Wednesday 22 January 2014

Binalnya Nana, Istriku

Original Writer: Unknown
Rewritten by Mario Soares
(Berbagi Istri, Istri Selingkuh, Antar Ras, Permainan Bertiga)
Akhirnya kuselesaikan juga tugas dinasku selama empat bulan penuh di Australia. Aku pulang membawa setumpuk laporan hasil kerja yang nantinya kuserahkan pada boss.
Beruntung tadi malam aku masih sempat jalan jalan di pusat kota Perth dan tak lupa mengunjungi sex shop terbesar disana seperti yang dipromosikan teman-teman. Kubeli beberapa sex toys dan puluhan DVD bokep sebagai cenderamata buat istri tercinta dan beberapa kolega. Harganya relatif lebih murah dibandingkan di dalam negeri.
Pukul enam pagi waktu setempat aku terbang kembali ke negeri tercinta. Setelah transit di beberapa bandara akhirnya jam empat sore aku mendarat di bandara Ahmad Yani.
Setelah kudapatkan semua barang bawaanku, aku selekasnya beranjak keluar. Kulihat istriku berdiri di ujung koridor. Ia mengenakan kaus ketat tanpa lengan yang dipadu blouse mini setengah paha membuat ia terlihat sangat cantik dan menggairahkan. Ada sebatang rokok tergamit di jarinya.
Kami berpelukan sejenak melepas setumpuk kerinduan. Lalu kukecup bibirnya. Setelah itu aku bermaksud mengajaknya pulang.
“Kenalin dulu, Ko! ini Edo….” Ujar istriku menunjuk pada seorang pria muda yang berdiri tepat di sisinya, sembari mengisap dalam-dalam rokok A Mild mentholnya.
“Tadi kebetulan kita berdua nunggu bareng…” sambungnya menjelaskan.
“Jay…” kataku tersenyum sambil mengulurkan tangan.
“Edo,” balasnya dengan simpatik.
“Jemput siapa nih, Do?” tanyaku basa-basi.
“Justru aku sebetulnya lagi nunggu jemputan… Sejak tadi aku kontak kantor cabang tapi engga nyambung terus. Linenya lagi rusak kali.”
“Ke mana sih tujuan kamu?”
Dia menyebut sebuah kantor di jalan Gajah Mada.
“Kebetulan itu searah dengan kami…. Mau ikut?” aku menawarkan diri.
Edo setuju lalu kami berjalan menuju tempat parkir. Sepanjang perjalanan yang memakan waktu kurang lebih dua puluhan menit kami saling ngobrol mengakrabkan diri.
Ia ternyata dari Indonesia Timur. Seorang manager pada sebuah perusahaan pembiayaan yang berpusat di kotaku ini. Meski warna kulitnya hitam keling namun terlihat wajahnya sangat ramah dan bersahabat. Ia tidak ganteng tapi cukup menarik. Edo bilang kalau dua tiga tahun sekali ia harus terbang ke kantor pusat untuk memberi laporan hasil pekerjaannya di kantor cabang di NTT sana.
Kuturunkan dirinya tepat di depan gedung yang ditujunya. Sebelum berpisah kami sempat bertukar nomor hape. Kemudian aku meneruskan perjalanan ke rumah.
“Kayaknya sekarang kamu banyak berubah deh, Say….” ujarku pada istriku.
“Maksud Koko?” tanyanya sembari mengerinyitkan dahi.
Kukatakan padanya kalau dulu ia tidak suka mengenakan pakaian yang sexy di tempat umum kecuali di acara pesta. Dulu ia juga bukan pecandu rokok. Dulu ia kurang welcome dengan orang asing tapi tadi kayaknya ia begitu cepat akrab dengan Edo seperti sudah kenal bertahun-tahun saja.
“Ahh… Koko terlalu sensi saja…. Tapi bolehkan kalau aku sedikit mengubah gaya?” tanyanya sembari menghembuskan asap rokoknya yang segera terhisap keluar lewat celah jendela mobil yang sedikit dibuka.
“Iya engga apa-apa toh, Say! Aku malah tambah suka koq! Kamu jadi terlihat semakin sexy dan menggemaskan aja sekarang! Oh ya…. Ayo cerita dong petualanganmu selama kutinggal!”
Kemudian dengan polos Nana menceritakan semuanya. Bagaimana ia dikerjai di sebuah ruang karaoke, lalu pengalaman bercinta dengan Mark, lalu pengalaman ber-threesome bersama Mark dan istrinya. Serta beberapa petualangan lain.
Saat menyimak pengalaman istriku bukannya aku menjadi jealous malahan aku menjadi begitu horny. Sudah tidak waraskah diriku???
Begitu sampai di rumah, aku selekasnya menarik masuk Nana ke dalam kamar. Saat itu aku benar-benar sedang kasmaran. Kudekap dirinya. Kuciumi bibirnya, lehernya dan sepanjang lekuk tubuhnya. Satu persatu kupreteli pembalut di tubuhnya hingga ia telanjang bulat.
Kubalikkan tubuhnya. Kulingkarkan tangan pada pinggangnya lalu kuciumi punggungnya. Ia meraih tanganku untuk mengajakku berbaring di ranjang. Kuusap-usap pipinya, dagunya lalu kuraba lekuk payudaranya yang sangat montok dan kencang.
Nana meraih bajuku kemudian melepasinya. Ia mulai menciumi dadaku yang sedikit ditumbuhi bulu. Kami bergulingan di atas ranjang….. saling menyentuh, menjilati, dan menghisap.
Aku berguling ke atas tubuhnya lalu menyurukkan muka tepat di selangkangannya. Kuamati vaginanya telah basah memerah dan menganga lebar penuh hasrat birahi. Kujulurkan lidah ke dalam, menggerakkannya berkeliling, dan menggetarkan dinding-dinding vaginanya. Saat kugelitikkan lidahku, Nana melengkungkan punggung penuh rasa nikmat dan kulakukan terus-menerus sampai lendir birahinya membanjir keluar.
Kutindih tubuhnya sambil melesakkan batang kemaluan yang sudah sangat tegang itu ke dalam liang surgawinya. Kugerakkan pinggulku naik turun dengan sangat cepat seperti sedang kesetanan saking kangennya diriku padanya. Aku terus memompa seperti gerakan sebuah piston, makin lama makin cepat.
Nana mencapai puncaknya sambil mengangkat pinggulnya ke atas. Ia dekap erat-erat diriku seolah-olah sangat takut kehilangan. Selanjutnya ia dekatkan mulutnya ke batang kemaluanku. Ia keluar masukkan dengan sangat gemas. Ia juga menghisapinya dengan rakus. Sebelum aku mencapai klimaks, kutarik tubuhnya dan menempatkannya di atasku.
Ia mengggoyangkan pantatnya maju mundur seperti sedang menggilas pakaian. Saat itu tanpa sadar ia merendahkan tubuhnya ke depan sehingga aku dapat membenamkan mukaku ke dalam belahan payudaranya dan dengan bebas dapat mengisap putingnya.
Istriku terus bergerak. Aku juga menghentak-hentakkan pinggul dari bawah. Sangat liarrrrr….. sampai tubuh kami bergetar dan bersama-sama memancarkan cairan orgasme.
Kami beristirahat sebentar sambil ngobrol dan merokok. Kuminta istriku bercerita lagi tentang petualangan asmaranya dengan pria-pria lain. Ada setidaknya enam orang lelaki yang pernah berkencan dengannya.
Wuih! Ternyata istriku menjadi pecandu seks juga sekarang. Semua terjadi hanya dalam waktu empat bulan saja. Kembali aku menjadi sangat terangsang saat mendengarkannya. Penisku yang semula loyo berangsur mulai menegang dan mengeras.
Kami saling merapatkan bibir, berpagutan, saling meraba dengan tingkat perangsangan lembut. Kugelitik payudaranya dan menghisapi putingnya. Aku terus meremas dan merangsang buah dadanya sampai putingnya berdiri mengeras.
Lalu aku beralih pada selangkangannya. Kulumat dan kucumbu bagian tubuhnya yang sangat kurindukan siang malam selama empat bulan. Bulu-bulu kemaluannya yang tumbuh lebat masih terawat dengan baik. Aroma khas vaginanya juga masih menjadi bau yang menyalakan nafsu birahiku. Liangnya sudah merekah bagai kelopak bunga, tampak becek dan sangat licin karena lendir cintanya yang deras mengalir keluar. Kukitari bibir liang itu beberapa saat sebelum kugelitiki klitorisnya dengan ujung lidah.
“Ooooh! Ayolah, Koooo!” ujarnya penuh tuntutan.
Kutarik tubuhnya membuatnya merangkak membelakangiku. Kubenamkan penisku dari belakang. Zakarku menepuk-nepuk pantatnya setiap kali aku memompa vaginanya. Kunikmati denyutan-denyutan dinding vaginanya yang membuat tusukanku bertambah nikmat ribuan kali. Nana terus mendesah. Setiap kali ia mendesah lebih keras aku mendorong penisku lebih dalam. Aku mengakhiri perjalanan birahinya dengan sebuah desakan kuat dan sedalam-dalamnya.
“Aaaaaagggggggccc…!” Nana memekik penuh kepuasan.
Kutarik tubuhnya ke tepi ranjang. Kutelentangkan ia disana, lalu kunaikkan kakinya ke atas bahuku. Dalam posisi berdiri kumasuki vaginanya kembali. Nana menggoyangkan pinggulnya secara mendatar setiap kali aku mendorong batang kemaluanku. Semakin lama goyangannya semakin menghentak-hentak. Liang senggamanya memang luar biasa nikmatnya sehingga aku ingin menikmatinya semalaman. Namun karena sudah sangat terangsang akhirnya kami sama-sama menjerit penuh ketegangan disertai memancarnya lendir orgasme kami dalam waktu yang hampir bersamaan.
***
Dua hari berlalu. Siang itu Nana meneleponku saat aku sedang menyelesaikan laporan di kantor. Tidak seperti biasanya. Pasti ada hal yang spesial pikirku. Ternyata memang benar adanya.
“Ko….. tadi Edo kontak ke hapeku. Ia bilang kalau pesawatnya di-cancel sampai besok sore… Dia juga bilang lagi kesulitan mencari hotel untuk sekedar transit… Kalau….”
“kita suruh ia nginap di rumah aja bagaimana. Itu khan maksud elu?” potongku.
“Iya.. iya, Ko… kasihan khan kalau ia bener-bener ga dapat hotel?” jawab istriku yang tiba-tiba menjadi sangat perhatian.
“Kasihan dia apa kasihan kamu, Na? Apa kamu pingin nyoba pisang hitam panjang, nih?” tanyaku menggoda.
“Engga… engga! Masa Koko berpikir begitu sih? Gimana, Ko. Boleh engga Edo kita suruh nginap di rumah?” kata istriku terus membujuk.
Akhirnya aku menyerah juga.
“Ya, bolehlah kalau kamu emang menyukainya.”
“Kamu memang suami yang luar biasa, Kooo…! Trims ya. I love you! Cup! Cup!Cup!”
Lalu telepon diputus. Saat itu jam satu lewat dua puluh menitan. Akupun sibuk meneruskan pekerjaanku. Sekitar jam empat mendadak aku pingin nelepon istriku sekedar menyapanya. Rupanya ponselnya sedang tidak diaktifkan. Kucoba beberapa kali namun tetap tidak bisa. Lalu kucoba menghubungi kantornya . Kebetulan aku sudah mengenal operator yang bertugas saat itu.
“Hallo Shanti! Nana ada?”
“Engga tuh, Mas Jay. Hari ini doi cuman dateng lalu berpamitan mau jenguk famili yang sakit.”
Hah? Famili sakit? Apa pula ini??? Aneh…….!
“Apa engga jalan bareng toh, Masss?” tanya Shanti sedikit ragu.
“Engga sih, Shan. Gue lagi sibuk di kantor. Okey gitu dulu, Shan. Thanks yaaaa….”
Lalu kuputuskan kontak.
Sialan! Bener-bener istriku jadi binal! Pasti ia telah bersama Edo seharian ini, atau malah mungkin sejak kemarin.
“Dasarrrr wanita gatel!” omelku dalam hati.
Membayangkan keduanya lagi bercinta membuat aku terangsang sendiri sehingga kucoba mempercepat pekerjaanku yang masih setumpuk. Sayang baru jam setengah tujuh malam aku bisa merampungkannya. Secepat kilat kupacu mobilku menuju rumah. Di benakku hanya ada keinginan untuk melakukan threesome dengan istriku dan Edo.
Hari sudah mulai gelap saat aku sampai. Teras rumahku sudah terang benderang oleh temaramnya lampu yang dinyalakan. Nana keluar menyambutku. Ia menyapaku dengan senyuman yang sangat manis dan manja. Kami berciuman sejenak sebelum kutarik masuk tubuhnya.
Saat itu ia hanya mengenakan gaun tidur model kimono dari bahan satin yang dihiasi renda-renda di bagian dadanya. Puting susunya tampak menyembul dan tercetak jelas pada gaun itu sehingga dengan mudah kutebak kalau ia tidak mengenakan pakaian dalam. Masih tersisa peluh di dahinya sebagaimana seorang yang habis berolah raga atau bekerja keras.
“Habis kerja keras nih!” sindirku.
“AH! Koko bisa aja,” sahutnya dengan pipi yang tersipu.
“Edo dimana, Na?”
“Kayaknya lagi mandi….”
Kutarik tangannya menuju sofa yang ada di ruangan tengah. Aku mengajaknya berciuman sebentar sebelum kulanjutkan bertanya.
“Lelaki itu hebat, Na?”.
Ia tidak menjawab melainkan hanya membeliakkan mata ke arahku.
“Berapa kali kamu dapat klimaks? Enam, delapan?” sambungku yang juga tidak dijawabnya. Bikin aku makin gemes aja.
Kembali kulumat bibirnya dan mulai menggerayangi bagian dadanya. Nana menolak dengan halus karena ia ingin aku mandi terlebih dahulu sementara ia akan menyiapkan makan malam. Aku setuju.
Selesai mandi aku keluar menuju ruang tengah dengan mengenakan kimono mandi dan celana dalam saja. Edo dan istriku sudah duduk berdampingan di meja makan menungguku. Saat melihatku datang, Edo tampak wajar dan tenang saja seolah tak ada kejadian apa-apa. Padahal ia tentunya ngeh kalau aku sudah tahu ia baru saja menyetubuhi istriku. Jelas istriku sudah menceritakan semuanya.
Kami bersantap malam sambil berbincang-bincang mengenai banyak hal. Setelah selesai Nana memunguti piring-piring kotor untuk dibawanya ke dapur. Sementara itu aku dan Edo melangkah ke ruang tengah. Aku duduk di sofa panjang, sedang ia duduk di sofa single di seberangku.
“Bagaimana istriku, Do?” tanyaku dengan nada sengaja kupelankan agar tidak terdengar oleh Nana yang masih sibuk mencuci piring.
“Luar biasa, Jay! Elu bener-bener suami yang sangat beruntung punya bini secantik dia…. “
“Berapa kali kalian melakukannya?”
“Mungkin tiga atau empat kali, aku engga ingat. soalnya “V” bini elu sungguh sangat nikmat. Kenyal dan pulennnn…. Belum lagi service-nya yang benar-benar luar biasaaa…. Aku jadi ketagihan berat padanya!”
“Sialan kalian! Lagi ngomongin gue, yaaa!” omel Nana yang mendadak telah berdiri di sisiku. Ia lalu kutarik duduk di sebelahku.
“Edo bilang aku suami yang beruntung punya bini sesempurna dirimu, Say….” ujarku.
“Biasa… lelaki kalau ada maunya pasti ngumbar rayuan mauttt…” cibir istriku.
“Bukan gitu, Na…. tapi emang kamu istri yang sangat sempurna koq.” lanjutku membela Edo seraya menempelkan bibirku ke bibirnya.
Istriku kembali menolakku dengan halus. Ia mengusulkan untuk lebih dulu menonton DVD porno yang kubeli di Perth tempo hari. Aku kembali setuju.
Dengan santai kami bertiga menikmati adegan-adegan penggugah nafsu itu. Belum sampai selesai film yang kami tonton, kulihat Nana mulai tidak tenang duduknya. Berkali-kali ia geser-geser dan ubah-ubah posisi kakinya, seolah-olah ada sesuatu yang aneh di pangkal pahanya.
Kuciumi lehernya sambil merabakan tanganku pada tonjolan buah dadanya yang masih terbalut kimono satinnya. Kali ini istriku tidak menolak. Bahkan ia sangat menikmati ciuman dan remasanku. Putingnya menjadi semakin mengeras dan semakin menyembul.
Edo sejauh ini masih menahan diri dengan hanya menonton adegan mesra kami berdua.
Dengan sangat gampang kutarik lepas tali pengikat kimononya kemudian kusibakkan ujung-ujungnya ke kanan dan ke kiri. Kutatap dengan penuh kekaguman kedua payudaranya yang montok dan ranum sebelum kujilati serta kuisapi. Ketika kuselipkan tangan pada pangkal pahanya kutemukan sebuah celah yang sudah sangat becek penuh lendir birahi.
“Uuuhhhhfsss……….” desahnya perlahan namun terdengar sangat nikmat.
Nana meraih kepalaku lalu menggiringnya ke arah selangkangannya. Akupun menurut. Sembari bergerak, kuciumi setiap bagian tubuhnya yang kulewati. Perutnya. Pusarnya. Bulu-bulu kemaluannya yang lebat, serta bongkahan vaginanya yang membulat sempurna bak cangkang penyu. Kutelusuri bibir liang yang telah terkuak lebar itu kemudian kujulurkan lidah menggelitik kelentitnya yang telah sangat menonjol.
Istriku menggerinjal serta melenguh sangat nikmat setiap aku melakukannya.
Edo bangkit mendekati kami dengan tubuh yang sudah bertelanjang bulat. Tampaknya ia akhirnya tak tahan juga hanya menjadi penonton. Batang kemaluannya yang hitam panjang dan kekar itu terlihat sudah sangat tegang, mendongak minta jatah.
Ia mengajak istriku berciuman. Istriku secara spontan langsung menyambutnya mesra dengan bibirnya. Tangan Edo mulai meremas-remas buah dada istriku sementara tangan istriku telah menggenggam batang kemaluannya yang lebih gemuk daripada milikku.
Kujulurkan lidah dan kubenamkan berulangkali pada liang kemaluan istriku yang seolah tanpa ujung itu. Kutusuk-tusukkan sambil menikmati setiap aliran lendir asmaranya. Desah mulut Nana menjadi semakin keras terdengar.
Edo bangkit menyodorkan kemaluannya ke mulut Nana. Batang sepanjang dua puluhan centi itu disambut istriku dengan lidah yang terjulur. Lalu dengan sangat lahap istriku mulai mengulumnya.
Kusibakkan kimono mandiku dan kupelorotkan celana dalamku. Kugenggam dan kuurut-urut otot sepanjang lima belas centi yang menyembul di antara kedua pahaku sambil menyaksikan istriku sedang melumat penis hitam Edo yang panjang itu penuh nafsu. Aku menjadi semakin terangsang dan ingin segera menyetubuhi istriku. Kuangkat kedua kakinya kemudian kudorong batang kemaluanku ke depan. Kubenamkan batang itu dengan penuh perasaan ke dalam liang syahwat istriku, sambil menikmati setiap gesekan lembut dengan dinding-dinding dalam vaginanya.
Inci demi inci. Sekonyong-konyong aku disergap berjuta-juta gelombang kenikmatan selama proses pemasukan itu. Bermula dari ujung penisku lalu menjalar ke batangnya lalu menyebar ke seluruh bagian tubuhku. Kucoba mengeksplorasi kenikmatan yang lebih besar dengan tak henti hentinya menggali….. menggali….. dan menggali liang itu lebih dalam lagi.
Sementara itu istriku masih asyik mengulum black banana yang ada dalam genggaman tangannya. Nana terus-menerus mengerang nikmat saat tubuhnya bergoyang maju mundur diombang-ambingkan gelombang birahi yang kuciptakan.
Kemudian ia mengejang. Seluruh otot di tubuhnya berkontraksi hebat saat dirinya dilanda puncak ketegangan. Ia menjerit panjangggg pada saat badai orgasme tiba-tiba meledak dan menyambar dirinya! Cairan kenikmatannya memancar dan melumasi seluruh batang kemaluanku yang masih terbenam di sana.
Kami lalu berganti posisi. Aku duduk di sofa sedangkan Nana menyurukkan mukanya ke selangkanganku, ia mengisapi dengan lahap batang kemaluanku yang masih basah kuyub oleh lendir orgasmenya. Giliran Edo yang menyetubuhi istriku dari belakang. Benda sepanjang sembilan inci itu digerakkan keluar masuk dengan sangat cepat. Terdengar suara “plok!plok! plok!” setiap kali zakar Edo menepuk-nepuk pantat istriku.
“Oooghttt….oooghffff….” desah istriku tanpa melepaskan batang kemaluanku dari mulutnya. Setiap kali istriku mendesah lebih keras, Edo melesakkan batang kemaluannya lebih dalam lagi.
Edo tidak membiarkan dirinya segera mencapai puncak. Ia menarik dirinya dari dalam tubuh Nana. Tanpa minta izin terlebih dulu, ia langsung mengambil istriku dari diriku untuk dinikmatinya sendiri saja. Aku membiarkannya saja sambil istirahat mengocok-ngocok batangku dan menonton aksi mereka berdua. Ia menelentangkan tubuh istriku di atas sofa.
Ia buka kedua kaki istriku lalu menaikkannya ke atas bahunya sambil membenamkan kembali batang kemaluannya. Keduanya bergerak dalam irama yang selaras melaju dengan pasti menuju ke puncak tertinggi. Istriku tampak begitu menikmati setiap hunjaman kemaluan Edo. Ia menyambutnya dengan goyangan pinggulnya yang menghentak-hentak.
Denyutan nikmat yang diciptakan Nana membuat Edo tambah bersemangat. Ia percepat gerakan keluar masuknya seperti sedang memacu seekor kuda balap. Terdengar napas keduanya terengah-engah saling mengerang dan melenguh penuh nikmat.
Beberapa menit kemudian istriku kembali memekik penuh kepuasan sambil mendekap erat-erat tubuh Edo. Tampak kontras sekali kedua tubuh bugil mereka yang sedang bersatu. Istriku begitu putih sedangkan Edo berkulit gelap. Edo masih memompa dengan sangat cepat dan berusaha secepatnya mencapai klimaks.
Beberapa detik sebelum terjadinya pancaran klimaks, Edo mencabut penisnya kemudian menghampiri wajah istriku. Ia merancap dengan sangat cepat sampai terdengar lenguhannya yang keras ketika ujung batang kemaluannya menyemburkan cairan kental berwarna putih pekat yang sengaja diarahkan ke bibir Nana. Setelah pancuran spermanya mereda, istriku menjilati ujung kemaluan Edo sampai bersih.
Aku sejak tadi hanya bisa terpesona menyaksikan pergulatan keduanya sambil terus mengurut-urut batang kemaluanku sendiri. Melihat celah vagina Nana yang menganga dan mengkilap karena lendir birahinya membuat aku sangat terangsang dan ingin memasukinya.
Begitu Edo menggeliat ke samping untuk beristirahat, kutancapkan kemaluanku ke dalam vagina istriku dengan sangat bernafsu. Meskipun liang senggama itu kini terasa sedikit longgar, tetap saja ia mampu memberi rasa nikmat yang luar biasa. Kulumat liang itu dengan sangat bergairah. Nana kembali menggoyang pinggulnya membuat liang vaginanya terasa bertambah nikmat ribuan kali.
Aku semakin kesetanan saat menyetubuhinya. Apa yang kulakukan rupanya menyebabkan menyalanya kembali gairah istriku. Kini kami berdua saling menuntut kepuasan puncak dengan saling menggesek dan meraba. Sekian menit kemudian kupercepat gerakan pinggulku saat terasa desakan yang sangat kuat di ujung penisku.
Istriku memekik dengan keras ketika ia lebih dahulu sampai di puncak. Nyaris berbarengan, kurasakan ujung penisku bergetar hebat. Kucoba menekan pinggulku lebih dalam lagi. Akhirnya batang kemaluanku menggelepar-gelepar sembari memuntahkan cairan kenikmatan dalam jumlah yang sangat banyak di antara himpitan liang vagina Nana. Saking banyaknya hingga meluber keluar dan meleleh di atas sofa.
Setelah beristirahat sejenak, kami bertiga melanjutkan permainan di dalam kamar. Secara bergantian aku dan Edo menggarap Nana. Malam itu belasan kali istriku mencapai klimaks disertai jeritan panjang penuh kepuasan.

No comments:

Post a Comment