posisi siap menusuk, ditekannya kepala penisnya pada vaginaku yang sudah licin, kemudian dipompanya sambil membentangkan pahaku lebih lebar lagi. Batang yang gemuk itu dipaksakannya masuk ke vaginaku yang cukup sempit sehingga aku merintih kesakitan. Namun hal itu bukannya membuatnya iba malahan terus mejejalkan penisnya lebih dalam lagi sampai akhirnya seluruh penis itu tertancap.
“Ooohh..uueenak tenan, memeknya foto model emang beda!”
Oh, aku benar-benar telah disetubuhi olehnya, oleh orang kampung yang bau dan kasar, orang yang sangat kubenci karena menjebakku, aku juga kesal pada diriku sendiri yang tak berdaya melawan malah terangsang.

Puas menikmati jepitan dinding vaginaku, pelan-pelan dia mulai menggenjotku, maju mundur terkadang diputar seperti mengaduk adonan. Kurasakan semakin lama pompaannya semakin cepat sehingga aku tidak kuasa menahan desahan, sesekali aku menggigiti jariku menahan nikmat, serta menggeleng-gelengkan kepalaku ke kiri-kanan sehingga rambut panjangku pun ikut tergerai kesana kemari.

Tampangku yang sudah semrawut itu nampaknya makin membangkitkan gairahnya, buktinya dia menggenjotku dengan lebih bertenaga, bahkan disertai sodokan-sodokan keras yang membuatku makin histeris. Kemudian tangan kanannya maju menangkap payudaraku yang tergoncang-goncang. Syaraf-syaraf pada daerah sensitif di tubuhku bereaksi memberi perasaan nikmat ke seluruh tubuhku.
Suasana panas terhenti sejenak saat terdengar telepon di ruang tamu berdering. Pak Usep menghentikan pompaannya dan menarik lepas penisnya dari vaginaku, benda itu nampak mengkilap karena basah oleh cairan cintaku. Akhirnya aku dapat mengatur kembali nafasku yang sudah tersengal-sengal.

“Heh, siapa tuh.. ganggu acara orang aja, inget ya jangan berani omong sembarangan kalo mau klisenya kembali” ancamnya sambil menarik rambutku.
Aku hanya mengangguk ketakutan lalu bangkit untuk menyambut telepon. Namun baru saja aku sampai di depan meja rias dekat pintu keluar, sudah terdengar suara “Halo..!” pertanda Dian sudah menerima telepon.
Aku sempat kaget katika membalikkan badan tiba-tiba Pak Usep sudah berdiri di belakangku dan menyeringai “Yuk neng, kita terusin entotannya, kan teleponnya udah dijawab”.
Aku memandangi bangsat ini dengan jijik, sosoknya yang pendek hanya sampai sebatas hidungku dengan perut buncit dengan kemaluan menggantung, dada berbulu, wajahnya pun jauh dari tampan, mirip tuyul yang sering kulihat di film-film, sungguh tidak pernah terbayangkan olehku aku dapat disetubuhi olehnya.

Dia menggiringku ke arah meja rias lalu aku disuruh berbalik dan tanganku bertumpu pada sisi meja rias. Sekarang aku dapat melihat diriku melalui cermin di hadapanku dan dari belakang kulihat dia sedang mengagumi tubuhku dan mengelus-ngelusnya.
“Nah, ini baru namanya pantat” dia meremas bongkahan pantatku dengan gemas dan menepuknya. Saat dia mulai mengelus kemaluanku tanpa sadar aku malah merenggangkan kakiku sehingga dia makin leluasa merambahi daerah terlarang itu. Lewat cermin kulihat dia mulai mempersiapkan kembali penisnya dengan menggosok-gosokkan pada bibir vagina dan anusku. Aku memejamkan mata dan berdoa dalam hati semoga dia tidak menyerang anusku, karena aku sudah membayangkan ngerinya kalau batang yang kekar itu membobol pantatku.

Kemudian dia menyelipkan penisnya di antara selangkanganku lewat belakang. Aku mendesis nikmat saat penis itu pelan-pelan memasuki vaginaku. Di tengah desisanku aku sempat mendengar suara bentakan Dian dari luar kamar, saat itu aku belum tahu apa yang terjadi karena akupun sedang sibuk dengan “siluman buncit” ini. Kakiku mengejang ketika menerima sodokan pertamanya yang dilanjutkan dengan sodokan-sodokan berikutnya. Cermin didepanku memantulkan bayangan wajahku yang sedang horny, mulutku mengap-mengap mengeluarkan merintih terlebih ketika tangan kasar itu meremas-remas kedua payudaraku sambil sesekali dipermainkannya putingku yang sudah mengeras.
“Ooohh.. enak banget si neng ini!” celotehnya.

Tusukan-tusukan itu seolah merobek tubuhku, hingga 15 menit kemudian tubuhku bagaikan kesetrum dan mengucurlah cairan dari vaginaku dengan deras sampai membasahi pahaku. Aku merintih panjang sampai tubuhku melemas kembali, kepalaku jatuh tertunduk, nafasku masih kacau setelah mencapai orgasme. Aku mengira dia juga akan segera memuntahkan maninya, ternyata perkiraanku salah, dia masih dengan ganas menyetubuhiku tanpa memberi waktu istirahat. Rambut panjangku dijambaknya sehingga kepalaku terangkat, kembali kulihat adeganku melalui cermin dimana tubuhku yang telah mandi keringat tergoncang-goncang, nampak pula payudara dan kalung pemberian pacarku terayun kesana-kemari.

Sudah cukup lama aku digenjotnya namun belum terlihat tanda-tanda akan orgasme, justru aku mulai kembali menikmatinya.Variasi gerakannya sangat lihai sampai membuatku berkelejotan, juga staminanya itu sungguh diluar dugaan, atau mungkin dia sudah minum obat kuat sebelumnya. Mendadak dia menarik lepas penisnya, aku sudah siap menerima semprotan spermanya, namun..oohh..tidak! penis itu masih mengacung dengan gagahnya.
Dia lalu duduk di kursi meja rias, “Sini neng, bapak pangku!” suruhnya.

Aku menurut saja dan tanpa diminta lagi aku naik ke pangkuannya, tanpa malu-malu lagi aku bahkan menuntun penisnya memasuki milikku. Harapanku adalah agar dia cepat selesai dan aku segera bebas dari derita birahi ini. Begitu kuturunkan pantatku langsung aku bergoyang di pangkuannya, Pak Usep pun membalas gerakkanku dengan menaik turunkan pantatnya berlawanan denganku sehingga tusukannya makin dalam. Wajahnya dibenamkan pada belahan dadaku, tangannya yang tadi mengelus-ngelus punggungku mulai meraba payudaraku, mulutnya menangkap payudara yang satu lagi. Susuku disedot dan dikulumnya dengan rakus, kumisnya yang terkadang menyapu permukaan dadaku memberi rasa geli dan sensasi yang khas.

Kunaik-turunkan tubuhku dengan gencar sampai dia melenguh-lenguh keenakan.
“Uuugghh..oohh..memek neng enak banget, nngghh..memek foto.. model..!!”.
Desahanku bercampur baur dengan lenguhannya memenuhi kamar itu. Kepalaku tengadah disertai lolongan panjang dari mulutku saat mencapai klimaks berikut, cairanku kembali tercurah sampai membasahi kursi rias itu, secara refleks aku juga mempererat rangkulanku hingga wajahnya makin terbenam pada payudaraku. Kemudian dia melepaskanku dan menyuruhku berlutut di hadapannya, diraihnya kepalaku dan didekatkan pada pelernya yang lalu kujilati dan kusedot, rasanya sudah bercampur dengan rasa kewanitaanku.

Ketika tanganku sedang mengocok sambil menjilatinya tiba-tiba dia melenguh panjang dengan wajah mendongak ke atas “Ooohh..neng..bapak..keluar!” dan disusul ‘creett..creet..’ maninya menyemprot dengan deras ke wajah juga dadaku, lalu dengan paksa dijejalinya penis itu ke mulutku.
“Telen pejunya neng..awas jangan dimuntahin!” perintahnya.

Aku yang saat itu tidak siap tentu saja gelagapan menerima semprotan itu sehingga yang menyemprot dimulutku sebagian meleleh keluar di sekitar bibirku, sedangkan sisanya kutelan hingga tetes terakhir dan kurasakan batang itu mulai menyusut. Setelah itu Pak Usep mengolesi maninya yang berceceran di wajah dan dadaku sampai merata, sekarang tubuhku basah dan berkilau baik oleh peluh dan sperma.

Dipapahnya tubuhku ke ranjang dan dibaringkan. Demikian lelahnya aku, sampai tubuh seperti lumpuh dan mata terasa makin berat.
Sebelum terlelap aku masih sempat mendengarnya berkata dekat kupingku “Memek neng enak banget, bapak jadi ketagihan nih!”, Dalam tidurku aku bermimpi pacarku mendatangiku lalu aku mengangis didekapannya dan mencurahkan seluruh kekesalanku padanya bahwa aku telah dijebak oleh dua bandot itu. Tiba-tiba kurasakan dia mulai menciumku sambil meremas buah dadaku seperti yang biasa kami lakukan, juga kurasakan jari-jarinya mulai menggelitik vaginaku. Aku mendesah nikmat, kubuka mata, Ahh..aku terbangun..

Terkejut sekali aku. Begitu mata kubuka langsung nampak sesosok tubuh berada diantara kedua belah pahaku yang terbuka lebar. Rupanya ini bukan sekedar mimpi, ketika kesadaranku berangsur-angsur pulih nampak sosok pacarku itu ternyata Pak Riziek, wajahnya berada dekat vaginaku sambil mengorek-ngorek liang itu dengan jarinya. Aku berusaha bangkit dengan sisa tenagaku, tubuhku sedikit bergeser. Kutepis tangan itu dari vaginaku dan langsung kurapatkan pahaku, buru-buru kuraih guling untuk menutupi tubuh telanjangku. Ketika menengok ke samping aku lihat Pak Usep sedang duduk beristirahat di kursi rias sambil mengisap sebatang rokok.

“Kurang ajar, awas..minggir kamu!” aku marah dan membentaknya, tapi dia malahan tertawa.
“He-he-he.. kurang ajar gimana neng? udah dientot aja masih jual mahal..dasar cewek sombong”.
“Perjanjian kita kan udah selesai pak, sekarang mana klisenya..!!” timpalku ketus.
“Eeiit.. selesai gimana neng.. bapak kan belum ngerasain memek neng”.
Sungguh saat itu darahku mendidih, aku benar-benar marah karena merasa dipermainkan, kucoba menggertaknya. “Bangsat..kalian sebaiknya kembalikan sekarang juga atau..!!”.
Namun dengan kalemnya dia menyela, “Atau mau lapor polisi ya neng? Sok aja..kalo neng mau ini tersebar, kita mah ga maksa neng kok” sambil menunjukkan selembar fotoku di kolam belakang bersama Dian dan 2 teman wanita lain yaitu Vira dan Liana, dimana kami berempat berpose tanpa busana.

Ucapan itulah yang membuatku sadar bahwa posisiku sudah ’skak mat’, tidak ada pilihan lain selain membiarkan tubuhku menjadi alat pemuas nafsunya. Aku yang pada dasarnya tegar dan penuh percaya diri jadi takut membayangkan akibatnya kalau berontak, mau taruh dimana mukaku kalau skandal ini tersebar, padahal karirku sebagai model sudah mulai mapan dan mulai menapaki layar kaca sebagai pemain figuran. Aku juga tidak mau teman-temanku yang terlibat dalam foto-foto itu jadi ikut susah gara-gara kami, cukup sudah kami berdua yang jadi tumbal atas semua ini.
Dian

Pak Riziek mengambil kesempatan ketika aku sedang bingung itu dengan menyingkirkan guling yang kupeluk. Dia merenggangkan pahaku sambil mengelus-elusnya, tanganku yang menutupi dada juga disibakkannya. Mulutku mengeluarkan desahan ketika jari-jarinya mulai menyentuh klistorisku dan mengelusnya. Elusannya pada rambutku turun ke pipi, dan terus menurun ke leher hingga berhenti di payudara kananku yang lalu dibelai dan diremasnya. Dia mendekatkan mulutnya pada payudaraku dan menangkapnya dengan mulutnya, namun tak sampai setengah menit dia lepaskan lagi, lalu mengendusi payudaraku.
“Puuiihh..sialan lu Sep..lu tadi nyiramin peju di teteknya yah, pantes rada lengket trus baunya aneh!!” omelnya pada Pak Usep.
Pak Usep ketawa cengegesan “Eh.. hehehe sory boss, gak sengaja tadi, abis kocokannya enak pisan sih, jadi aja muncrat kemana-mana”.
“Iya tapi kira-kira dong tuh, kalo udah bau peju gini mana enak diemot” gerutunya.
Aku diam-diam merasa puas “Rasain lu, makan tuh peju dasar goblok” ejekku dalam hati.
“Kalo gitu kita mandiin aja di kolam belakang, kan sekalian kita juga bisa berenang” usul Pak Usep.
“Hmm..iya yah lagian kapan lagi kita bisa berenang di sana mana ada cewek cantiknya lagi” Pak Riziek mengangguk setuju, matanya tidak lepas dari tubuhku sambil jakunnya turun naik.

Kemudian mereka menggiringku ke kolam belakang secara paksa untuk dibasuh dari ceceran sperma di tubuhku. Saat melewati ruang tengah aku melihat tubuh telanjang Dian yang terkulai lemas diatas sofa, daerah kemaluannya sudah basah, buah dadanya penuh bekas cupangan dan tumpahan sperma. Aku kasihan dan ingin melihat sejenak kondisi Dian, tapi tidak diijinkan oleh mereka.

Sesampainya dipinggir kolam tiba-tiba salah seorang mendorong punggungku dari belakang hingga aku terdorong dan “Jbuurr..!!” aku tercebur ke kolam. Aku berenang ke atas dan segera timbul ke permukaan, kusibakkan rambut basahku ke belakang, melihat tubuh telanjangku yang telah basah oleh air kolam mereka semakin bergairah sehingga buru-buru ikut nyebur ke kolam dan mengerubungiku seperti semut mengerubungi gula. Tangan-tangan kasar itu mulai menjamahi tubuhku. Aku tidak tahu lagi siapa yang mengerjai kedua payudaraku, meremas-remas pantatku, memilin-milin putingku, dan mengusap-usap vaginaku karena kupejamkan mataku dan tubuhku menggelinjang menahan nikmat.

Tak terasa aku sudah berada di tepi kolam daerah 1,5 meter. Tubuhku dihimpit oleh mereka dengan Pak Usep di belakang dan Pak Riziek di depan, keduanya memelukku sehingga posisiku seperti daging burger yang dijepit diantara 2 roti. Pak Riziek menciumi wajahku, sesampainya di bibir, dia langsung melumatnya, lidahnya mendesak-desak ingin masuk ke mulutku, birahiku yang kembali naik membuatku membuka mulutku mempersilakan lidahnya bermain-main di mulutku. Sesudah itu mulutnya terus turun sampai ke payudaraku yang sudah bersih dari cipratan mani, dia sudah tidak sabar ingin menikmati payudaraku yang sempat tertunda.

“Enngghh..pak..!” desahku menahan geli bercampur nikmat ketika mulutnya melumat payudaraku secara bergantian. Aku merasakan putingku disedot, digigit pelan bahkan sesekali ditarik oleh mulutnya, sementara telapak tangan Pak Usep bercokol di kemaluanku terus saja menggosok-gosok bibir vaginaku. Di tengah keadaan pasrah dan tidak berdaya itu seakan-akan ada suatu perasaan nikmat yang aneh yang tidak pernah kurasakan selama ini.

Beberapa saat kemudian dia merentangkan kedua pahaku, betisku dinaikkan ke bahunya “Neng Rina..bapak ewe sekarang ya!” kata Pak Riziek tidak sabaran.
Aku melihat di bawah air sana, miliknya mulai mendesak masuk ke vaginaku, “Aaahhkk..ahh..pak..!” itulah yang keluar dari mulutku saat dia menekankan dalam-dalam penis supernya hingga amblas seluruhnya, aku meringis sambil mencengkram lengan Pak Usep yang memelukku.
“Ooohh..” Pak Riziek juga mendesah setelah berhasil menancapkan kejantanannya di dalam kemaluanku.
“Gimana boss?? seret ga memeknya??” tanya Pak Usep pada temannya.
“Buset, seret amat nih memek, udah ga perawan tapi rasanya kaya perawan, pinter juga si neng ini ngerawatnya!” puji Pak Riziek sambil mulai menggenjot.
“Lha iya dong boss, dia kan foto model, harus dirawat dong, udah kena peju aja masih wangi gini kok badannya hehehe..!”

Aku mulai merasakan penis itu bergerak keluar masuk pada vaginaku, mula-mula gerakan itu lembut, namun lama-lama bertambah kencang dan kasar. Aku mendesah-desah tidak karuan ditambah lagi dari belakang Pak Usep bertubi-tubi mencupangi leher jenjangku serta mempermainkan payudaraku, pantatku meliuk-liuk ke kiri-kanan sehingga Pak Riziek makin kesetanan menggenjotku sampai air di sekitar kami beriak dengan dahsyat.

“Akkhh.. oohh..ahh..eemmhh..!” eranganku tertahan tatkala bibirku dilumat Pak Usep dari samping belakang. Akupun merespon cumbuannya, lidah kami saling beradu dengan liar. Aku sudah telanjur dilanda birahi, walaupun menolak, tubuhku berkata lain, aku merem melek menikmati cara mereka mengerjai tubuhku.

Diserang dari dua arah begini sungguh membuatku kewalahan hingga akhirnya terasa dinding-dinding kemaluanku berdenyut makin kencang dan erangan panjang keluar dari mulutku disertai mengejangnya tubuhku sampai menekuk ke atas, otomatis kedua payudaraku pun makin membusung. Tubuhku lemas dalam pelukan mereka. Tapi keganasan Pak Riziek belum tampak mereda, dia masih bersemangat menyodokkan penisnya tanpa mempedulikan vaginaku yang masih terasa ngilu. Aku merasa lelah dan ingin istirahat sejenak maka kudorong tubuh Pak Riziek.
“Udah dulu.. pak..cape..uuhh” aku memelas.

Dia lalu menarik lepas penisnya dan menurunkan pahaku sehingga aku dapat sedikit bernafas lega. Kukira dia mengerti dan memberiku waktu, tapi dugaanku salah. Pak Riziek menarik rambutku lalu dibenamkannya kepalaku dalam air dibawa mendekati miliknya. Aku yang tidak siap tentu saja meronta-ronta melepaskan diri dan segera timbul ke permukaan.

“Mau apa.. pak..jangan kelewatan ya!” protesku terengah-engah.
“Ngga kok, cuma mau buktiin kata Pak Usep, katanya neng jago ngemot kontol, makanya bapak pengen neng ngemot kontol bapak”.
Wajahku merah padam dan terdiam, kutatap mereka dengan tatapan penuh kebencian, namun tak dapat kupungkiri bahwa aku pun sempat merasa senang dengan perlakuan mereka.
“Ayo.. sini dong neng, emutin yang punya bapak!”

Aku melihat ke bawah air sana, batang kemaluan Pak Riziek yang baru saja mengacak-acak vaginaku, benda itu begitu panjang dan kokoh, lebih panjang daripada milik Pak Usep walaupun diameternya lebih kecil, dikelilingi bulu-bulu yang sudah agak beruban. Diraihnya tanganku dan didekatkan ke sana, akupun mulai menggenggamnya, walaupun sudah berumur tapi kemaluannya masih keras. Dia dengan berkacak pinggang sesekali mendengus ketika jari-jari lembutku mulai mengocok dan membelai buah zakarnya.

“Gimana Pak Riziek? Bener kan ngocoknya dahsyat!?” kata Pak Usep di belakangku.
“Wuuiihh..iya loh..tangannya halus banget..tangan sama memek sama enaknya” komentar Pak Riziek.

Pak Usep pun mendekatiku dan meraih tanganku yang satu, lalu diletakkan pada penisnya. Kini penis Pak Usep berada ditangan kiriku dan penis Pak Riziek di tangan kananku, mereka merem melek menikmati pelayananku sambil sesekali membelai bagian-bagian terlarangku.

“Hehehe kayanya si neng ini udah sering ewean ya, abis jago banget” kata Pak Usep.
“Lha iya dong, masa ga liat yang di foto itu, lagian katanya cewek model kaya gini katanya bisa dipake asal ada duit, ya ga neng” ejeknya padaku sambil nyengir.
“Wahahaha..kalo gitu kita untung banget bisa ngewe cewek model, gratis lagi” timpal Pak Usep.

Hatiku benar-benar panas mendengar olok-olokkan mereka yang menghina dan merendahkanku itu, ingin rasanya menarik penis itu sampai putus mumpung masih dalam genggamanku, namun apa dayaku karena aku hanya seorang gadis yang tidak akan menang melawan mereka, lagipula sudah tanggung, lebih baik kubuat mereka puas dan setelah itu habis perkara.

“Nah..sekarang bapak pengen ngerasain mulut neng, ayo.. emut tuh di bawah sana!” desaknya sambil mencengkram leherku.
Sebelum kusetujui kepalaku sudah dibenamkan ke air. Di bawah air kuraih penisnya dan kumasukkan dalam mulutku, karena panjangnya, benda itu sampai mentok di tenggorokanku. Lidahku mulai menjilat dan mengulum, sementara kurasakan sebuah tangan mengelus dan meremas pantatku dari belakang. Gairahku makin naik, terlebih tangan itu terkadang menyelipkan jarinya pada vagina atau duburku.

Aku makin liar mengemutnya berharap dia cepat keluar, karena aku sendiri sudah merasa sesak di air sementara tangannya menahan kepalaku di sana. Harapanku mulai nampak saat gerakan pantatnya makin cepat dan rambutku dijambaknya. Akhirnya beberapa semprotan kurasa menerpa langit-langit mulut dan tenggorokanku, terpaksa aku menelan spermanya, rasanya asin dan kental, hueek..!! Seiring dengan melemahnya cengkramannya aku segera timbul ke permukaan. Nafasku mengap-mengap rindu udara segar sehingga buah dadaku ikut naik turun seirama nafasku yang kacau.

Mimik wajah Pak Riziek menunjukkan dia puas sekali berorgasme di mulutku. Kulihat penisnya sudah tidak setegang tadi lagi, ukurannya menyusut dan berkerut oleh keriput.Beberapa menit kami beristirahat, tak lepas dari olok-olokan dan omongan jorok mereka yang menjijikkan, juga tak lupa mereka menjamahi tubuhku. Setelah itu Pak Riziek menyuruhku naik ke pinggir kolam.

“Gantian neng..sekarang bapak di bawah, neng di atas!”
Tanpa diminta lagi aku mengangkangi tubuhnya yang sudah rebah telentang di atas lantai marmer. Ada sedikit rasa senang karena ini merupakan salah satu posisi favoritku yang sering kulakukan bersama pacarku dan cowok-cowok yang kencan denganku. Aku tanpa ragu menuntun penisnya yang sudah kembali mengeras ke arah vaginaku dan aku mengambil posisi menduduki tubuhnya. Dengan bernafsu kugoyangkan pinggulku diatas tubuhnya, bahkan aku ikut membantu kedua belah telapak tangannya meremasi payudaraku.

Pak Usep menonton adeganku sambil tetap berendam di tepi kolam, kadang-kadang tangannya iseng merabai pahaku.
“Ayo..goyang neng..oohh!” Pak Riziek sepertinya ketagihan dengan goyanganku, begitu juga Pak Usep, dia tidak tahan hanya menonton saja. Dia keluar dari kolam dan berdiri di sebelahku, penisnya mengacung di depan mukaku.
“Emut neng..ayo buka mulutnya!” sambil menjejalinya ke mulutku.

Dengan tetap bergoyang, aku juga mengisap-ngisap penis Pak Usep. Saat mereka sedang asyik-asyiknya menikmatiku, tiba-tiba pintu terbuka, Dian muncul dengan mengenakan kimono kuning, sepertinya dia baru selesai mandi karena rambutnya masih basah. Dia hanya bisa melongo melihat aku sedang dikerjai. Malu sekali aku dipecundangi di hadapan sahabatku sendiri, mulutku terisi penis sehingga aku hanya bisa berseru dalam hati, “Dian..tolong jangan liat sini, pergi kamu Dian!”

Tetap dalam posisinya Pak Riziek menengok ke samping dan menyapa Dian, “Hai, Neng Dian udah bangun toh..!”.
“Wah, saya udah lama nungguin Neng Dian, tapi tunggu ya, Neng Rina lagi asyik makan es mambo nih..!” sambung Pak Usep.
Beberapa saat kemudian barulah Pak Usep mencabut penisnya dari mulutku, namun aku masih harus menyelesaikan urusanku dengan Pak Riziek. Pak Usep mendekati Dian, lalu terdengar Dian marah dan membentak-bentak Pak Usep soal klise. Namun Pak Usep dengan santainya menepuk pantat Dian. Dian yang sudah tidak bisa omong apa-apa lagi hanya bisa pasrah. Bagian bawah kimononya disingkap dan mulai digerayangi Pak Usep.

“Hooi, Pak Riziek, ternyata nona majikanmu ini asoy bener, pahanya mulus, pantatnya juga wuiih.. montok..!”
Pak Riziek sendiri tidak peduli dengan omongan temannya, dia sibuk menggerakkan pinggulnya membalas goyanganku. 15 menit dalam posisi ‘woman on top’ sampai akhirnya tubuhku bergetar seperti menggigil lalu “Aaahh..!!” Dengan panjang keluar dari mulutku, kepalaku mendongak ke atas menatap langit yang sudah menguning. Tubuhku melemas dan ambruk ke depan, ke dalam pelukannya. Dia peluk tubuhku sambil penisnya tetap dalam vaginaku, kami berdua basah kuyup oleh air kolam maupun keringat yang mengucur.

Sementara itu tak jauh dari sini, Dian yang sudah terbaring di kursi santai sedang dicumbui habis-habisan oleh Pak Usep, kimononya sudah tersingkap kesana kemari sehingga auratnya terlihat.
“Ganti posisi yah neng” katanya dekat telingaku.
Lalu tubuhku diturunkan dan diperintahkan telungkup. Aku nurut saja, begitu juga ketika posisiku diatur seperti merangkak. Ternyata.. aahh.. dia mencoba menyetubuhiku dari belakang, dia ludahi duburku dan menekan-nekan jarinya di sana untuk membuka jalan bagi penisnya. Aku terkejut dan mencoba berontak “Jangan pak..jangan di situ.. sakit” ibaku.
“Tahan dikit neng, masih baru emang sakit, tapi ntar pasti enak kok” katanya dengan tenang sementara aku merintih-rintih.

Ketika penis itu sudah masuk sebagian, mendadak di sentakkan pinggulnya dengan kasar sehingga dengan reflek aku menjerit histeris bagaikan srigala terluka. Jeritanku itu bukannya membuatnya kasihan malahan membuatnya makin bernafsu. Dengan keras dia sodok-sodokan penisnya dan payudaraku yang menggantung diremas-remas dengan brutal. Suara rintihanku saling beradu dengan lenguhan Pak Riziek, juga dengan rintihan Dian yang sedang disetubuhi Pak Usep dalam posisi telentang di kursi santai. Lama-lama rasa sakit oleh sodokkannya mulai sirna berganti dengan rasa nikmat, apalagi waktu dia tarik wajahku dan memagut bibirku, diciumnya aku dengan lembut, rasanya seperti dicium pacarku. Sungguh suatu perpaduan keras-lembut yang fantastis, dia perlakukan anus dan dadaku dengan kasar, tapi di saat yang sama dia perlakukan mulutku dengan lembut.

Akhirnya kembali kukeluarkan cairan hangat dari vaginaku bersamaan dengan desahan orgasmeku. Permainan gila itu membuatku merem-melek kesetanan, tapi juga banyak menguras tenagaku, akupun ambruk dengan nafas yang kacau. Aku masih sempat melihat Pak Riziek menuju Dian dan Pak Usep yang masih bergelut sebelum pingsan yang kedua kalinya. Siraman air membangunkanku, Pak Riziek sudah disampingku menawarkan segelas air yang segera kuminum, langit sudah gelap dan arlojiku menunjukkan jam 7 kurang. Kuhampiri dan kupeluk Dian yang menangis sesegukan di tepi kolam, kuselimuti tubuh telanjangnya dengan kimononya, kuelus-elus punggungnya untuk menenangkannya. Omongan dan olok-olokkan mereka yang tidak senonoh itu tidak kuhiraukan, aku tetap memeluk Dian dan mataku menatap marah pada mereka.

Pak Riziek keluar untuk membeli makanan. Sambil menunggu, Pak Usep menyuruh kami menemaninya berendam di kolam dan memijit tubuhnya. Dimintanya aku melakukan ‘Thai Massage’ pada punggungnya dan Dian disuruh memijati pundaknya sambil tubuhnya digerayangi. Tak lama, Pak Riziek kembali dengan empat bungkus nasi goreng dan beberapa sachet ‘Irex’ untuk persiapan nanti malam katanya. Kami hanya diijinkan memakai kimono tanpa apapun dibaliknya, jadi kalau tangan mereka lagi ‘gatal’ dengan mudah dapat menjamah tubuh kami.

Malamnya sebelum tidur ‘pesta’ dilanjutkan. Kami main berempat sekaligus di kamar tempat aku dikerjai tadi. Aku bergoyang di atas penis Pak Usep yang sedang asyik menjilati vagina Dian yang menaiki wajahnya. Mulut kami sibuk melayani penis Pak Riziek yang mengacung diantara wajah kami, Dian memasukkan benda itu ke mulutnya dan aku mengulum buah zakarnya, demikian kami bergantian menjilati dan mengulumnya. Aku mencapai klimaks bersamaan dengan muncratnya sperma Pak Riziek yang membasahi wajah kami. Aku rebah di samping mereka dengan wajah belepotan sperma. Mereka mulai mengeroyok Dian, tubuhnya mereka olesi baby oil hingga nampak licin berkilau, Pak Riziek menusuk vaginanya sambil berbaring dan Pak Usep menusuk anusnya dari belakang.

Melihat Dian yang meringis dan merintih itu aku jadi kasihan, maka dengan sempoyongan kudekati Pak Usep yang sedang menyodomi Dian, kutarik dan kutindih tubuh gendutnya, dengan sigap kulumat bibirnya dan kugenggam penisnya untuk kumasukkan ke vaginaku. Kuserang dia dengan gencar hingga dia menumpahkan spermanya di rahimku, untung saat itu aku sedang dalam masa ’safe’ sehingga tidak perlu takut hamil. Pokoknya malam itu kami digarap habis-habisan, bahkan membalas SMS pacarku pun sambil dientot, jadi aku ditindih Pak Riziek yang menaik-turunkan tubuhnya, sementara tanganku mengetik SMS di ponselku. Ironis memang, aku menulis kata-kata manis untuk pacarku namun disaat yang sama aku menikmati persetubuhan dengan lelaki lain.

Mereka menyudahi ‘pesta’ ini sekitar jam 10 malam, kami berempat tertidur di ranjang itu tanpa busana. Pak Riziek tidur sambil menggenggam payudaraku, Pak Usep tidur sambil memeluk Dian. Besoknya sambil menunggu kamar mandi yang sedang dipakai Dian dan Pak Riziek, Pak Usep menyuruhku mengocok penisnya dengan payudaraku. Kujepit penisnya dengan daging kenyalku, pijatanku membuat pemiliknya merem melek keenakan sambil meremas rambutku. Beberapa menit kukocok dia dengan payudaraku sampai maninya muncrat di wajahku, tapi kali ini tidak terlalu banyak lagi.

Setelah Dian dan Pak Riziek selesai mandi, kami melanjutkan mainnya di bawah siraman air hangat. Pak Usep membaluriku dengan sabun cair, tapi lebih tepat dibilang menggerayangi daripada menyabuni. “Buka pahanya neng, jembutnya mau bapak keramas!”, direnggangkannya pahaku dan tangannya yang bersabun mulai mengusapi kelaminku sampai berbusa. Sementara akupun menggenggam penisnya dan secara reflek mengocoknya.

Dan usailah mimpi buruk ini, mereka akhirnya mengembalikan klise itu setelah puas menikmati kami. Kami memeriksa dengan teliti, apakah ada kekurangan atau tidak agar tidak bermasalah kemudian hari. Sebelum pergi ternyata Pak Riziek memintaku untuk terakhir kali meng-oralnya. Dengan jengkel aku mengeluarkan penisnya dari balik celananya, kukulum benda itu di hadapan Dian dan Pak Usep.

Belakangan Pak Usep pun menyuruh Dian melakukan hal yang sama padanya. Tidak sampai 10 menit akhirnya dia ejakulasi disusul Pak Usep, kuusahakan agar maninya tidak meleleh keluar sebab aku sudah berpakaian lengkap dan tidak mau bajuku kotor oleh mani si bangsat ini, kuhisap kuat-kuat sampai dia melenguh panjang. Segera setelah itu Dian mengusir mereka dari villanya, meskipun diusir dengan galak, tapi mereka malah tersenyum puas dan tertawa-tawa.

Tak lama sesudah peristiwa itu Pak Riziek mengundurkan diri. Sejak itu Dian kapok, tidak mau lagi menyewa orang untuk menjaga villanya. Pengalaman gila itu belum pernah kuceritakan pada keluarga maupun pacarku, hanya kami berdua saja yang tahu. Hari-hari pertama setelah itu aku sulit berkonsentrasi, yang terlintas di ingatanku hanya permainan kasar mereka ketika memperkosaku dan terkadang ada perasaan ingin mengalaminya lagi, tapi dilain sisi, perasaan halusku mengingatkan bahwa itu adalah perkosaan brutal yang tidak pantas diingat kembali, biarlah dari peristiwa ini kami dapat mengambil hikmahnya. Aku hanya bisa mencurahkan perasaanku yang bercampur aduk antara benci, dendam, rindu, dan horny ini melalui tulisanku ini, seperti yang pernah dilakukan oleh temanku beberapa waktu lalu.

Juli 8, 2007 
Dian

Pada suatu pagi telepon di kamarku berbunyi, dengan malas kupaksakan diri mengangkatnya. Ternyata telepon itu dari Pak Riziek, tukang kebun dan penjaga villa-ku. Rasa kantukku langsung hilang begitu dia menyuruhku untuk segera datang ke villa, dia bilang ada masalah yang harus dibicarakan di sana. Sebelum kutanya lebih jauh hubungan sudah terputus. Hatiku mulai tidak tenang saat itu, ada masalah apa di sana, apakah kemalingan, kebakaran atau apa. Aku juga tidak tahu harus bertanya pada siapa lagi saat itu karena saat itu kedua orangtuaku sedang di luar kota.
Segera setelah siap aku mengendarai mobilku menuju ke villa-ku di Bogor, tidak lupa juga kuajak Rina, sahabatku yang sering pergi bareng untuk teman ngobrol di jalan. Sesampainya di sana, kami disambut oleh Pak Riziek, seorang lelaki setengah baya berumur 60-an, rambutnya sudah memutih, namun perawakannya masih sehat dan gagah. Dia adalah penduduk desa dekat villa ini, sudah 4 tahun sejak ayahku membeli villa ini Pak Riziek ditugasi untuk menjaganya. Kami sekeluarga percaya padanya karena selama ini belum pernah villa-ku ada masalah sampai suatu saat akhirnya aku menyesal ayahku mempekerjakannya.


Pak Riziek mengajak kami masuk ke dalam dulu. Di ruang tamu ternyata sudah menunggu seorang pria lain. Pak Riziek memperkenalkannya pada kami. Orang ini bernama Pak Usep, berusia 50-an, tubuhnya agak gemuk pendek, dia adalah teman Pak Riziek yang berprofesi sebagai juru foto di kampungnya. Tanpa membuang waktu lagi aku langsung to the point menanyakan ada masalah apa sebenarnya aku disuruh datang.

Pak Riziek mengeluarkan sebuah bungkusan yang dalamnya berisi setumpuk foto, dia mengatakan bahwa masalah inilah yang hendak dibicarakan denganku. Aku dan Rina lalu melihat foto apa yang ditunjukkan olehnya. Betapa terkejutnya kami bak disambar petir di siang bolong, bagaimana tidak, ternyata foto-foto itu adalah foto-foto erotis kami yang diabadikan ketika liburan tahun lalu, ada foto bugilku, foto bugil Rina, dan juga foto adegan persenggamaan kami dengan pacar masing-masing.

“Pak.., apa-apaan ini, darimana barang ini..?” tanyaku dengan tegang.
“Hhmm.. begini Neng, waktu itu saya kebetulan lagi bersih-bersih, pas kebetulan di bawah ranjang Neng Dian saya lihat kok ada barang yang nongol, eh.. taunya klise foto asoynya Neng Dian sama Neng Rina, ya udah terus saya bawa ke Pak Usep ini untuk dicuci.” jawabnya sambil sedikit tertawa.
“Apa, kurang ajar, Pak.. Bapak digaji untuk menjaga tempat ini, bukannya mengoprek barang saya..!” kataku dengan marah dan menundingnya.

Aku sangat menyesal kenapa begitu ceroboh membiarkan klise itu tertinggal di villa, bahkan aku mengira barang itu sudah dibawa oleh pacarku atau pacar Rina. Wajah Rina juga ketika itu juga nampak tegang dan marah.
“Wah.. wah.. jangan galak gitu dong Neng, saya kan nggak sengaja, justru Neng sendiri yang ceroboh kan?” mereka berdua tertawa-tawa memandangi kami.

“Baik, kalau gitu serahkan klisenya, dan Bapak boleh pergi dari sini.” kataku dengan ketus.
“Iya Pak, tolong kita bisa bayar berapapun asal kalian kembalikan klisenya.” tambah Rina memohon.
“Oo.. nggak, nggak, kita ini bukan pemeras kok Neng, kita cuma minta..” Pak Usep tidak meneruskan perkataannya.
“Sudahlah Pak, cepat katakan saja apa mau kalian..!” kata Rina dengan ketus.

Perasan aneh mulai menjalari tubuhku disertai keringat dingin yang mengucuri dahiku karena mereka mengamati tubuh kami dengan tatapan lapar. Kemudian Pak Riziek maju mendekatiku membuat degup jantungku makin kencang. Beberapa senti di depanku tangannya bergerak mengelus payudaraku.

“Hei.. kurang ajar, jangan keterlaluan ya..!” bentakku sambil menepis tangannya dan mendorongnya.
“Bangsat.. berani sekali kamu, kalian kira siapa kalian ini hah..? Dasar orang kampung..!” Rina menghardik dengan marah dan melemparkan setumpuk foto itu ke wajah Pak Riziek.
“Hehehe.. ayolah Neng, coba bayangakan, gimana kalo foto-foto itu diterima orangtua, pacar, atau teman-teman di kampus Neng? Wah bisa-bisa Neng berdua ini jadi terkenal deh..!” kata Pak Usep dan disusul gelak tawa keduanya.

Aku tertegun, pikiranku kalut, kurasa Rina pun merasakan hal yang sama denganku. Nampaknya tiada pilihan lain bagi kami selain mengikuti kemauan mereka. Kalau foto-foto itu tersebar bagaimana reputasiku, keluargaku, dan reaksi pacarku, apalagi Rina yang berprofesi sebagai model pada majalah ***(edited), bisa-bisa karirnya tamat gara-gara masalah ini.

Pak Riziek kembali mendekatiku dan meraba pundakku, sementara itu Pak Usep mendekati Rina lalu mengelilinginya mengamati tubuh Rina.
“Gimana Neng, apa sudah berubah pikiran..?” tanyanya sambil membelai rambutku yang sebahu lebih.
Kupikir-pikir untuk apa lagi jual mahal, toh kami pun sudah bukan perawan lagi, hanya saja kami belum pernah bermain dengan orang-orang bertampang kasar seperti mereka.

Akhirnya dengan berat hati aku hanya dapat menganggukkan kepala saja.
“Ha.. ha.. ha.. akhirnya bisa juga orang kampung seperti kita merasakan gadis kampus, ada foto modelnya lagi..!” mereka tertawa penuh kemenangan.
Aku hanya dapat mengumpat dalam hati, “Bangsat kalian, dasar tua-tua keladi..!”
Pak Riziek memelukku dan tangannya meremas-remas payudaraku dari luar, lidahnya bermain dengan liar di dalam mulutku. Perasaan geli, jijik dan nikmat bercampur menjadi satu bersamaan dengan gejolak birahiku yang mulai naik.

Tangannya kini makin berani menyusup ke bawah kaos ketat lengan panjang yang kupakai, terus bergerak menyusup ke balik BH-ku. Degub jantungku bertambah kencang dan napasku makin memburu ketika kurasakan tangan kasarnya mulai menggerayangi dadaku, apalagi jari-jarinya turut mempermainkan putingku. Tanpa terasa pula lidahku mulai aktif membalas permainan lidahnya, liur kami menetes-netes di pinggir mulut.

Nasib Rina tidak beda jauh denganku, Pak Usep mendekapnya dari belakang lalu tangannya mulai meremas payudara Rina dan tangan satunya lagi menaikkan rok selututnya sambil meraba-raba paha Rina yang jenjang dan mulus. Satu-persatu kancing baju Rina dipreteli sehingga nampaklah BH-nya yang berwarna merah muda, belahan dadanya, dan perutnya yang rata. Melihat payudara 36B Rina yang menggemaskan itu Pak Usep makin bernafsu, dengan kasar BH itu ditariknya turun dan menyembul lah payudara Rina yang montok dengan puting merah tua.

“Whuua.. ternyata lebih indah dari yang di foto, mimpi apa saya bisa merasakan foto model kaya Neng Rina,” katanya.
Pak Usep menghempaskan diri ke sofa, dibentangkannya lebar-lebar kedua belah kaki Rina yang berada di pangkuannya. Tangannya yang semula mengelus-elus pahanya mulai merambat ke selangkangannya, jari-jari besarnya menyelinap ke pinggir celana dalam Rina. Ekspresi wajah Rina menunjukkan rasa pasrah tidak berdaya menerima perlakuan seperti itu, matanya terpejam dan mulutnya mengeluarkan desahan.
“Eeemhh.. uuhh.. jangan Pak, tolong hentikan.. eemhh..!”

Kemudian Pak Usep menggendong tubuh Rina, mereka menghilang di balik kamar meninggalkan kami berdua di ruang tamu. Setelah menaikkan kaos dan BH-ku, kini tangannya membuka resleting celana panjangku. Dia merapatkan tubuhku pada tembok. Aku memejamkan mata berusaha menikmati perasaan itu, kubayangkan yang sedang menggerayangi tubuhku ini adalah pacarku, Yudi. Tua bangka ini ternyata pintar membangkitkan nafsuku. Sapuan-sapuan lidahnya pada putingku menyebabkan benda itu makin mengeras saja.

Sekarang kurasakan tangannya sudah mulai menyelinap ke balik CD-ku, diusap-usapnya permukaan kemaluanku yang ditumbuhi bulu-bulu halus lebat itu.
“Sshh.. eemhh..!” aku mulai meracau tidak karuan saat jari-jarinya memasuki vaginaku dan memainkan klistorisnya, sementara itu mulutnya tidak henti-hentinya mencumbu payudaraku, sadar atau tidak aku mulai terbawa nikmat oleh permainannya.
“Hehehe.. Neng mulai terangsang ya?” ejeknya dekat telingaku.

Tiba-tiba dia menghentikan aktivitasnya dan dengan kasar didorongnya tubuhku hingga terjatuh di sofa. Sambil berjalan mendekat dia melepas pakaiannya satu persatu. Setelah dia membuka celana dalamnya tampak olehku kemaluannya yang sudah menegang dari tadi. Gila, ternyata penisnya besar juga, sedikit lebih besar dari pacarku dan dihiasi bulu-bulu yang sudah beruban. Kemudian dia menarik lepas celanaku beserta CD-nya sehingga yang tersisa di tubuhku kini hanya kaos lengan panjang dan BH-ku yang sudah terangkat.

Dibentangkannya kedua belah pahaku di depan wajahnya. Tatapan matanya sangat mengerikan saat memandangi daerah selangkanganku, seolah-olah seperti monster lapar yang siap memangsaku. Pak Riziek membenamkan wajahnya pada selangkanganku, dengan penuh nafsu dia melaahap dan menyedot-nyedot vaginaku yang sudah basah itu, lidahnya dengan liar menjilati dinding vagina dan klitorisku. Sesekali dia mengorek-ngorek lubang kemaluan dan anusku. Perlakuannya sungguh membuat diriku serasa terbang, tubuhku menggelinjang-gelinjang diiringi erangan nikmat.

Tidak lama kemudian akhirnya kurasakan tubuhku mengejang, aku mencapai orgasme pertamaku. Cairan cintaku membasahi mulut dan jari-jari Pak Riziek.
“Sluurrpp.. sluurpp.. sshhrrpp..” demikian bunyinya ketika dia menghisap sisa-sisa cairan cintaku.
Disuruhnya aku membersihkan jari-jarinya yang berlepotan cairan cinta itu dengan mengulumnya, maka dengan terpaksa kubersihkan jari-jari kasar itu dengan mulutku.

“Memek Neng Dian emang enak banget, beda dari punya lonte-lonte di kampung Bapak,” celetuknya sambil menyeringai.
“Sialan, masa gua dibandingin sama lonte kampung..!” umpatku dalam hati.
“Nah, sekarang giliran Neng merasakan kontol Bapak ya..!” katanya sambil melepas kaos dan BH-ku yang masih melekat.
Sekarang sudah tidak ada apapun yang tersisa di tubuhku selain kalung dan cincin yang kukenakan.

Dia naik ke wajahku dan menyodorkan penisnya padaku. Ketika baru mau mulai, tiba-tiba telepon di dinding berbunyi memecah suasana.
“Angkat teleponnya Neng, ingat saya tahu rahasia Neng, jadi jangan omong macam-macam,” ancamnya.
Telepon itu ternyata dari Yudi, pacarku yang mengetahui aku sedang di villa dari pembantu di rumahku. Dengan alasan yang dibuat-buat aku menjawab pertanyaannya dan mengatakan aku di sini baik-baik saja.

Ketika aku sedang berbicara mendadak kurasakan sepasang tangan mendekapku dari belakang dan dekat telingaku kurasakan dengus napasnya. Tangan itu mulai usil meraba payudaraku dan tangan satunya lagi pelan-pelan merambat turun menuju kemaluanku, sementara pada leherku terasa ada benda hangat dan basah, ternyata Pak Riziek sedang menjilati leherku. Penisnya yang tegang saling berhimpit dengan pantatku. Aku sebenarnya mau berontak namun aku harus bersikap normal melayani obrolan pacarku agar tidak timbul kecurigaan.

Aku hanya dapat menggigit bibir dan memejamkan mata, berusaha keras agar tidak mengeluarkan suara-suara aneh. Dasar sial, si Yudi mengajakku omong panjang lebar sehingga membuatku makin menderita dengan siksaan ini. Sekarang Pak Riziek menyusu dariku, tidak henti-hentinya dia mengulum, menggigit dan menghisap putingku sampai memerah.

Akhirnya setelah 15 menit Yudi menutup pembicaraan, saat itu Pak Riziek tengah menyusu sambil mengorek-ngorek kemaluanku, aku pun akhirnya dengan lega mengeluarkan erangan yang dari tadi tertahan.
“Heh, sopan dikit dong..! Tau ngga saya tadi lagi nelepon..!” marahku sambil melepas pelukkannya.
“Hohoho.. maaf Neng, saya kan orang kampung jadi kurang tau sopan santun, eh.. omong-omong itu tadi pacar Neng ya? Tenang aja habis merasakan kontol saya pasti Neng lupa sama cowok itu..!” ejeknya dan dia kembali memeluk tubuhku.

Disuruhnya aku duduk di sofa dan dia berdiri di hadapanku, penisnya diarahkan ke mulutku. Atas perintahnya kukocok dan kuemut penis itu, pada awalnya aku hampir muntah mencium penisnya yang agak bau itu, namun dia menahan kepalaku hingga aku tidak dapat melepaskannya.
“Iseepp, isep yang kuat Neng, jangan cuma dimasukin mulut aja..!” suruhnya sambil terus memaju-mundurkan penisnya di mulutku.
Sayup-sayup aku dapat mendengar erangan Rina dari dalam kamar yang pintunya sedikit terbuka itu.

Lama kelamaan aku sudah dapat menikmatinya, tangannya yang bergerak lincah mempermainkan payudaraku dan memilin-milin putingnya membuatku semakin bersemangat mengulum dan menjilati kepala penisnya.
“Naahh.. gitu dong Neng, ayoo.. terus.. Neng jilatin ujungnya, eengh.. bagus..!” desahnya sambil menjambak rambutku.
Selama 15 menit aku mengkaraokenya dan dia mengakhirinya dengan menarik kepalaku.

Setelah itu dibaringkannya tubuhku di sofa, dia lalu membuka lebar-lebar kedua pahaku dan berlutut di antaranya. Aku memejamkan mata menikmati detik-detik ketika penisnya menerobos vaginaku.

Penisnya meluncur mulus sampai menyentuh rahimku. Aku mengerang setiap kali dia menyodokkan penisnya. Gesekan demi gesekan, sodokan demi sodokan sungguh membuatku terbuai dan semakin menikmati perkosaan ini, aku tidak perduli lagi orang ini sesungguhnya adalah pembantuku.

Sambil menyetubuhiku bibirnya tidak henti-hentinya melumat bibir dan payudaraku, tangannya pun selalu meremas payudara dan pantatku. Erangan panjang keluar dari mulutku ketika mencapai klimaks, sekujur tubuhku mengejang beberapa detik sebelum melemas kembali. Keringat bercucuran membasahi tubuhku sehingga kelihatan mengkilat. Tanpa memberiku kesempatan beristirahat dia menaikkan tubuhku ke pangkuannya. Aku hanya pasrah saja menerima perlakuannya.

Setelah penisnya memasuki vaginaku, aku mulai menggerakkan tubuhku naik turun. Pak Riziek menikmati goyanganku sambil ‘menyusu’ payudaraku yang tepat di depan wajahnya, payudaraku dikulum dan digigit kecil dalam mulutnya seperti bayi sedang menyusu. Terkadang aku melakukan gerakan memutar sehingga vaginaku terasa seperti diaduk-aduk. Aku terus mempercepat goyanganku karena merasa sudah mau keluar, makin lama gerakanku makin liar dan eranganku pun makin tidak karuan menahan nikmat yang luar biasa itu. Dan ketika klimaks itu sampai aku menjerit histeris sambil mempererat pelukanku. Benar-benar dahsyat yang kuperoleh walaupun bukan dengan lelaki muda dan tampan.

Kali ini dia membalikkan badanku hingga menungging. Disetubuhinya aku dari belakang, tangannya bergerilya merambahi lekuk-lekuk tubuhku. Harus kuakui sungguh hebat lelaki seumur dia dapat bertahan begitu lama dan membuatku orgasme berkali-kali, atau mungkin sebelumnya dia sudah minum obat kuat atau sejenisnya, ah.. aku tidak perduli hal itu, yang penting dia telah memberiku kenikmatan luar biasa.

Sudah lebih dari setengah jam dia menggarapku. Tidak lama setelah aku mencapai klimaks berikutnya, dia mulai melenguh panjang, sodokanya makin kencang dan kedua payudaraku diremasnya dengan brutal sehingga aku berteriak merasakan sakit bercampur nikmat. Setelah itu dia menarik lepas penisnya dan naik ke dadaku. Di sana dia menjepitkan penisnya yang sudah licin mengkilap itu di antara kedua payudaraku, lalu dikocoknya sampai maninya menyempot dengan deras membasahi wajah dan dadaku.

Aku sudah kehabisan tenaga, kubiarkan saja maninya berlepotan di tubuhku, bahkan yang mengalir masuk ke mulut pun kutelan sekalian. Sebagai ‘hidangan penutup’, Pak Riziek menempelkan penisnya pada bibirku dan menyuruhku membersihkannya. Kujilati penis itu sampai bersih dan kutelan sisa-sisa maninya. Setelahnya dia meninggalkanku terbaring di sofa, selanjutnya aku tidak tahu apa-apa lagi karena sudah tidak sadarkan diri.

Begitu aku bangun jam sudah menunjukkan pukul 4 sore, aku menemukan diriku masih bugil, sisa-sisa sperma kering masih membekas pada wajah dan dadaku, sekujur tubuhku terutama dada penuh dengan bekas cupangan yang memerah. Aku melihat sekeliling, hening tanpa suara, entah kemana Rina dan kedua ‘kambing bandot’ itu. Aku tidak memikirkan apa-apa lagi, aku menuju kamar mandi karena ingin kencing, lalu kunyalakan shower dan kubersihkan tubuhku dari sisa-sisa persetubuhan tadi. Dalam hati aku masih merasa marah, kesal, dan sedih karena dijebak dan diperkosa seperti itu, namun setiap teringat yang barusan, aku malah ingin mengulanginya lagi.

Sehabis mandi, kepenatan tubuhku terasa mulai berkurang, kuraih kimono kuning dan memakainya tanpa memakai apa-apa di baliknya. Ketika aku keluar kamar mandi masih belum merasakan tanda-tanda keberadaan mereka di sini, begitu juga kamar yang tadi dipakai Rina dan Pak Usep, di sana hanya kudapati ranjang yang sudah berantakan dan masih tercium aroma sperma bekas pertarungan tadi. Pakaian Rina dan Pak Riziek juga masih berceceran di ruang tamu. Terlintas di benakku saat itu kolam renang, ya mereka pasti di sana.

Aku segera menuju kolam di belakang untuk memastikan. Dugaanku ternyata tepat, di sana terlihat pemandangan yang membuat darah bergolak. Di tepi kolam itu Rina sedang dikerjai oleh mereka berdua. Dia tengah memacu tubuhnya di atas penis Pak Riziek yang berbaring sambil meremasi dadanya, sementara mulutnya dijejali oleh penis Pak Usep yang berdiri di sampingnya, tubuh ketiganya basah oleh air kolam, langit senja yang berwarna kuning keemasan menambah erotisnya suasana.
Rina

“Hai, Neng Dian udah bangun toh..!” sapa Pak Riziek.
“Wah, saya udah lama nungguin Neng Dian, tapi tunggu ya, Neng Rina lagi asyik makan es mambo nih..!” sahut Pak Usep.
Rina hanya dapat melirik sayu padaku karena mulutnya penuh oleh penis dan Pak Usep menahan kepalanya. Adegan mesum itu membangkitkan kembali nafsuku, selangkanganku terasa basah.

5 menit kemudian Pak Usep mencabut penisnya dari mulut Rina dan mendekatiku.
“Pak, kapan klisenya kalian kembalikan..?” tanyaku tidak sabar.
“Tenang Neng, sekarang mau pulang juga sudah kemalaman, klisenya pasti kita kasih ke Neng besok,” jawabnya sambil menepuk bahuku.
“Apa..! Besok..? Keterlaluan kalian..!” bentakku.
“Jangan marah-marah gitu dong Neng, besok pagi saya janji pasti ngasih klisenya ke Neng,” katanya sambil memutari tubuhku.

Kurasakan elusan Pak Usep pada paha belakangku, tangannya makin naik menyingkap kimonoku dan akhirnya meremas pantatku.
“Hoi, Pak Riziek, ternyata nona majikanmu ini asoy bener, pahanya mulus, pantatnya juga wuiih.. montok..!” serunya pada temannya.
Kupingku benar-benar panas mendengar ejekannya, namun dalam hati aku justru berharap dia berbuat lebih jauh.

“Ooouuhh..!” demikian desahan pelan yang keluar dari mulutku ketika tangan Pak Usep sampai ke belahan kemaluanku.
Jarinya membuka belahan itu dan meraih klistorisnya, daerah sensitif itu dimainkannya sehingga membuatku mendesah dan kedua kakiku terasa lemas tidak bertenaga. Dibaringkannya tubuhku pada kursi santai di tepi kolam itu. Tercium bau rokok murahan dari mulutnya ketika dia melumat bibirku, lidahnya mengelitik lidahku.

Pak Usep melepaskan tali pinggangku sehingga kimonoku terbuka, ciumannya perlahan-lahan turun dari dagu dan leher menuju payudaraku. Sambil melumat payudaraku tangan yang satunya dengan kasar mengobrak-abrik vaginaku.
“Aakkhh.. Pak, sakit.. pelan-pelan Pak..!” rintihku kesakitan.

Aku melihat ke arah Rina yang sedang dikerjai Pak Riziek. Dia sedang dalam posisi dogie, Pak Riziek dari belakang melakukan penetrasi ke lubang anus Rina. Dia menjerit-jerit kesakitan ketika penis besar itu dengan paksa memasuki duburnya yang sempit. Bukannya kasihan tapi nampaknya Pak Riziek malah semakin bergairah melihat penderitaan Rina, ketika sudah masuk setengahnya dihujamkannya penis itu dengan keras, spontan tubuh Rina tersentak dan jeritan panjang yang memilukan keluar dari mulutnya.

Selanjutnya dengan ganas Pak Riziek menyodomi Rina sambil mendesis-desis menikmati penisnya terjepit dubur Rina yang sempit. Aku sangat kasihan melihat penderitaan Rina, tapi apa dayaku karena aku sendiri sedang dalam kesulitan. Kini Pak Usep membuka lebar kedua pahaku, tangan satunya memegang penisnya yang gemuk itu dan menggesek-geseknya pada bibir kemaluanku sehingga aku mendesah nikmat dan tubuhku menggeliat-geliat.

Setelah vaginaku basah kuyup dia menekan penisnya hingga amblas seluruhnya. Aku melihat jelas bagaimana penis itu keluar masuk ke dalam vaginaku. Kenikmatan dahsyat telah melanda tubuhku hingga aku tidak kuasa untuk tidak mengerang. Suara desahan terdengar sahut menyahut di tepi kolam itu. Kemudian aku merasakan tubuhku bagaikan tersengat listrik, aku menjerit sekuat tenaga dan mempererat genggamanku pada pegangan kursi. Cairan kemaluanku muncrat dengan derasnya dan kurasakan tubuhku seperti lumpuh. Namun Pak Usep belum menyudahi perbuatannya.

Sekarang dia memiringkan tubuhku dan mengangkat kaki kiriku, lalu dia meneruskan genjotannya pada tubuhku. Aku sudah setengah sadar ketika tiba-tiba sebatang penis sudah berada di depan wajahku. Kutengadahkan kepalaku dan kulihat Pak Riziek berdiri di sampingku dengan penisnya masih berdiri kokoh, tidak jauh dari situ nampak tubuh telanjang Rina yang sudah terkapar lemas. Tanpa membuang waktu lagi diraihnya kepalaku, mulutku penuh sesak oleh penisnya yang berlumuran aneka cairan itu.

Tiba-tiba mereka menurunkan tubuhku dari kursi, kini aku berada di lantai dengan posisi anjing, kimonoku mereka lepas hingga aku bugil total. Pak Riziek mengambil posisi di belakangku lalu dia membuka duburku dan tangan satunya mengarahkan penisnya ke sana. Ooohh.. tidak, dia mau menyodomiku seperti yang dia lakukan pada Rina, masih terbayang olehku betapa brutalnya lelaki ini memperlakukan Rina barusan.

“Jangan Pak, jangan di situ aduuh.. sakit.. ooh..!” rintihku memelas ketika dia memasukkan penisnya.
“Aakkh.. akhh.. oougghh..” aku terus merintih-rintih, mataku terpejam merasakan kepedihan tiada tara sampai airmataku meleleh membasahi pipi.
“Wah.., enak, lebih seret dari Neng Rina..!” kata Pak Riziek disambut gelak tawa mereka.
Dia mulai menggenjot tubuhku sementara di depanku Pak Usep memaksaku mengkaraoke penisnya.

“Udah jangan nangis, lu sebenernya keenakan kan..! Ayo emut nih kontol..!” perintahnya sambil menjambak rambutku.
Aku benar-benar merasa terhina saat itu namun menikmatinya, perlakuan kasar ini mendatangkan kenikmatan tersendiri. Selain menyodomiku, Pak Riziek juga sesekali menampar pantatku hingga terasa panas dan sakit. Di tempat lain Pak Usep terus menahan kepalaku yang sedang mengulum penisnya sambil memaju-mundurkan pantatnya seolah sedang menyetubuhiku, wajahku makin terbenam pada bulu-bulu kemaluannya yang lebat.

Tidak lama kemudian kurasakan penis Pak Usep dalam mulutku semakin berdenyut dan akhirnya tumpahlah spermanya di mulutku. Ehheek.. hhkk.. aku tersedak tapi kepalaku ditahan olehnya sehingga terpaksa cairan itu kutelan, sebagian meleleh keluar membasahi bibirku. Pada saat hampir bersamaan pula aku klimaks yang kesekian kalinya, tubuhku mengejang, aku ingin menjerit namun mulutku tersumbat penis Pak Usep sehingga hanya terdengar suara erangan tertahan dari mulutku yang berlepotan sperma dan airmataku makin membanjir.

Beberapa menit kemudian akhirnya Pak Riziek ejakulasi, aku merasakan cairan hangat dan kental menyirami duburku. Aku merasa sangat lelah, napasku terengah-engah dan menangis terisak-isak apalagi saat kudengar mereka tertawa-tawa dan mengucapkan kata-kata yang merendahkan kami, makin panas saja telinga dan hatiku.

Pak Riziek masuk ke dalam dan tidak lama kemudian ia kembali dengan 2 gelas air, disodorkannya gelas itu padaku dan Rina yang dibangunkannya dengan menyiram air kolam. Langit sudah gelap ketika itu, Pak Riziek keluar membeli makan malam untuk kami. Sambil menunggu Pak Usep beristirahat dengan berendam di kolam dangkal bersamaku dan Rina, tingkahnya seperti raja minyak saja, dia meminta Rina yang payudaranya montok melakukan pijat ala Thai, sedangkan aku digerayangi dan diciuminya seperti mainan. Sungguh benci aku padanya, tapi terpaksa harus bersikap manis agar dapat lekas bebas darinya.

Malam harinya sebelum tidur kami main berempat sekaligus di ranjangku. Pak Usep berbaring, aku naik ke atas wajahnya berhadap-hadapan dengan Rina yang naik ke atas penisnya. Kami berdua sibuk mengkaraoke penis Pak Riziek yang mengacung di antara kami. Secara bergantian kami menjilati dan mengulum penis itu hingga memuncratkan maninya membasahi wajah kami. Sementara itu kurasakan vaginaku mulai banjir lagi akibat permainan lidah Pak Usep.

Malam itu, setelah digarap habis-habisan akhirnya kami berempat tertidur kelelahan di kamar itu. Pagi harinya kembali aku digarap di bathtub oleh Pak Riziek ketika mandi bersama, aku dibuatnya klimaks dua kali dan dia semprotkan maninya dalam vaginaku.

Setelah seharian menjadi budak seks, mereka akhirnya mengembalikan klise itu pada kami. Kami memeriksanya dengan seksama agar tidak mendapat kesulitan lagi di kemudian hari. Segera setelah itu kusuruh mereka hengkang dari villa-ku dan kami pun pulang ke Jakarta. Hari berikutnya Pak Riziek menghubungi ayahku untuk pamit mengundurkan diri dan sejak itu pula atas bujukanku dengan macam-macam alasan, keluarga kami tidak pernah lagi menyewa orang untuk menjaga villa.

Aku masih dendam pada mereka yang telah memperdayaiku, namun terkadang aku merasa rindu mengulanginya, rindu tangan-tangan kasar itu menggerayangi tubuhku. Hingga detik ini belum seorang pun mengetahui peristiwa itu temasuk keluarga dan kekasih kami. Pengalaman pahit ini hanya kuceritakan pada pembaca 17tahun.com sebagai curhat dan juga peringatan agar tidak ceroboh menyimpan rahasia pribadi supaya tidak mendapat kesulitan seperti kami.

TAMAT

No comments:

Post a Comment