Tuesday 21 January 2014

Melayani 2 bocah ingusan

oce saragih Reply 21.50
Namaku Tita, kali ini aku kembali menceritakan
kisah sex-ku. Kejadian ini terjadi sekitar 2 tahun
lalu, usiaku saat itu 47 tahun. Aku bisa dikatakan maniak klo masalah sex, suamiku gak bisa memuaskan nafsuku. Aku kehilangan keperawanan pada usia 26 tahun,Bagi yang belum mengenal aku secara fisik, akumemiliki tinggi badan 160 cm ditunjang berat badan sekitar 48 kg, kulitku berwarna kuning langsat. Rambut lurus milikku yang berwarna hitam dengan panjang sebahu menghiasi wajahku yang manis, awet muda dan tentunya
seperti wanita baik-baik. Ukuran payudaraku juga
tidak besar, bahkan termasuk kecil namun
kencang. Kejadian yang aku alami adalah sebuah kejadian yang tidak disengaja, tetapi membawa
kenikmatan yang luar biasa. Saat itu hari Jumat,
aku baru pulang dari kantor sekitar jam setengah
6 sore. Aku pulang sendirian dengan menaiki
mobil omprengan menuju rumahku di daerah
Cibubur. Udara yang dingin dan awan yang
mendung saat itu, membuat aku kuatir akan turun hujan deras. Karena jalur terakhir yang dilewati omprengan tersebut masih cukup jauh dari rumahku, aku turun di jalan dan mengambil jalan pintas untuk sampai ke jalan raya, kemudian naik angkot dari situ. Tapi sebelum sampai jalan raya, tiba-tiba hal aku kuatirkan terjadi, hujan turun sangat deras. “Aduh! Mana aku tidak bawa payung lagi…” keluhku. Karena bukan daerah pertokoan, maka aku tidak menemukan adanya tempat yang bisa digunakan untuk berteduh. Aku sempat bingung, karena aku hanya menggunakan tas kerjaku yang bisa untuk menutup bagian kepalaku saja. Akhirnya di saat aku mencari-cari tempat berlindung dari hujan, aku melihat bangunan rumah yang sudah cukup tua, tapi bisa aku gunakan untuk berteduh, Aku berlari kecil kerumahitu,sesampainya disitu aku berteduh di depan terasnya.
Hari itu aku memakai pakaian kemeja putih dan
rok yang pendeknya sedikit di atas lutut berwarna
hitam. Kemeja putihku yang tidak sempat
terlindung dari guyuran hujan menjadi basah,
braku terlihat sedikit tembus. Untung saja braku
berwarna putih, jadi tidak terlalu kontras dengan
kemejaku. Namun tetap saja aku terlihat cukup
sexy dengan pakaianku ini. Aku baru m keriting, memiliki muka bopengan khas anak jalanan, badannya yang kurus dipadu dengan
kulitnya yang hitam legam karena terjemur sinar
matahari, tinggi badannya lebih pendek dari aku,
mungkin sekitar 150 cm. Sedangkan si Dodo,
tidak jauh berbeda dari temannya, tingginya
sekitar 145 cm, kepalanya botak seperti tuyul,
kulit hitam, wajahnya lebih buruk dari Udin dan
ditambah lagi giginya yang tonggos.
Selagi asyik mengobrol dengan mereka, aku
sesekali menangkap mata Udin dan Dodo
berusaha mencuri-curi melihat ke arah pahaku
maupun dadaku. Mungkin karena kemejaku yang
tembus dan rokku yang sedikit terangkat karena
duduk lesehan. Tapi aku berpikir anak umur
segitu memang sedang penasaran dengan lawan
jenisnya. Apalagi anak jaman sekarang yang lebih
cepat dewasa. Aku kemudian jadi teringat
pengalamanku sex dengan adikku, makanya aku
juga jadi agak horny dan berpikiran aneh-aneh.
Aku tiba-tiba nyeletuk “Hayo, kalian lagi pada
lihat-lihat apa? Masih pada kecil udah lihat-lihat
kayak gitu…”
Mereka tersipu dan tertunduk malu. Mereka diam,
tidak berani menjawab pertanyaanku.
“Emang kalian udah pada ngerti? Kok udah berani
lihat-lihat ke tubuh Ibu sih?” lanjutku.
“Udah ngerti dong bu! Soalnya Ibu Tita tuh
orangnya manis, ditambah lagi bajunya tembus…
Kontol saya jadi ngaceng neh…” jawab Udin
dengan kata-katanya yang kasar tapi polos.
Aku juga bisa maklum karena dia anak jalanan,
jadi pasti omongannya memang kasar seperti itu.
Tapi gila juga, ini anak masih kecil, tapi udah
berani-beraninya ngomong kayak gitu ke wanita
yang lebih dewasa. Tapi justru hal itu yang
semakin menambah keisenganku.
Terus aku meledek lagi ke mereka “Ibu gak
percaya kalo itu-nya kalian udah bisa berdiri. Kan
kalian berdua masih kecil…?”
Mungkin karena merasa tertantang dan tidak
terima dibilang seperti itu, tiba-tiba Udin berdiri di
depanku lalu berkata “Kita taruhan aja ya bu.
Kalo ternyata omongan Ibu yang benar, alias
punya kami belum bisa berdiri, kami janji gak
akan lihat-lihat tubuh Ibu lagi. Tapi kalo
ternyata kontol kami bisa berdiri, Ibu mau
ngasih apa…?”
Gila juga anak ini membuat aku jadi benar-benar
bingung mau jawab apa. Akhirnya aku bilang “Gak tau ah. Ibu bingung nih…! Terserah kalian aja deh mau minta apa kalau kalian menang taruhan…”
Lalu Udin berbisik-bisik kepada Dodo. Sepertinya
mereka sedang membicarakan sesuatu yang tidak
baik, karena aku melihat Udin dan Dodo
berdiskusi sambil tertawa tertahan.
Setelah selesai berdiskusi, akhirnya Udin berkata
“Ibu Tita mau tau kontol kami bisa ngaceng apa
nggak kan? Berarti Ibu harus lihat kontol kami
berdua. Nah, kalo kami yang menang gimana kalo
sebagai taruhannya kami juga gantian melihat
memeknya Ibu?”
“Dasar bocah cabul!!!” umpatku dalam hati.
Terus terang aku kaget dengan permintaan
mereka, aku tidak menyangka kalau Udin akan
bicara seperti itu. Tapi karena sudah telanjur
bilang terserah sama mereka, makanya aku
dengan nada malas-malasan bilang iya saja.
Kemudian Udin yang masih berdiri didepanku
mulai memelorotkan celana pendek dan juga
celana dalamnya. Dan hal yang tadinya aku
ragukan ternyata benar-benar terjadi.
Penis Udin ternyata sudah mengacung tegak!
Berarti aku hanya tinggal berharap kalau penis
Dodo tidak akan berdiri. Melihat Udin sudah
membuka celananya, Dodo pun pelan-pelan juga
mulai membuka celana pendeknya yang dekil,
beserta celana dalamnya. Aku benar-benar
merasa deg-degan, apalagi saat aku melihat penis
Dodo justru lebih tegak dan lebih menantang
dibanding punya Udin. Walaupun panjang kedua
penis mereka hanya sekitar 11-12 cm, mungkin
memang sesuai dengan anak seusianya, tapi
tetap saja aku kalah taruhan. Sekarang tubuh
mereka berdua hanya ditutupi oleh baju yang
sudah lusuh dan kotor. Aku sangat berharap
mereka tidak jadi menagih ‘janji’ taruhanku. Tapi
ternyata kenyataan berkata lain.
“Sekarang giliran kami yang lihat memeknya
Ibu Tita. Karena ibu kalah taruhan, dan harus
nepatin janji ke kami…” sambil tersenyum nakal
Udin mengatakannya kepadaku.
Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi selain bilang
“Ya udah deh Ibu mengaku kalah. Sekarang
kalian boleh lihat punya ibu deh. Tapi kalian
buka rok ibu sendiri ya…?”
“Ibu Tita tiduran aja, biar kami lebih enak
ngeliat memek ibu…” Dodo pun ikut ambil
suara. Mungkin karena aku juga sudah terangsang,
makanya aku menurut saja. Aku berbaring di
lembaran-lembaran kardus yang sudah lusuh itu.
Udin mulai memegang ujung rokku dan pelan-
pelan menyingkapnya ke atas sampai batas
pinggang. Aku benar-benar merasa malu
sekaligus terangsang karena kejadian ini. Aku
memilih memejamkan kedua mataku saja, tidak
lama kemudian aku merasakan ada tangan yang
menarik celana dalamku ke bawah sampai batas
mata kakiku. Di tengah-tengah aku sedang memejamkan mata, aku mendengar salah satu dari mereka berbisik ke yang lain “Memek ibu Tita bentuknya bagus…! Masih rapet, botak lagi… Beda banget sama memek cewek yang sering kita liat di
majalah bekas ya!?”
“Sialan! Masa vaginaku dibandingkan dengan
milik cewek di majalah murahan sih..!” aku
menggumam kesal. Aku yang penasaran dengan yang mereka lakukan, memberanikan diri untuk membuka mata. Sungguh kejadian yang sangat membuatku deg-degan. Aku melihat kedua anak itu sedang melihat memekku dari jarak yang sangat dekat. Aku sangat malu, bagaimana tidak, vaginaku
yang licin tanpa bulu sedang dilihat oleh dua orang anak, dimana mereka masih di bawah umur. Namun mungkin hal itu yang membuatnya menjadi sensasi tersendiri. Aku kembali memejamkan mataku, tapi tidak berapa lama aku terpejam, aku merasakan ada tangan yang menyentuh bibir vaginaku, aku kaget dan terlonjak.
Aku membuka mataku dan berteriak “Eh! Apa-
apaan kamu Do!! Kan Ibu bilang perjanjiannya
kalian cuma ngeliat aja! Gak lebih kan…?” kataku
dengan nada tinggi karena marah.
“Tolong dong Ibu Tita, kami pengen banget
ngerasain megang-megang memek. Dikit aja kok!
Kami kali ini janji deh cuma megang aja. Boleh ya
Bu…?” kata Dodo dengan nada memohon.
“Ngeliatin memek ibu Tita bikin kami tambah
konak sih…” timpal Udin. Entah kenapa saat itu aku hanya bisa berkata “Ya udah. Tapi beneran ya cuma megang doang? Sebentar aja dan jangan minta macam-macam lagi…”
Mendengar jawabanku, wajah mereka langsung
terlihat senang. Tanpa berkata apa-apa lagi,
mereka langsung berebut untuk menyentuh
vaginaku, jari-jari mereka yang kasar dan kotor
mengelus-ngelus bibir vaginaku. Aku mulai
merasa terangsang, kakiku yang awalnya hanya
lurus saja, pelan-pelan semakin aku lebarkan.
Sekarang kakiku sudah dalam posisi
mengangkang, sehingga tangan-tangan mereka
berdua dapat lebih leluasa. Sungguh
pemandangan yang mengusik birahi, seorang
wanita kantoran berparas manis dan imut,
berkulit bersih, sedang dikerjai oleh dua orang
anak jalanan yang berpenampilan kumal.
“Gitu dong bu, mulai nikmatin yah? Asyik
kan…!” ejek Udin.
“Dijamin deh kami berdua pasti muasin Ibu Tita…” Dodo ikut menambahkan sambil terus mengelus-elus vaginaku. “Sial! Sekarang aku benar-benar terangsang!” aku mengumpat diriku dalam hati yang mulai menerima rangsangan-rangsangan yang di berikan kedua anak ini.
“Memek Ibu Tita masih rapet banget…!! Dodo
pasti betah banget maenan memek ibu
seharian…” puji Dodo yang tidak aku tanggapi.
Entah jari siapa yang mulai menempel mengikuti
jalur belahan vaginaku dan tak lagi hanya sekedar
menyentuh-nyentuh ataupun menggesek-gesek
bibir vaginaku. Jari-jari mereka itu sesekali
didesak-desakan masuk, sekaligus berulang kali
mencari klitorisku dan memainkan jarinya disana.
Cukup lama dirangsang oleh kedua anak jalanan
itu, vaginaku mulai terasa basah. Secara tidak
sadar, aku mulai mengeluarkan lenguhan-
lenguhan nikmat. Aku benar-benar sudah tidak
ingin menghentikan perbuatan mereka, dan
mereka sepertinya tau kalau aku sudah
terangsang berat sehingga mereka semakin
berbuat berani.
“Ouuhh.. Aaah.. Aaaahh…” aku merintih saat jari-
jari mereka bermain semakin liar di dalam
vaginaku.
“Ibu Tita tadi gak mau, tapi begitu udah
dipegang-pegang memeknya malah keenakan…”
ujar Udin bernada meledek.
Dodo sepertinya tidak mau lagi berebut dengan
Udin untuk menjamah vaginaku. Sekarang Dodo
mulai memindahkan tangannya untuk menelusup
kebalik kemejaku yang masih dalam keadaan
tertutup. Aku memekik pelan saat tangan Dodo
menemukan gundukan kembar di dadaku.
Rangsangan di tubuhku semakin menjadi-jadi.
“Ahhh… kalian nakaaal bangett siiihhhh…” aku
mendesah semakin kencang.
Tangan Dodo kemudian mulai membuka satu-
persatu kancing kemejaku. Dan setelah semuanya
terbuka dia menariknya ke atas. Tanpa aku sadari,
akupun membantu dengan sedikit mengangkat
punggungku dan meluruskan tanganku keatas
sampai kemejaku lepas. Kemudian Dodo
melanjutkan dengan melepas Bra-ku sebelum
melemparnya entah kemana.
“Wuih, teteknya mantep banget! Biar kecil
tapi kenceng…!” sahut Dodo sambil meremas
payudaraku dengan gemas.
Kini aku hanya tinggal memakai rok, yang sudah
tersingkap dipinggangku. Sementara Udin masih
sibuk memainkan jari-jarinya di vaginaku. Kadang
ia memainkan klitorisku, vaginaku pun makin
basah karenanya. Di saat bersamaan, Dodo mulai
memilin-milin putingku, dirangsang seperti itu
aku benar-benar sudah terangsang hebat.
“Enak gak bu teteknya diisep kayak gini…?
Mmmhhh…. Mmmmhh…” tanya Dodo sambil
terus menyusu di dadaku.
“Aaah i.. iya-a… e-e-enaaakk.. bangeeeettt..”
kataku tersengal-sengal.
Vagina dan payudaraku sekarang sedang
dipermainkan secara bersamaan oleh anak-anak
kecil, tapi aku tidak berdaya karena nafsuku yang
memuncak sehingga aku tidak mampu menolak
perbuatan mereka. Dodo fokus meremas-remas
payudaraku, tidak hanya diremas-remas tapi juga
memuntir-muntir putingku. Dengan leluasa Udin
menggesek-gesek bagian tubuh yang paling
rahasia milikku itu. Hampir 5 menit kini liang
vaginaku sudah becek dan menimbulkan bunyi
kecipak karena gerakan jari-jari Udin yang
semakin terbiasa.
“Aaahh.. jangan dilepas…” jeritku saat tangan
Udin mengangkat tangannya dari vaginaku yang
sudah basah itu dan bergerak mengelus-elus
paha dan meremas pantatku.

Lalu dengan jarinya, Udin menggerayangi lagi
bibir vaginaku yang sudah terasa becek itu dan
menggesek dengan cepat. Aku melenguh penuh
nikmat sambil meregangkan badanku, lalu
tersentak hebat saat jari itu menusuk masuk dan
menemukan klitorisku. Sambil menggigit bibir
dan memejamkan mata, aku berusaha menahan
orgasmeku. Aku tidak pernah mengira bahwa
diriku dapat dibuat hampir klimaks oleh seorang
anak kecil. Jari Udin bergerak semakin cepat
menggesek-gesek bibir luar vaginaku dan
kadang-kadang menekan-nekan klitorisku.

Kini Udin mulai memasukan jarinya untuk
membelah vaginaku. Jarinya mulai menusuk
masuk, aku reflek mendesah ketika jemarinya ia
desak masuk. Aku menatap lirih pada Udin, aku
hanya bisa pasrah saat Udin mendesakkan
jemarinya lagi ke dalam vaginaku. Aku dapat
merasakan bagaimana jari kecilnya itu seolah
sebuah penis yang masuk dalam vaginaku, sedikit
demi sedikit jari tengahnya itu masuk lebih dalam
lagi, aku hanya bisa mengigit bibirku lebih keras
lagi, sementara desahan-desahan pelan masih
saja keluar dari mulutku.
“Emmm…Enak Din… Uhhh” kataku membisik.
Basahnya vaginaku oleh cairan cinta membuat
Udin kian mudah mengerjaiku, jarinya tertambat
di dalam sebelum mulai bergerak naik turun.
Seolah ada penis yang sedang menyetubuhiku,
kakiku menjadi begitu lemas, jarinya begitu cepat
merangsangku. Sampai akhirnya akupun tidak
kuat lagi untuk menahan rangsangan terus-
menerus dan sepertinya aku sudah akan
mencapai orgasme. Tubuhku mengejang kuat dan
tanganku mencengkeram ujung kardus.
“Enak ya bu diginiin??” tanya Udin.
“Aagghhhhhh Udiiinnn…!! Ssssshhhh… Enaaaakk
bangeeettt… Ougghhh… Teruusss Din… Jangan
berhentiii…. Udiiinn…!! Aaahhh…. Ibu keluaarrr
Din…” aku meneriakkan namanya saat hampir
mencapai orgasme.
Pantatku sampai terangkat ke atas ketika
akhirnya aku meraih orgasmeku. Aku merasa
lemas, keringat bercucuran di tubuhku padahal
saat itu udara cukup dingin.
“Ibu Tita kok cepet banget keluarnya sih…!?
Memeknya jadi becek gini…” ejek Udin saat aku
mencapai orgasmeku.
“Din… Aaah… Habisnya kamu… Hebaaat
banget…. Aaaah… ibu gak bisa naha-an lama-
a…” jawabku sambil terengah-engah.
“Dod, gue udah ngebuat ibu Tita ngecrot
dong…!! Hahahahaha” tawa nakal Udin
menggema di seluruh ruangan.
Mungkin karena lelah memainkan vaginaku, Udin
menghentikan gesekan tangannya. Tapi Dodo
yang tidak mau kalah dengan temannya
bukannya berhenti, dia malah mulai mengganti
tangannya dengan bibirnya, dia menunduk,
mendekatkan mukanya ke payudaraku, dan
sejurus kemudian puting sebelah kananku sudah
dilumatnya. Sedangkan payudaraku yang kiri
diremas-remas dengan oleh tangannya yang
hitam. Pelan-pelan libidoku mulai bangkit lagi
akibat rangsangan dari Dodo pada payudaraku.
Putingku kini sudah mancung dan mengeras.
Tangan Dodo terus meremas-remas payudaraku,
tampaknya ia begitu menyukai bentuk
payudaraku itu yang termasuk kecil ukurannya. Ia
menghisap payudaraku bergantian, kanan dan
kiri. Dodo menjilati seluruh permukaannya sambil
masih terus meremas-remas puting payudaraku.
“Ouh… Do. teruuus… jilaaatin putiiniinngg ibu
ouhhhh” desahku sambil mengigit bibirku
menahan gejolak didadaku.
Aku terkejut sesaat, ketika kurasakan tangan Udin
mulai mengelus-elus kedua pahaku. Dengan
leluasa Udin menjelajahi setiap jengkal pahaku
yang mulus itu tanpa penolakan, kulit pahaku
yang lembut terasa hangat dalam usapan tangan
kasar Udin. Karena belaian-belaian yang
dilakukannya ini membuat aku semakin
menggelinjang karena birahiku sudah mulai
muncul lagi.
“Wah pahanya ibu Tita mulus banget deh…”
Udin mulai memuji kemulusan pahaku.
Sementara Dodo masih sibuk mengulum dan
meremas putingku Udin secara tiba-tiba berkata
padaku “ibu Tita sekarang saatnya Udin
nyicipin memek ibu yah…”
Tanpa aku sempat menjawab, Udin mulai
menjilati vaginaku dengan lidahnya. Aroma khas
dari vaginaku membuat Udin semakin bernafsu
menjilatinya. Vaginaku pasti begitu harum karena
aku rawat dengan baik, Udin pun semakin
bernafsu karenanya. Tubuhku yang berpeluh
keringat sama sekali tidak berbau, malah aroma
wangi semakin kuat tercium oleh Udin dan Dodo
seakan-akan keringatku wangi. Semakin
berkeringat, tubuhku semakin wangi menggoda,
nafsu mereka semakin meloncat tinggi sehingga
Dodo pun mencumbui dan menjilati payudara dan
vaginaku.
“Ibuuuu, enaaakk banget rasaaa… Slurrrpp…
memeknyaa…. Slurrpp… Slurrrpp…” puji Udin
sambil terus menjilati vaginaku.
Sementara itu Dodo masih terlihat asyik menjilati
dan mengisap puting susuku. Sambil meremas
payudaraku dengan keras, sesekali Dodo juga
menggigit dan menarik puting susuku dengan
giginya, sehingga aku merasa kesakitan sekaligus
nikmat. Namun ketika Dodo mendengar Udin
menikmati sekali menjilat vaginaku, Dodo pun
tidak mau ketinggalan untuk merasakan cairan
cinta yang terus menerus keluar dari vaginaku.
Dodo kemudian ikut ambil bagian untuk menjilati
vaginaku.
Sekarang lidah mereka berdua menempel di
pinggiran vaginaku, seolah berlomba
merangsangku. Sambil terus menjilati vaginaku,
tangan mereka mengelus-elus kedua pahaku,
mereka terus berusaha merangsangku lebih dan
lebih lagi. Aku semakin dibuat tak berdaya
dengan kenikmatan yang mereka berikan,
rasanya seluruh klitorisku ditekan-tekan dengan
rasa nikmat yang berbeda dari sentuhan jemari.
Lidah mereka yang menyelusur mulai dari pahaku
hingga kebibir kemaluan membuat tubuhku kian
sensitif terbakar kenikmatan birahi yang tak
tertahan, aku mendesah-desah nikmat.
“Sedaaap banget ya Din! Mana wangi lagi! Memek
Ibu Tita emang nikmaaat..” kata Dodo kepada
Udin sambil melanjutkan mengecup dan menjilati
bibir vaginaku.
“Huehehe bener kan Do? Enak banget kan
rasanya…!? Memek ibu Tita sampe banjir kayak
gini. Ternyata ibu juga napsu yah!? Udin suka
banget sama memek ibu… Hhhhmhh.
Sslluurrpp… cairannya juga manis!” Udin
mengakhiri kata-katanya dengan menghirup
lendir vaginaku.
Sesaat kemudian, aku melihat Udin melepas
celana dalamku yang masih ada di ujung kakiku,
kemudian menurunkan rokku hingga aku
sekarang sudah bugil tanpa sehelai benangpun.
Setelah selesai, Udin menyuruh agar Dodo
menyingkir dari vaginaku.
“Minggir dulu sana, gue pengen ngentot nih…!
Kita kasih liat ke ibu Tita biar masih kecil kita
bisa bikin dia lebih puas…!” kata Udin.
Dodo pun menuruti saja apa yang dikatakan oleh
Udin. Udin mengambil posisi duduk dengan kedua
lututnya tepat ditengah-tengah kedua pahaku
yang mengangkang. Dia memegang penisnya dan
menempelkannya di bibir vaginaku. Dia mulai
menggesekannya di bibir vaginaku, aku
melenguh lagi dan aku seperti tersadar saat aku
rasakan Udin mulai berusaha mendorong
penisnya masuk ke dalam vaginaku.
“Ibu Tita mau kan nikmatin kontol Udin?” tanya
Udin yang sekarang sudah dikuasai hawa nafsu.
“Jangan dimasukin Din… ibu gak mau!” kataku
bernada memohon.
“Udin udah gak tahan pengen ngentotin ibu
Tita…” kata Udin yang tetap memaksa
memasukkan penisnya ke dalam vaginaku.
Tapi walaupun mulutku berusaha mencegah, tapi
tubuhku tidak berusaha menghindar saat Udin
kembali berusaha mendorongnya. Akhirnya
bagian kepala penis Udin berhasil menyeruak ke
dalam vaginaku.
“Pelan-pelan ya. Auughh… Aaahhh…” aku
mendesah.
Udin kembali mendorongnya sampai penisnya
sudah masuk setengahnya.
“Enaaakk banget Diiin…. Ayo Din… teruuuusss
Diiin….” pintaku yang semakin merasa nikmat.
“Ibu sudah gak tahaaaan lagi! Masukiiinn
semuaaaaannyyaa… Aaaahh…” aku mulai tidak
tahan dengan rangsangan yang datang.
Mendengar aku yang sudah terangsang berat, dia
mendorong sekuat tenaga sampai akhirnya
penisnya masuk semua ke dalam vaginaku.
Badan Udin semakin menegang dan mengejang
keras disertai lolongan ketika kemaluannya
berhasil menembus ke dalam liang vaginaku yang
masih sempit tersebut. Setelah berhasil
menanamkan seluruh batang kemaluannya di
dalam lubang vaginaku, Udin mulai
menggenjotnya mulai dengan irama perlahan-
lahan hingga cepat.
“Uuhhh Aaaanjing..!!!! Enaaak beneeer ngentot
sama ibu Tita Aaahhh…” Kata Udin
bersemangat.
Lendir pun mulai mengalir dari sela-sela
kemaluanku yang sedang disusupi kemaluan
anak itu. Rintihanku pun semakin teratur dan
berirama mengikuti irama gerakan Udin. Pelan-
pelan Udin mulai mengeluarkan penisnya sampai
ujung, kemudian mendorongnya lagi. Lama-lama
aku semakin merasa nikmat. Dan sekarang aku
merasakan nikmat yang teramat sangat, ketika
penis Udin terus keluar masuk di vaginaku.
“Gimana rasanya dientot sama Udin bu? Enak
kan? Gak usah pura-pura gak mau lah…!” tanya
Udin melecehkan aku.
Namun dilecehkan seperti itu bukan membuat
aku marah, tapi malah membuat aku semakin
terangsang.
“Aaaahhh… Aaaahh… terus Din… nikmaaat
bangeeet!! Ouughhh…Enaaakk…” aku mendesah
nikmat.
“Gimana rasanya ngentot sama ibu Tita Din?”
tanya Dodo, yang dari tadi hanya melongo saja,
dengan nada penasaran.
“Nikmaaaat banget Do…! Sempit…!!! Enaaakk!!
jawab Udin saat tengah menyetubuhiku.
“Udiinnn Aaaahhh… Aaahh!” desahku pasrah.
“Aduh enak banget Do… Bener-bener bikin
ketagihan nih…! Kapan lagi bisa ngentot cewek
kantoraan…!” lanjut Udin yang sepertinya
sengaja membuat Dodo iri.
Saat itu aku sudah tidak perduli lagi dengan siapa
dan dimana aku disetubuhi. Aku sudah pasrah
dan sudah tidak merasa seperti wanita baik-baik.
Kedua anak ini memang sudah merendahkan
derajatku.
“Aaaah, memek ibu Tita emang enak!! Sempit
dan seret banget… Aaahh ibuuuuuuuu…” desah
Udin semakin kencang.
Sementara aku melihat Dodo malah asyik
menonton kami. Udin semakin cepat mengocok
penisnya di vaginaku. Dia menekan penisnya
semakin dalam dan semakin cepat. Tapi saat
kukira Dodo hanya ingin menonton saja, ternyata
ia tidak mau ketinggalan, penisnya menggantung
tegak di hadapanku. Penis Dodo membuatku
terbelalak, penis itu sudah begitu tegak dan lebih
panjang dari ketika pertama kali aku melihatnya,
meski tetap saja tidak terlalu panjang dan tebal.
“Ibu Tita, kocokin kontol Dodo dong…” Dodo
memintaku mengocok penisnya.
Aku yang sudah terangsang mengikuti saja apa
mau Dodo. Sementara aku sedang mengocok-
ngocokan penisnya dalam dekapan tanganku
yang halus, ternyata payudaraku masih menjadi
mainan Dodo. Payudaraku diremasnya berulang-
ulang sambil memainkan putingnya, menarik-
narik semaunya membuatku merintih sakit
bercampur nikmat diantara penis Dodo.
Tidak lama kemudian Dodo mengarahkan
kepalaku ke arah kemaluannya dan berkata
“Cukup ibu pake tangannya. Sekarang sepongin
kontol Dodo ya bu…”
Ternyata tidak cukup puas dengan hanya dikocok
oleh tanganku, Dodo menyuruhku untuk
menghisap penisnya. Kemudian aku membuka
mulutku, dengan bantuan tanganku aku menarik
penis Dodo dan mulai menjilatinya dari bagian
kepala hingga buah zakarnya. Aku terus
melanjutkan dengan mengecup kembali kepala
penisnya dan memakai ujung lidahku untuk
menggelikitiknya. Kemudian lidahku turun
menjalari permukaan benda itu, sesekali
kugesekkan pada wajahku yang halus, kubuat
penisnya basah oleh liurku. Bibirku lalu turun lagi
ke pangkalnya yang belum ditumbuhi bulu-bulu
sama sekali, buah zakarnya kujilati dan yang
lainnya kupijat dalam genggaman tanganku.
“Cepat dong Mbak isepin kontol Dodo. Jangan
cuman dijilat-jilat aja…” perintah Dodo kepadaku.
Dodo kemudian memintaku untuk menghisap
penisnya yang sudah basah dengan air liurku, aku
mulai memasukkan penisnya itu ke mulutku.
Kuemut perlahan dan terus memijati buah
zakarnya. Sesekali pula ia menarik penisnya dari
mulutku, dan memintaku menggunakan lidahku
lagi untuk membelai seluruh batang
kemaluannya. Sesekali aku menghisap buah
zakarnya yang membuat Dodo melayang nikmat,
sebelum kembali harus menikmati penis itu
dalam mulutku. Akhirnya penis Dodo aku kulum
semua karena ukurannya yang tidak terlalu
panjang, sesuai dengan mulutku yang mungil.
Aku terus menghisap penis itu dengan nikmat
dan lidahku yang basah dan panas itu terus
menjilati dengan cepat.
“Uuuugghhh ibu jago bangeeeet ngisepnya…!”
teriak Dodo menikmati setiap hisapan dan
jilatanku pada penisnya.
Kulihat ekspresi Dodo meringis dan merem-melek
waktu penisnya kumain-mainkan di dalam
mulutku. Kujilati memutar kepala kemaluannya
sehingga memberinya kehangatan sekaligus
sensasi luar biasa. Semakin kuemut benda itu
semakin keras. Aku memasukkan mulutku lebih
dalam lagi sampai kepala penisnya menyentuh
langit-langit tenggorokanku.
“Sluurrp…Suka gak Do… ibu isepin…Sluurrpp…
kayak gini…? Sluurrrppp…” tanyaku sambil terus
menghisap penisnya.
“Oughhh enak banget bu…” Dodo
mengomentari apa yang kulakukan dengan
penisnya.
Dodo tampak semakin menikmati, ia terus
menyodok-nyodokan penisnya, aku berusaha
menggunakan tanganku menahan pinggulnya
namun aku tak berdaya, Dodo masih terus
berusaha menyodok-nyodokan penisnya.
Di saat aku sedang sibuk mengulum penis Dodo,
tiba-tiba Udin berkata “Aaaahh ibuuuuuuu, aku
mao keluaaar…”
Aku yang kaget melepas kulumanku pada Dodo
dan berteriak “Jangan keluar di dalem Diinn…!!
keluarinnya di luar ajaaa… ibuu gaak mau
ha….” aku berusaha membujuk Udin di tengah
kenikmatan yang melanda kami berdua.
Namun belum sempat aku menyelesaikan kata
‘hamil’, aku merasakan ada cairan yang
menyemprot sangat banyak di dalam dinding
vagina dan dirahimku.
“Aaaagggghhhhhhhhhh… Enaaak bangeeeet
Buuuuu…!!” Udin melenguh panjang.
Berkali-kali Udin memuncratkan spermanya
memenuhi cekungan liang senggamaku. Ia
membiarkan batang penisnya tertancap dalam
kemaluanku beberapa saat sambil meresapi sisa
orgasme hingga tuntas. Sebelum akhirnya dia
lemas dan penisnya tercabut dari vaginaku. Udin
kini terbaring di sampingku karena kelelahan
akibat pergumulan tadi.
Melihat Udin yang sudah terkapar, aku
melanjutkan mengulum penis Dodo dengan posisi
duduk. Sapuan lidah dan hisapanku membuat
Dodo semakin terbang ke awang-awang dan
makin mempercepat gerakan pinggulnya yang
tepat berada di depan wajahku. Sesekali aku
tersedak karena Dodo ‘menyetubuhi’ mulutku.
“Aaah sedooot terus bu!” ceracaunya
menikmati hisapan penisnya di mulutku.
Setelah beberapa lama kuhisap, benda itu mulai
berdenyut-denyut, sepertinya mau keluar. Aku
semakin gencar memaju-mundurkan kepalaku
mengemut benda itu. Dodo semakin merintih
keenakan dibuatnya, tanpa disadarinya
pinggulnya juga bergerak maju-mundur semakin
cepat di mulutku.
“Aahh.. sssshhhh.. hhmmh… Dodo keluaaarr
Buuu…!!” desahnya dengan tubuh menggeliat.
Anak itu mendesah dan menumpahkan
spermanya di rongga mulutku. Aku yang
merasakan semburan dahsyat di mulutku
tersentak dan kaget, cairan itu begitu banyak dan
kental, serta berbau tidak sedap. Aku sebenarnya
ingin menarik mulutku dari penis Dodo dan
memuntahkan spermanya. Namun pegangan
tangan Dodo pada kepalaku keras sekali,
sehingga dengan terpaksa aku menelan sebagian
besar cairan putih kental itu. Kulirikan mataku ke
atas melihat Dodo merintih sambil mendongak ke
atas.
“Oohh Enaaak ibu Telen terus peju Dodo
Buuuuu Iyaaahh Enaaaak!” Dodo melenguh
keenakan sambil mengeluarkan isi penisnya
sampai benda itu menyusut di mulutku.
Tidak jauh berbeda dengan kondisi Udin, Dodo
pun ambruk dalam posisi duduk. Wajahnya
terlihat lelah tapi puas, badannya juga sudah
bermandikan keringat. Sementara aku yang
cukup lelah melayani dua anak ini, beristirahat
sejenak dan mengambil posisi tidur di sebelah
Udin. Namun karena aku belum merasakan
orgasme lagi masih merasa ‘gantung’. Aku
menunggu inisiatif Dodo melanjutkan pekerjaan
Udin untuk menyetubuhiku, tapi Dodo ternyata
malah diam saja. Mungkin ia masih dalam kondisi
lemas karena spermanya keluar sangat banyak di
mulutku.
Aku yang dilanda birahi tinggi jadi tidak sabar.
Aku bangun dari tidurku, dan mencium bibir Dodo
dengan penuh nafsu hingga bibirnya basah.
Tanpa diperintah, lidah Dodo menari-nari di
bibirku. Lidah itu kemudian menjulur ke dalam
mulutku. Aku yang tidak perduli dengan bau
mulut Dodo yang tidak sedap, malah membuka
mulutku dengan lebar dan membalas mengisap
lidah Dodo dengan penuh gairah. Dodo merangkul
leherku dan mulutnya benar-benar beradu
dengan mulut milikku. Air liur kami saling
bertukar. Aku menelan liur Dodo sementara Dodo
menelan liurku penuh selera. Kami saling
berpagutan dalam posisi duduk selama kurang
lebih 10 menit.
Merasa sudah cukup untuk membangkitkan
gairah Dodo kembali, aku dorong dodo yang
dalam posisi duduk sampai Dodo terjatuh dalam
posisi terlentang. Aku duduk di atas paha Dodo,
dan memegang penisnya yang masih dalam
keadaan tegang kemudian mengarahkan ke
vaginaku yang masih belepotan sperma Udin dan
bercampur dengan cairan pelumas vaginaku. Jadi
aku sekarang sedang berada dalam posisi
‘Woman On Top’. Aku mulai mendorong pantatku
ke bawah setelah ujung penis Dodo tepat di mulut
vaginaku.
“Aahhhhhh Dodooo…” aku mulai mendesah.
Penisnya Dodo agak susah masuk, karena
walaupun badannya lebih pendek dari Udin, tapi
penisnya ternyata masih lebih besar dari punya
Udin. Kemudian Dodo membantu dengan
mendorong pantatnya sendiri ke atas, dan
akhirnya penis Dodo masuk seluruhnya ke
vaginaku. Aku mulai naik turun diatas tubuh
Dodo, dan tangan Dodo pun secara naluriah mulai
meremas lagi payudaraku yang bergoyang-
goyang karena hentakan tubuhku.
“Aaahhh Dooo.. Ibu ngerasaaa enakk
bangeeeettt… Aaaahh….” aku tidak tahan untuk
tidak mendesah.
Sampai sekitar 15 menit di dalam posisi itu, aku
melihat dodo sudah mulai mempercepat
dorongan pantatnya ke atas. Sepertinya Dodo
sudah akan mencapai orgasme untuk kedua
kalinya. Akupun tidak mau kalah, aku bergerak
semakin cepat biar dapat mencapai orgasme
bersamaan.
“Ibuuuuuuu…. ahhhhhhhhhh Dodo mauuu
keluaaaaar laagiiii buuuu…” Dodo setengah
berteriak.
“Tahaaan seeebentar lagi Doo…! Ibu juga
bentaaarr lagi keluaaarrr…. Aaghhh….” aku makin
merasa nikmat.
Tak lama kemudian, akhirnya tubuh Dodo pun
mengejang keras. Dan akhirnya “croooott croottt..
” lagi-lagi rahimku ditembak banyak sperma tapi
kali ini milik Dodo. Akupun merasakan orgasme
untuk yang kedua kalinya . Badanku lemas dan
jatuh di atas tubuh Dodo, dengan penisnya masih
di dalam vaginaku. Aku melirik ke samping,
ternyata Udin tertidur pulas karena lelah.
“Dasar anak-anak! Udah keenakan tinggal tidur
deh…” bathinku.
Setelah agak kuat aku bangun dari atas tubuh
Dodo. Aku mengambil tasku dan meraih tissue
basah dari dalamnya. Aku membersihkan vagina
dan pahaku yang sudah banjir dengan sperma
kedua anak itu dengan tissue itu. Aku mengambil
dan memakai kembali celana dalam dan rokku
yang berserakan, kemudian aku meraih bra dan
kemejaku yang sudah lumayan kering. Setelah
berpakaian lengkap aku pun berpamitan.
“Dodo, ibu Tita pulang dulu ya. Tolong
sampaikan ke Udin nanti…” karena Udin masih
tertidur pulas, maka aku hanya berpamitan
dengan Dodo.
Dodo mengiyakan dengan wajah kecewa.
Mungkin dia merasa tidak akan pernah
mengalami situasi seperti ini lagi. Tapi siapa yang
akan pernah tau? Namun satu hal yang pasti, baik
bagi Dodo maupun Udin, mereka tidak akan
pernah bisa melupakan pengalaman yang
didapatnya dariku. Pengalaman itu pasti akan
menjadi kesan tersendiri dalam kehidupan
mereka berdua.
“Makasih ya ibu Tita udah ngebolehin kami
berdua nyicipin badan ibu yang nikmat…
hehehe…” kata Dodo dengan kurang ajar.
Aku hanya menjawab dengan anggukan kepala
saja. Ada rasa sesal, benci sekaligus kepuasan
tersendiri di dalam diriku. Kemudian aku
bergegas berjalan ke luar rumah, ternyata hujan
masih belum reda, walaupun hanya tinggal
gerimis kecil saja. Namun aku harus
memberanikan diri untuk pulang, kalau tidak
pasti nanti kedua anak itu minta yang aneh-aneh
lagi. Kemudian aku setengah berlari menuju ke
arah jalan raya sambil menutupi kepalaku dengan
tas.

No comments:

Post a Comment